Entah ini takdir atau apa, aku tidak tahu. Tapi yang jelas, hari-hari berikutnya intensitas bertemu kita sangat sering. Dalam berbagai kesempatan, bukan hanya papasan di koridor, terkadang di kantin, perpustakaan, ataupun saat-saat jam pulang. Kamu seakan ada di mana-mana.
Papasan dalam artian bukan hanya sekadar lewat, lalu bertindak seperti tidak saling mengenal. Tapi kamu selalu balik menatap ketika aku melihatmu. Dan yang lebih penting lagi, kamu tersenyum padaku. Senyum yang bahkan teman-teman satu sekolah tidak pernah melihatnya.
Bukan hanya itu, aku juga sering memperhatikanmu yang memperhatikanku ketika aku sedang berjalan sendirian di depan kelasmu. Padahal aku tahu, kamu adalah satu dari banyaknya cowok yang sangat amat cuek terhadap lingkungan sekitar. Dan fakta itu tanpa sadar menumbuhkan benih-benih harapan untukku.
Katakanlah aku terbawa perasaan, lalu... apa? Bukankah semua perempuan akan merasakan hal yang sama jika berada di posisiku? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Karena sepertinya setiap perempuan memiliki cara tersendiri untuk menyikapi hal seperti itu, bukan?
Terlepas dari itu semua. Yang kutahu perasaan dalam ruang kecil di relung hati ini semakin berbeda. Semakin nyata. Bukan hanya sebatas suka, mungkin perlahan menjadi... cinta. Entah, aku tak ingin menerka. Biarkan rasa itu menjalar sesukanya. Memenuhi hati yang sudah lama tak tersentuh oleh rasa.
Satu hari di rasa yang berlanjut
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Hari di Bulan Mei
ContoTeruntuk kamu yang kurindukan kehadirannya. Setelah kepergianmu, malamku menjadi sunyi. Pagiku menjadi sepi. Hatiku berkabut. Kosong. Hari-hari yang dulunya berwarna kini gelap. Duniaku yang semula terang, kini pekat. Kamu pergi. Tanpa sepatah kata...