14

39 4 0
                                    

Akhirnya Meta mengikuti Revan tinggal di Jakarta, cabang usaha yang Revan kembangkan di Malang diserahkan tanggung jawabnya ke Galang. Meta menjalani harinya dengan tenang, merawat putra semata wayangnya sudah membuat dia cukup sibuk. Sesekali dia bertandang mengunjungi ibunya maupun orang tua Revan. Agam tidak kekurangan apapun, baik secara materi maupun kasih sayang. Meta selalu bersyukur dengan semua ini, memiliki suami yang pengertian dan menerima apa adanya. meski masih ada beberapa orang yang mencibirnya, namun dia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya.

"Yang, udah lama kan aku nggak ketemu sama temen-temen kuliah. Rencananya akhir pekan ini aku mau kumpul sama mereka, sekalian ngenalin kamu sebagai istri aku. Mereka pasti kaget kalau tahu aku udah nikah, apalagi jika mereka tahu kalau istri aku itu kamu" Revan mengatakannya dengan senyum bahagia, tanpa memperhatikan wajah Meta yang sedikit khawatir.

"Siapa aja yang datang?"

"Adam, Fendi, sama anak-anak lain juga. Kamu kenal kok sebagian besar dari mereka. Tapi kalau kamu masih inget sih" Revan tersenyum memandang istrinya penuh rasa cinta.

"Katanya Rayyan juga bakal balik ke Indonesia, kalau waktunya tepat kayaknya dia juga bakal datang" Hati Meta terasa di hantam sesuatu, wajahnya pias, seakan aliran darah terhenti di sana.

"Rayyan?" kata Meta lirih.

"Iya, kenapa?" melihat wajah Meta yang berubah karena mendengar nama Ray membuat dia merasa khawatir.

"Paling dia udah berubah yank, nggak akan ngangguin kamu lagi. Lagipula ada aku yang bakal jagain kamu" Revan seakan tidak mengetahui ketakutan Meta yang sebenarnya.

Meta berfikir apakah ini saatnya baginya untuk memberitahukan semua kebenaran kepada suaminya. Memang salahnya karena tidak menyelesaikan semua ini sebelum mereka menikah. Sekarang Meta dirundung perasaan binggung.

"kamu kenapa yank?" tanya revan khawatir

"maaf, aku nggak apa-apa kok" rasa bimbang kembali menyelimuti, dia belum berani menyatakan kebenarannya. Dulu saat Meta ingin membicarakan masalah ayah kandung Agam, revan mengatakan bahwa itu tidak penting. Sekarang rasanya ini menjadi semacam bumerang bagi dirinya sendiri.

"Yank, kamu nggak bisa bohongin aku. Kenapa? Ada sesuatu yang ingin kamu katakan"

Meta memandang Revan lama sebelum akhirnya menunduk dan menghembuskan nafas kasar.

"Aku nggak mau ikut kamu" katanya lirih, namun Meta yakin suaminya bisa mendengarnya.

"kenapa?" tanya Revan Lembut memeluk istrinya, dia merasa saat ini istrinya sedang membutuhkan perhatiannya.

"Nanti repot, agam sama siapa?"

"ya diajak lah yank"

"Nanti kalau rewel gimana? Lagian kamu dah lama nggak ketemu sama mereka kan? Nanti malah nggak nyaman kalau sama aku"

"yang lain juga bawa pasangan kok, kamu mau aku di kira masih sendiri?"

"Kenapa sih? Yank"

"Aku nggak mau ketemu sama dia"

"Siapa?" Revan menjauhkan tubuh Meta agar bisa melihat raut wajah istrinya itu. "rayyan?" akhirnya Revan memilih menyebutkan nama orang yang dimaksud setelah menunggu jawaban dari istrinya yang tak kunjung keluar. Dan Meta hanya menganggukkan kepala membenarkan tebakan suaminya.

"Sayang..."

"Dia ayah kandung Agam" Hati Meta berdesir sakit saat mengucapkan kalimat tersebut. Dia mengucapkannya dengan cepat sebelum rasa takut menguasai dirinya kembali.

"Apa?!" Meta menangis dan Revan hanya bisa menarik istrinya ke dalam pelukannya. Apa yang di samoaikan Meta terasa menghantamnya. Dulu memang Rayyan menunjukkan ketidaksukaannya pada Meta, namun dia tidak pernah berfikir jika Ray sampai melakukan hal itu kepada Meta. Saat kepergian Meta dulu Revan sempat terpuruk, saat itu kondisi Rayyan juga tidak lebih baik, namun dia kira semua itu karena tanggung jawab pekerjaan yang di tanggung Rayyan.

"Bagaimana jika dia tahu dan ingin mengambil Agam dari kita?"

"Agam adalah putra kita, tidak ada yang bisa mengambilnya dari kita. Kamu tenang aja" hibur Revan, dalam hatinya dia akan memberikan pelajaran kepada Rayyan karena telah berani menyakiti Meta seperti ini.

tbc

Jalan BerlikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang