4

56 2 0
                                    

Aku segera memasuki kamarku ketika sampai dirumah, aku beruntung bunda sedang tidak ada dirumah, hatiku merasa hancur setelah apa yang ray lakukan padaku. Aku segera berlari ke arah kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya meratapi nasib sialku hari ini.

Sebenarnya sejak lama aku mengenal, dia adalah anak dari om Ronald, salah satu teman ayah dan Bunda. Kami sering bermain bersama dulu, namun semakin lama hubungan kami semakin jauh. Seperti hubungan bunda dan om Ronald yang tidaklah terlalu baik sejak ayah meninggal ketika aku berumur 15 Tahun. Bahkan Bunda sering secara terang-terangan mengusirnya ketika datang ke rumah. Aku yang ketika itu tidak tahu apa-apa hanya bisa diam dan mengamati. Semua terungkap ketika suatu hari istri om ronald datang ke rumah dan bertengkar hebat dengan bunda.

Awal pertemuan kami di kampus, Ray sudah menunjukkan sikap yang anti pati kepadaku. Dia selalu menunjukkan sikap yang tidak peduli, bahkan cenderung benci kepadaku. Sejak awal pula aku berusaha untuk bersikap biasa saja dan tidak memperdulikannya. Karena hubungan orang tua kami yang tidak baik, dan sikapnya yang dingin kepadaku, aku memilih untuk benar-benar menjaga jarak dan sebisa mungkin tidak berhubungan dengan dia. Untung saja kami berbeda fakultas, tapi tetap saja ada kalanya kami akan bertemu, karena fakultas kami yang bersebelahan.

***

"Kamu sakit nak?" Tanya Rinta kepada anaknya

"Nggak apa-apa bunda, meta hanya lelah dengan banyaknya tugas dari kampus."

Rinta tahu anaknya berbohong kepadanya, tapi dia tidak akan mendesak anaknya untuk bercerita saat ini.

"Apa bunda harus membatalkan kepergian bunda ke Jogja?" Tanyanya lagi, dia akan bertemu dengan beberapa teman kuliahnya dulu di jogja.

"nggak usah bun, nanti aku bisa nginep dirumah Monic atau yang lain. Lagian ada Bang beny yang bisa jagain Meta bun. Bunda nggak perlu khawatir, udah lama juga kan bunda merencanakan liburan ini?" Kata Meta meyakinkan Bundanya, tidak ingin bundanya khawatir. Ia tidak ingin bundanya tahu tentang apa yang terjadi kepadanya. Kebencian bunda terhadap keluarga om Ronald akan semakin besar. Dan yang tidak aku inginkan adalah kesedihan yang akan bunda rasakan karena semua ini.

"kamu yakin?"

"iya bunda sayang" kataku seraya memeluk bunda

"lebih baik bunda anter kamu ke rumah tante Mira sebelum bunda berangkat. Bunda akan lebih tenang. Lagipula ada Monic , jadi kamu tidak akan kesepian"

"Atur aja lah bun" kataku kepada bunda, aku berusaha menunjukkan kecerian seperti biasanya di depan bunda.

***

Aku sudah optimis akan menjalani kehidupan seperti biasanya, meski saat sendirian aku masih terpaku dan meneteskan air mata. Ketakutan utamaku adalah bertemu dengan Rayyan, aku belum siap. Karenanya aku tidak pernah lagi menghabiskan waktu di kantin. Aku akan memilih pergi ke perpustakaan, memilih pojok yang paling sepi.

Namun segalanya menjadi tidak terkendali, saat aku menyadari tamu bulananku tak kunjung datang. Aku takut, teramat takut. Terus saja kurapalkan doa agar kekhawatiranku tidak pernah terjadi, mungkin ini hanya pengaruh rasa stress yang aku alami akhir-akhir ini. Ya pasti karena itu, kucoba untuk meyakinkan diriku sendiri.

Dua minggu sudah periodeku terlewat, kuberanikan diri untuk membeli alat testpack. Saat dua garis merah muncul disana, tak dapat lagi kutopang tubuhku. Aku menangis histeris sembari memukul-mukul perutku.

"Meta, kamu kenapa nak?" Tanya bunda sembari memelukku. Saat dia melihat testpack yang tidak jauh dariku dia mencengkeram bahuku.

"ini tidak seperti yang bunda fikirkan, bunda harus percaya sama Meta. Ini bukan salah meta, Aku takut bunda Aku takut. " kataku seraya menangis sambil memeluknya.

Melihat aku yang histeris bunda hanya memelukku erat.

"Bunda percaya sama kamu, bunda percaya sama kamu" katanya seraya mengusap kepalaku, ada seuara tangis yang keluar dari bibir bunda, kami menangis bersama. Saat ini aku merasa sangat hancur.

***

"Apa kamu mau cerita sama bunda?" Tanya bunda setelah aku merasa tenang, namun aku tidak menjawab pertanyaannya. Air mataku kembali mengalir mendengar pertanyaannya.

"Apa ini terjadi saat bunda akan berangkan ke jogja beberapa waktu yang lalu?" Tanya bunda lagi. Aku mengangukkan kepala.

"Ya Allah, kenapa ini harus terjadi sama kamu nak.." entahn kata-kata itu sudah berapa kali bunda katakana.

"Kamu tahu siapa orangnya"

"bunda Meta tidak ingin mengingat semua ini lagi, Meta mohon. Jangan paksa Meta buat cerita sama bunda. Nanti, nanti saat Meta sudah siap"

"Maafin bunda yang nggak bisa jagain kamu ya nak" kata bunda seraya memelukku

"Dengarkan apa kata bunda, kamu tidak boleh lagi egois, ada kehidupan baru di dalam tubuhmu sekarang. Dia tidak memiliki salah apapun, jadi kamu harus hidup dengan baik demi dia" dapat kulihat wajah bunda yang memancarkan kekecewaan, namun dia tetap berusaha tegar demi aku. Toh nasi sudah menjadi bubur, apapun yang aku lakukan tidak akan merubah semuanya kembali seperti semula.

"Bunda akan selalu ada buat kamu, jadi kamu harus kuat, demi bunda, demi anak yang ada di dalam rahim kamu. Mengerti?" aku hanya menganggukkan kepala. Merasa senang atas sikap lapang dada bunda, merasa terhibur dengan kepercayaan bunda kepadaku.

Jalan BerlikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang