20

43 1 0
                                    


Revan menemani Meta hingga dia sadar sepenuhnya. Dia merasa sangat bersalah, karena kesibukannya dikantor, dia tidak sempat lagi mencuri-curi waktu untuk sekedar menemani istrinya. Semua waktu sengangnya di monopoli oleh mamanya dan Shella.

"sayang, kamu baik-baik saja? Mana yang sakit." Revan tentu sangat khawatir, dia juga sedih karena harus kehilangan calon anaknya. Bahkan sebelum dia mengetahuinya.

Meta hanya menatap revan dengan pandangan tidak perduli.

"Aku mau pulang"

"Tunggu sebentar ya, aku akan mengurus administrasinya terlebih dahulu. Kamu makan di temani bunda ya" tidak ada jawaban dari Meta, dan Revan segera meninggalkan Meta bersama bundanya.

"Kamu jangan seperti ini, Revan juga merasa kehilangan, sama seperti kamu."

Tapi dia tidak ada saat aku membutuhkannya

***

Meta meminta bundanya pulang ke rumah terlebih dahulu, dia ingin berbicara dengan suaminya. Namun sesampainya di rumah, pemandangan yang tidak ingin Meta lihat sudah ada di depannya.

"kamu kenapa di hubungi nggak pernah bisa? Kamu nggak tahu apa jika Shella menghawatirkanmu"

"Meta permisi masuk ma" Meta segera berlalu dari depan ibu mertuanya, mendengar nama perempuan itu di sebut membuat dia marah. Dia sedang ingin bersikap egois kali ini, dia tidak ingin memperdulikan orang lain. Dia hanya ingin memikirkan perasaannya sendiri.

"Lihat dia, nggak punya sopan santun sama sekali" Mirna melirik kesal ke arah Meta yang tidak menghiraukanya.
"Ma, Meta sedang sakit" Revan mencoba membela meta, entah mengapa akhir-akhir ini Revan merasa mamanya selalu berusaha mencari kesalahan Meta. Menjelek-jelekannya dihadapan revan.

"Halah, paling itu Cuma akal bulusnya aja menarik perhatian kamu"

"Dia baru saja keguguran ma" revan masih berusaha menjaga intonasi bicaranya, semarah apapun, wanita yang ada dihadapannya saat ini adalah ibu kandungnya. Dan dia harus tetap menghormatinya.

"APA?? kamu yakin jika itu anak kamu?" Meta menghentikan langkahnya mendengar kata-kata ibu mertuanya.

"MAMA.."Revan tidak sengaja menaikkan volume suaranya, dia tidak terima mamanya mengatakan hal-hal seperti itu.

"Kenapa? Kamu juga mendengar sendiri kan jika dia sering bertemu dengan papanya Agam, siapa yang tahu apa yang mereka lakukan? Toh kamu tidak pernah menemaninya kan." Meta memejamkan matanya dan pergi menjauh dari sana. Ternyata seperti itulah mereka memandang dirinya selama ini.

"Mama, hentikan. Meta bukan perempuan seperti itu"

"benarkah, dulu dia juga hamil di luar nikah. Jangan-jangan dulu dia tidak diperkosa, tapi memang sama-sama..."

"MAMA.." Revan tidak tahan mendengar ucapan mamanya, dia tahu benar orang seperti apa Meta.

"Tuh kan, kamu berani membentak mama demi perempuan itu."

"Maafkan revan ma, tapi kata-kata mama sudah melewati batas. Sebaiknya mama pulang"

"Bagaimana dengan Shella?"

"Kalau mama khawatir dengan Shella, tolong mama temani dia. Revan akan menemani Meta hari ini."

"terserah kamu." Mirna segera berlalu dari rumah anaknya.

Setelah memastikan mamanya pergi, Revan bergegas memasuki rumah dan mencari keberadaan Meta. Dia begitu kaget saat melihat Meta memasukkan baju ke dalam tas.

"Kamu mau kemana?"

"Sementara waktu aku mau tinggal di rumah bunda"

"Kenapa?"

"biar kamu nggak perlu khawatir sama aku, ada bunda yang jagain aku. Jadi kamu bisa pulang buat jagain Shella."

"Sayang..." Revan berusaha merengkuh tubuh istrinya, namun meta menghindarinya.

"Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu lagi hamil? Bahkan jika mama tidak menelfonku tadi, aku nggak akan tahu kondisi kamu."

"aku nggak mau bikin kamu khawatir"

"kamu masih menganggap aku suami kamu kan ta?"

"Bukankah seharusnya aku yang tanya seperti itu. Apa kamu masih menganggap aku istri kamu. Aku pengen egois tentang kamu, tapi aku nggak bisa. Bahkan kamu nggak datang saat aku minta, aku udah menghubungi kamu untuk mengabarkan semua itu"

"Kapan? Maafkan aku sayang, akhir-akhir ini aku sibuk. Masalah kantor sangat pelik, belum lagi sikap Shella yang terlampau manja. Aku..."

"sudahlah, semua sudah berlalu. Toh anak ini juga sudah nggak ada."

Revan mencengkram lengan Meta

"Kamu nggak bisa bilang seperti itu"

"Lalu apa? Anak kita memang sudah nggak ada kan?"

Melihat air mata Meta membuat Revan menjadi merasa bersalah. Tidak seharusnya dia membicarakan hal ini saat ini. Di saat kondisi istrinya sedang terpuruk,dilihatnya wajah pucat istrinya, tatapan matanya begitu kosong. Dipeluknya tubuh Meta erat, mencoba menguatkan hati istrinya.

"istirahatlah terlebih dahulu, aku akan meminta Sarimenyiapkan baju Agam. Besok akan ku antar kamu ke rumah bunda." Setelahmemastikan Meta merebahkan tubuhnya ke ranjang, Revan segera keluar kamar. Diatidak tega melihat kondisi Meta yang seperti itu.    


Tbc

Jalan BerlikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang