7

41 4 0
                                    


Semalaman Meta memikirkan cara untuk memberitahukan kabar kehamilannya ke kedua kakaknya. Menceirakan semua tanpa membuat mereka merasa kecewa, meski itu tidak mungkin. Menutupi kenyataan ini juga tidak memungkinkan, perutnya akan semakin membesar. Kedua kakaknya akan semakin marah jika mengetahui belakangan. Pikiran yang berkecamuk membuat Meta baru bisa tertidur selepas subuh. Meski ketika dia memasuki kamar dia sudah merasakan kantuk, tetapi pemikiran-pemikiran yang terlintas di kepalanya mengenai reaksi kedua kakaknya membuat dia terjaga semalam suntuk. Matahari yang mulai meninggi mulai menembus jendela kamarnya. Seharusnya dia tidak merasakan silau karena kain penutup yang lumayan tebal pada jendelanya, namun dirasanya kulitnya semakin menghangat seiring waktu. Dibukanya perlahan matanya, seketika dia menutup mukanya mengahalau silau yang menusuk mata.

"Bangun, anak cewek kok bangunnya siang banget. Sholat nggak tadi?" Meta menurunkan tangannya dan memandang laki-laki yang tengah duduk di ujung ranjangnya.

"udah siang banget ya kak?" Kata Meta seraya bangun dan menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang

"bangun dulu, kakak Gilang dan mama udah nunggu di bawah" Setelah memastikan Meta bangun dan menggiringnya ke kamar mandi, galang segera berlalu keluar dari kamar Meta.

Saat Meta turun, dia mendapati suasana ruang makan yang sangat ramai. Jika biasanya hanya ada dirinya dan Mamanya yang mengisi ruangan itu, sekarang ruangan itu terasa lebih hidup dengan kehadiran kedua laki-laki yang tengah bercanda dengan mamanya.

"Sini dhek, kak Gilang udah bikini susu coklat kesukaan kamu" Kata Gilang seraya menunjuk segelas susu yang ada di seberangnya duduk dengan dagu. Meta hanya menanggapinya dengan senyuman dan segera duduk di hadapan Gilang.

"Makan yang banyak biar cepet Gedhe" Meta menatap Gilang yang ada didepannya dengan mata yang berkaca-kaca. Entahlah, dia merasa sangat sensitive akhir-akhir ini.

"Kok malah nangis sih?" Bertha segera menghapus air mata yang menetes di pipi Meta dan kemudian menggenggam tangannya. Bukannya reda, tangis Meta malah semakin menjadi.

"Udah nggak usah difikirkan" tak dihiraukan lagi oleh meta siapa yang mengatakan kata-kata tersebut. Saat ini ketiga orang tersebut sedang berusaha untuk menenangkannya.

"Mama harap kamu tidak marah, tapi mama sudah menceritakan kondisi kamu sama mereka."

Meta menatap lama wajah mamanya dan kemudian beralih ke kedua kakaknya. Perasaannya campur aduk, ada perasaan malu yang tiba-tiba menggelayuti. Ditundukkannya kepala dalam, dalam berusaha menyembunyikan bulir air mata yang perlahan menetes.

"Kita akan menghadapi ini sama-sama, kamu tidak perlu merasa sendiri." sebuah pelukan yang hangat dirasa mulai menyelimuti tubuhnya. Dibenamkannya wajahnya ke dada Galang yang memeluknya erat.

***

Beberapa hari ini meta merasa sungguh terhibur dengan keberadaan kedua kakaknya. Mereka selalu memanjakan dirinya, bahkan terlalu berlebihan sikapnya. Gilang mengambil cuti selama beberapa hari setelah menyelesaikan laporan proyek yang dia kerjakan sebelumnya. Sedangkan Galang belum ada tanda-tanda akan kembali bergulat dengan kuliahnya.

"Kak Galang, kok masih betah di sini sih?"

"Kenapa? Kamu mau ngusir kakak dari rumah kakak sendiri?" kata-kata Galang sedikit sinis, namun Meta tahu, jika dia hanya bercanda.

"ya nggak githu juga kali, nanti nggak selesai lho kuliahnya"

"Sok tahu kamu dhek"

"Bener kata Meta, kalau kamu udah kelar pekerjaannya, kamu bisa segera balik ke sini. Nyari kerja di sini aja, nemenin mama sama Meta." Meta tersenyum mendengar perkataan mamanya. Dia segera menyusupkan tubuhnya memeluk mamanya tersebut.

"Inget dhek, kamu tu dah mau punya anak, masak masih manja githu."

"Biarin, bilang aja kak Gilang kesel karena mama aku monopoli" Meta menjulurkan lidahnya bermaksud mengejek Gilang. Dan akhirnya sebuah bantal kecil melayang ke kepala Meta.

"Apa sih? Malah pada berantem" Tegur Galang yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Kak Galang juga nih, udah berangkat kerja aja. Di rumah juga masih ngurusin kerjaan, buat apa cuti."

"Kesel deh lama-lama sama ini anak, tadi aku yang di usir, sekarang galang yang juga. Minta di gelitikin nih" secepat kilat gilang menerjang tubuh meta dan teriakan Meta agar kakanya itu berhenti mengelitinya. Bertha memukul lengan anaknya agar menghentikan apa yang dilakukannya.

"Udah, lihat tuh Meta sampai nangis githu" Galang segera menarik Gilang agar menjauhi Meta yang tertawa terpingkal-pingkal hingga mengeluarkan air mata.

"Aduh"

"kenapa?" Tanya Bertha kepada Meta yang memegangi perutnya

"Keram ma"

"Kamu sih Gilang, Udah sini berbaring aja"

"Maaf ya dhek" Gilang merasa khawatir dan dia terlihat sangat merasa bersalah.

"Nggak apa-apa kak, Nggak usah khawatir"

Tbc

***
Jangan lupa meninggalkan jejak ya..
Terimakasih

Jalan BerlikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang