12

36 3 0
                                    

"Sebenarnya laki-laki atau perempuan sama aja sih, dan kamu tenang aja, aku juga udah nyiapin nama kalau anak kita ini perempuan. Reta, bagus kan?"

Meta tahu kemana arah pembiraan ini, dia ingin tertawa, namun mencoba menahannya. Menunjukkan wajah Datar, tingkat kenarsisan laki-laki ini memang tinggi.

"Kalau mau ketawa nggak usah di tahan gitu" Revan menatap lekat wajah Meta, dia tahu jika perempuan ini ingin tertawa mendengar usulan namanya.

"Hahahaha" Meta tak dapat lagi menahan tawa dan kemudian memukul bahu Revan pelan.

"Belanja yuk Ta, kan kandungan kamu udah masuh tujuh bulan. Jadi nggak apa-apa kan kalau kita mulai belanja keperluan si kecil. Nanti kalau perut kamu udah keburu besar, ntar kamu kecapekan kalau mesti jalan kesana kemari. Apa kamu mau aku aja yang milihin barang-barang si kecil"

"kan bisa belanja dari rumah"

"Nggak seru, lebih asik kalau kita milih secara langsung barang yang mau kita beli" senyum menghiasi bibir Meta

***

Meta bersyukur, hari-hari yang dia jalani saat ini dipenuhi oleh kasih sayang dari orang-orang terdekatnya. Sesekali bundanya datang menjenguk dirinya, bahkan bundanya sudah merencanakan untuk ikut pindah sementara, agar bisa menemaninya ketika melahirkan nanti. Tak pernah Meta dengar kabar tentang Rayyan sedikitpun, dan dia juga tidak pernah mencari tahu, baik itu melalui Revan maupun bundannya.

"Nggak terasa ya nak, kandunganmu udah 8 bulan. Bentar lagi lahiran, banyak gerak, jangan malas" ujar Bertha kepada meta yang kala itu sedang menemaninya membuat makan malam

"Iya ma"

"revan ikut makan malam di sini kan?" Bertha yang masih berkutat dengan masakannya dan Metha tengah mempersiapkan bahan membuat sambal.

"Nggak usah ditanya lagi ma, bukannya tiap hari dia memang menumpang makan di sini?"

"Kayak kamu nggak numpang aja di sini dhek" Suara gilang menginterupsi pembicaraan Meta dan mamanya.

"Trus kak gilang nggak ikhlas githu" Meta cemberut mendengar perkataan kakaknya tersebut

"udah mau jadi ibu juga, masih merajuk" Gilang mencubit hidung Meta dan segera duduk di samping adik perempuannya tersebut.

"dhek, terima gih si Revan. Kasihan anak orang di gantungin githu."

"Apaan sih kak?"

"dibilangin juga, lagipula orang tuanya juga udah setuju kan?"

"hmm.." Ya beberapa kali mama Revan menemui Meta. Menanyakan beberapa hal sebelum akhirnya dia menceritakan permohonan Revan agar di ijinkan untuk mempersunting dirinya. Saat itu tentu saja Meta merasa kaget, bahkan dia merasa tidak pernah mengiyakan ajakan menikah Revan. Awalnya pertemuan dengan mama Revan, beliau menunjukkan ketidaksukaannya terhadap meta, Setelah beberapa kali bertemupun, beliau belum merubah cara memandangnya. Namun minggu lalu, papa dan mama Revan datang menemuinya untuk mengatakan bahwa mereka merestui hubungannya dengan Revan. Saat itu Meta tidak bisa mengatakan apa-apa, bahkan dia dan Revan tidak berada dalam hubungan seperti yang dimaksudkan kedua orang tua tersebut. Namun entah mengapa, saat itu dia juga tidak membuka mulut, untuk mengatakan kenyataan sebenarnya.

"Jangan menambah fikiran adhek kamu, lagian ya dia udah mau lahiran, jangan sampai di bawa stress. Biarkan fikirannya rileks dan fokus pada persiapan kelahirannya nanti." Bertha menegur Gilang, dan hanya dihadiahi oleh cengiran anaknya tersebut.

"Iya, maaf"

***

Hari ini Meta ada temu janji dengan mama Revan

"Udah lama nunggu ta?" itu suara tante Mirna, segera Meta berdiri dari duduknya untuk menyalaminya

"belum kok tante" Segera setelah Mirna duduk, meta juga ikut duduk dihadapan perempuan tersebut.

"Kamu sudah pesan" Mirna bertanya pada Meta saat pelayan memberikan buku menu kepadanya

"udah tadi" segera Mirna menyebutkan pesanan makanannya.

"Kamu sudah memikirkan entang hubunganmu ke depan dengan revan"

Meta hanya tersenyum kikuk mendengar pertanyaan Mira.

"Sebentar lagi kamu akan melahirkan, tante nggak masalah jika kalian menikah dulu, resepsi bisa dilaksanakan setelah anak tersebut lahir."

"Tante, sebelumnya saya minta maaf, saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan tante sekeluarga. Tapi saya dan Revan tidak sedang menjalin hubungan selain pertemanan. Dan saya tidak ingin bersikap egois dengan mengorbankan revan."

"Apakah dengan cara seperti ini kamu tidak bersikap egois juga? Kamu tidak tahu apa yang sudah revan lakukan untuk meyakinkan kami menerika kamu. Apakah menurutmu akan mudah bagi kami, terutama saya menerima semua ini? Awalnya aku mengira jika Revan telah gila, mungkin saja dia di guna-guna. Atau dia sengaja dijebak dengan kehamilan kamu. Namun awal pertemuan denganmu, aku sudah yakin jika kamu tidak akan melakukan itu semua. Meski aku masih belum bisa menerima keinginan revan. Namun saat melihat tekad dan kesungguhannya selama beberapa bulan ini..." Mirna mengeha nafas,mengingat bagaimana keras kepalanya anak keduanya tersebut.

"Dia tidak pernah seperti itu, dia yang awalnya kami pikir akan menjadi anak yang manja dan tidak bertanggung jawab, menunjukkan kesungguhan yang membuat kami yakin jika kamu bisa membuat dia menjadi seseorang yang lebih baik. Dia berubah, ke arah yang lebih baik, sangat baik malah. Karenanya kami berfikir jika ini sudah menjadi suratan yang digariskan oleh Tuhan. Kami akan menerimamu, dan anak yang ada di kandunganmu"

Meta hanya diam, namun air matanya tak berhenti keluar saat mendengar kata-kata mama revan.

"Saya bisa merasakannya, meski kamu berusaha menyangkal dan menyembunyikannya. Kamu mencintai Revan kan?"

Jalan BerlikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang