5

52 3 0
                                    

"Bun, kalau bunda tidak keberatan, aku ingin pergi dari kota ini" kata Meta suatu hari kepada ibunya

"kamu mau kemana?" Tanya Rinta lembut, berusaha menyembunyikan keterkejutannya

"tidak tahu, yang penting tidak di sini"

"Mau tinggal bersama mama Bertha?" akhirnya Rinta memberikan pilihan yang terlintas di kepalanya, setidaknya anaknya akan dijaga dengan baik jika tinggal dengan sahabatnya itu.

"ke singapura?"

Mama menggeleng-gelengkan kepala

"mama bertha sudah balik ke Indonesia"

"kok kak Galang sama kak Gilang nggak pernah cerita sih Bun"

" sebulan ini kamu kan terlalu sibuk dengan masalah kamu. Kapan terakhir kali kamu berhubungan sama mereka?" benar, sudah terlalu lama Meta tidak menghubungi mereka. Bahkan email Galang kemarin juga abaikannya.

"Tapi Bun, aku tidak ingin satu orangpun tahu, bahkan termasuk bang beny"

Rinta menatap anaknya dengan tatapan yang sedih. Apalagi dengan sorot permohonan yang di berikan Meta kepadanya. Rinta hanya bisa mengganggukan kepalanya tanpa memberikan jawaban.

Meta dapat melihat jelas kesedihan yang sangat dalam dari sorot mata ibundanya, dan itu semakin menyakiti hatinya. Namun dia merasa ini jalan yang terbaik, dan dia merasa senang karena bundannya mau mengerti keadaannya.

"meta akan hidup dengan baik, akan sering menghubungi bunda. Dan Meta akan hidup bahagia, meta akan berusaha untuk bahagia."

"Bunda akan menghubungi mama Bertha dulu". Meta langsung memeluk bundanya dan lagi- lagi menumpahkan tangisnya di sana.

***

Akhirnya setelah satu minggu berlalu Meta akan berangkat menuju ke rumah mama Bertha, dia adalah sahabat Rinta. Ketika ayahnya dirawat di rumah sakit dulu, diadititipkan dirumah mereka. Bertha selalu memperlakukan Meta dengan sayang, dia hanya memiliki 2 orang anak laki-laki. Jadi Meta selalu diperlakukan dengan penuh kasih sayang bagai anak perempuannya. Dan bagi Meta, kedua putranya bagaikan saudara laik-laki yang tidak pernah meta miliki. Mereka begitu posesif saat bersamanya.

"Bunda tidak apa-apa meta tinggal?" Sekali lagi Meta menananyakan pertanyaan itu, dia sebenarnya ingin meyakinkan lagi tentang keputusannya meninggalkan kota ini. Menjauh dari segala hal yang dapat mengingatkan tentang laki-laki itu.

"Bunda akan baik-baik saja, kejarlah kebahagiaanmu nak. Masih ada cara lain bagi kita untuk berkomunikasi. Jika ada waktu bunda akan menemuimu di sana." Senyum yang menghiasi bibir bundanya membuat hati Meta menghangat. Segera dilabuhkan tubuhnya ke pelukan hangat wanita yang melahirkannya tersebut.

***

Ray Pov

Entah Apa yang terjadi kepadaku, Aku merasa segalanya tidak berjalan dengan baik akhir-akhir ini.Dan seperti malam-malam sebelumnya aku memilih menghabiskan malam-malamku di salah satu club lRevannanku.

"Apakah kaca dirumahmu sudah pecah semua ray?" Tanya fendy sambil terkekeh geli melihat penampilanku malam ini. Akhir-akhir ini fikiranku sedang sangat kacau.

"Kenapa kamu diam saja van?" Tanya Adam kepada Revan

"Akhir-akhir ini aku tidak dapat menghubungi Meta, dia bahkan tidak lagi terlihat bersama teman-temannya di kampus. Bahkan mereka juga tidak tahu tentang keberadaannya." Jawab Revan

"Jangan bicara tentang gadis itu" Kataku penuh emosi, kembali aku menegak minuman yang ada dihadapanku. Aku tidak suka mendengar kata-kata Revan, lebih tepatnya aku tidak ingin mendengar nama itu dari mulut Revan. Hari-hari yang aku lalui memang sedikit berat, karenanya aku mudah tersulut emosi. Disamping aku harus menghandle perusahaan papa yang akhir-akhir ini sedikit bermasalah, aku juga harus berjuang menyelesaikan tugas akhirku. kuliahku secepatnya harus selesai sehingga aku tidak perlu membagi energy dan tenagaku untuk pekerjaan dan kuliahku. Aku yakin emosi yang tidak menentu ini disebabkan oleh kedua masalah itu. Ini tidak ada hubungannya dengan kejadian bersama meta beberapa waktu yang lalu. Hampir dua bulan, ya ini sudah dua bulan berlalu. Aku belum lagi melihatnya sejak hari itu. Tiba-tiba perasaanku menjadi sedikit tercubit, aku ingin melihatnya, sangat ingin melihatnya. Sepertinya pengaruh alcohol membuat aku sedikit tidak waras, bagaimana aku bisa menyimpan perasaan seperti ini untuk gadis itu, Ini sungguh tidak masuk akal.

Kuyakini ini hanya perasaan bersalah, namun perasaan breksek ini seakan membunuhku. Setiap malam aku selalu terbangun karena mimpi buruk. Suara tangis meta selalu membayangin malam-malam yang aku lewati. Itulah kenapa aku lebih sering menghabiskan malam-malamku bersama dengan 3 temanku di salah satu club langganan kami, seperti saat ini.

"Sebaiknya aku pergi." Aku melihat Revan segera berdiri dari tempat duduknya dan berlalu dari hadapan kami tanpa kata-kata lainnya

"Tidakkah kalian merasa Revan sedikit aneh akhir-akhir ini?" Tanya Fendi pada akhirnya ketika Revan telah menghilang di telan kerumunan orang-orang yang sedang berada di lantai dansa.

"Apa jangan-jangan Revan suka sama Meta ? Mungkin dia sedang patah hati."

"Mana mungkin playboy macam dia patah hati, paling dalam hitungan hari dia akan mendapat pengganti gadis itu" kata Adam

"Memang apa yang bisa disukai dari gadis sepertinya?" Aku yang mendengar perkataan Adam membuat aku bertambah jengkel. "Sebaiknya aku juga pulang" Aku sengaja menghindari percakapan yang menyangkut Meta. Sudah tidak ada lagi urusan antara aku dengannya. Apa yang aku rencanakan sudah berjalan sebagaimana mestinya.

Entah angin apa yang membawaku kesini, tanpa sadar mobil yang aku kendarai sudah berada tak jauh dari rumah Meta. Ingin sekali aku melihatnya, mengetahui keadaannya. Beberapa hari ini aku tidak mengunjungi rumah ini dikarenakan kesibukanku mengurus bisnis di luar kota. Sejauh ini aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan. Dengan alasan kesibukan, aku tidak pernah menemuinya secara langsung. Namun yang sebenarnya itu hanya tameng untuk menutupi sikap pengecutku, rasa takutku melihat kebencian dimatanya membuat nyaliku menciut untuk menemuinya. Saat itu karena kemarahanku melihat dia dekat dengan Revan membuat aku merusaknya. Ya merusaknya, aku memang laki-laki brengsek. 

Jalan BerlikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang