16

46 3 0
                                    

Awalnya Meta ingin pulang ke rumah terlebih dahulu sebelum menjemput putranya di rumah bundanya. Namun bundanya memberi kabar agar segera datang ke rumahnya. Meta bertanya-tanya dan nampak khawatir selama perjalanan, hal itu disebabkan bundanya menolak memberikan penjelasan di telepon dan hanya memintanya segera datang.

"Nggak usah khawatir, tidak terjadi apa-apa sama Agam maupun bunda" Revan menggenggam tangan istrinya untuk menenangkannya. Meski dalam fikirannya sendiri juga dipenuhi tanya.

"masih sakit?" Meta melihat wajah suaminya yang penuh dengan luka.

"nggak apa-apa, kamu nggak usah khawatir" Revan mencoba memberikan senyum kepada Meta agar istrinya yakin jika dia baik-baik saja namun ternyata gagal karena ujung bibirnya terasa perih.

"Tuh kan.. nggak usah pura-pura baik-baik aja githu"

Sesampainya di rumah, bunda Meta sudah menunggu di luar rumah tanpa Agam. Hal itu membuat Meta semakin khawatir dan takut

"Agam mana bun?"

"Di dalam, lagi tidur. Ada yang harus bunda sampaikan. Penting, ini tentang Agam" Rinta melirik menantunya dengan perasaan yang tidak enak. "Itu muka suami kamu kenapa?" Rinta baru menyadari keadaan menantunya.

"Nggak apa-apa bun"

"Ya sudah, Sebaiknya kita bicara di dalam. Ayo masuk"

"Tadi om Ronald dan istrinya datang kemari" hati Meta berdesir merasa kaget dan khawatir, sedangkan Revan merasa binggung karena belum mengerti arah pembicaraan ini.

"Maafkan bunda, tadi bunda sedang ke belakang dan Agam bermain bersama mbak Indah berada di teras. Bunda benar-benar tidak mengetahui kedatangan mereka"

"jadi mereka sudah bertemu dengan Agam?" melihat anggukan ibunya membuat tubuh Meta lemas lalu menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Siapa mereka? Apa hubungannya dengan Agam?"

"mereka orang tua Rayyan" Rinta menjawab Revan karena melihat Meta yang tengah berfikir keras dan tidak menghiraukan pertanyaan suaminya.

"Lalu dimana letak masalahnya? Mereka tidak tahu kan?"

"Mereka tadi sempat menyinggung jika Agam sangat mirip dengan Rayyan ketika kecil, hanya tinggal menunggu waktu hingga berita ini sampai ke Rayyan. Itu yang bubda khawatirkan sejak tadi."

"Gimana dong?" Meta merasa takut dan khawatir, selama ini dia merasa semua berjalan dengan baik. Dia tidak merasa khawatir karena rayyan dan keluarganya tinggal di Singapura. Namun yang tidak diperhitungkannya adalah jarak Singapura-Jakarta yang bisa ditempuh dalam waktu sebentar. Dan itu juga memungkinkan mereka bolak-balik jakarta singapura. Toh keluarga besar mereka ada di sini.

"tidak usah khawatir, kita akan menghadapi ini bersama-sama" Revan berusaha menenangkan istrinya.

***

Setiap hari dilalui Meta dengan perasaan cemas. Sudah dua bulang berlalu dan Revan selalu meyakinkannya bahwa semua baik-baik saja, namun hal itu tidak membuat rasa cemas di hati Meta menghilang. Dan ketakutannya menjadi kenyataan saat ini, karena sumber kekhawatiran dan ketakutannya sedang berdiri di depan pintu rumahnya.

"Revan ada?" Meta menyesal karena tidak melihat dulu siapa tamu yang mengetuk rumahnya pagi-pagi ini.

"Siapa yank?" belum sempat Meta menjawab pertanyaan Rayyan, Revan lebih dulu muncul di hadapannya.

"Ada perlu apa?" Revan menatap Rayyan tajam, menunjukkan ketidaksukaannya atas kehadiran mantan sahabatnya itu. Segera dia menarik istrinya ke belakang tubuhnya.

"Aku datang kemari dengan maksud baik" Rayyan menjawab dengan tenang

"Apa maksudmu?" Revan mengetatkan rahang menahan emosinya, namun dengan segera dia bersikap kembali tenang. Dia tidak ingin menunjukkan ketakutan dan kekhawatirannya kepada laki-laki di hadapannya ini.

"Kalian tahu dengan baik apa yang aku maksud. Jadi bisakah kalian membiarkan aku bertemu dengannya" mendengar perkataan Rayyan membuat tubuh Meta hampir limbung.

"Dia siapa yang kamu maksud" Revan berusaha menahan emosinya menghadapi tamunya pagi ini. "pergi dari rumahku dan jangan menunjukkan wajahmu lagi" katanya tenang

"Jika kalian bersikap seperti ini, aku tidak segan-segan menggunakan jalur hukum" Rayyan mengucapkan hal itu dengan acuh dan tenang. Dan itu semakin membuat Meta khawatir.

"Selagi aku memintanya baik-baik, bisakah aku bertemu dengan putraku? Aku hanya ingin bertemu dengannya, atau aku harus menempuh jalur hukum untuk mengambilnya dari kalian?"

"kau tidak bisa melakukkannya" Jawab Meta marah.

"Jadi benar dia adalah anakku?" Rayyan tersenyum mengejek kepada Meta.

"Agam bukan anakmu, atas dasar apa kamu mengakuinya seperti itu" revan kembali menempatkan istrinya di belakang tubuhnya.

"Aku hanya ingin bertemu dengannya, bukan membawa dia pergi dari kalian. Tapi aku juga ingin memastikan bahwa dia mengenalku sebagai ayah kandungnya" Rayyan sudah mulai kehilangangan kesabarannya.

"Apa kalian pikir aku akan diam saja? Aku sudah melakukan penyelidikan. Agam lahir sebelum pernikahan kalian. Dan jika perhitungannya tepat, dia benar-benar anakku. Bukan begitu?" Rayyan menatat tajam ke arah Meta. Dia tidak membutuhkan jawaban dari Meta, karena dia sudah yakin dengan apa yang dia katakan.

"brengsek..." Revan segera menerjang Rayyan dan melayangkan pukulan membabi buta ke arah Rayan. Dan Rayyan tidak memberikan perlawanan apapun saat itu. Teriakan Meta tidak membuat dia berhenti menghajar laki-laki tersebut.

Meta terdorong saat mencoba memisahkan kedua laki-laki yang tengah berkelahi di depannya. Meski terasa sakit, namun setidaknya itu membuat Revan tersadar dan segera mendekatinya.

"Kamu tidak apa-apa? Maaf ya sayang, aku nggak sengaja" Revan terlihat khawatir setelah membantu istrinya berdiri.

"Aku nggak apa-apa" mereka segera melihat ke arah Rayyan yang tengah mencoba berdiri. Wajah Rayyan penuh dengan luka dan sudut bibirnya mengeluarkan darah.

"Aku tidak akan mempermasalahkan semua ini, tapi pikirkan baik-baik perkataanku. Jika aku tidak bisa menemui putraku secara baik-baik, aku akan menempuh jalur hukum. Dan hal ini tentunya akan memberatkan kalian." Setelah mengatakan semua itu Rayyan dengan langkah tertatih berlalu dari rumah Mera dan Revan.

tbc

Jalan BerlikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang