18

38 3 0
                                    

Revan memasuki rumahnya dengan segera, dia ingin menemui istrinya dan menjelaskan duduk masalah yang sebenarnya. Namun saat mencapai pintu kamarnya, perasaan takut membuat dia ragu membuka pintu itu. Dibulatkannya tekad untuk membuka pintu itu, dilihatnya Meta duduk di kursi dekat jendela. Tatapannya kosong melihat ke arah luar. Wajahnya terlihat sembab, dan itu membuat hati Revan menjadi kacau karena merasa bersalah.

"Sayang, Aku.. aku minta maaf" Revan bersimpuh disamping istrinya dan memeluknya "Aku akan membereskan masalah ini segera"

"Dengan memaksa dia menggugurkan kandungan? Sejak kapan hubungan kalian dimulai?" Meta tersenyum sinis.

"Aku ridak pernah memiliki hubungan apapun dengannya... saat itu aku mabuk yank, beneran aku nggak ada niat buat menghianati kamu"

"Aku tahu seperti apa rasanya hamil di luar nikah, mendengar cemoohan orang, direndahkan. Aku tahu rasa sakitnya. Tapi aku juga rasanya tidak siap menerima dia dalam pernikahan kita. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan? Bisakah aku kembali ke rumah bunda sementara waktu? Maafkan aku tapi.. entahlah.. aku ingin sendiri."

"aku akan tidur di apartemen, kamu tetaplah di rumah"

"Dan kamu bisa dengan leluasa bertemu shella? Apakah karena itu kamu selalu pulang malam?karena dia?" airmata Meta terus mengalir sembari mengeluarkan kata-kata tersebut.

"Demi Tuhan ta.. bukan seperti itu." Revan menjambak rambutnya frustasi, meyakinkan istrinya terasa sangat sulit saat ini. Dan dia menyadari jika itu semua adalah kesalahannya.

***

Masalah menjadi semakin pelik ketika tak berselang lama orang tua Revan mengetahui kabar kehamilan Shella. Mereka ingin Revan menikah dengan Shella, bagaimanapun anak yang dikandung oleh perempuan itu adalah cucu mereka, begitulah alasan mereka. Tentu saja hal itu membuat hati Meta terasa sakit. Namun dia hanya bisa diam tanpa mengutarakan apapun. Dia berusaha menerima semua keputusan yang di buat, meski itu mencabik-cabik hatinya. Itulah kelemahan Meta kala menghadapi keluarga Revan. Dan Revan tak membantu sama sekali, entah apa yang dibicarakan oleh orangtuanya sehingga dia hanya menuruti mereka dan memohon pengertian dari Meta

Dia menyadari, perubahan sikap keluarga suaminya sekarang, mertuanya terlihat memanjakan Shela dengan banyak perhatian. Jika dulu sesekali mereka menghabiskan akhir pekan bersama, sudah sebulan lebih setelah pernikahan Revan dan Shella mereka tidak lagi datang ke rumah Revan dan Meta. Mereka selalu datang ke rumah Shella, karena Revan selalu ditelpon un tuk datang ketika dia ada dirumah. Akhirnya dia lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan Agam dan Ibunya di akhir pekan.

Bagi Agam, hal itu tidak terlalu mempengaruhinya, karena dia memiliki sosok Rayyan sebagai gantinya. Dan bagi Meta, saat-saat seperti ini terasa menyiksanya. Karena meskipun Revan selalu ingin menemaninya, namun ada saja cara Shella yang membuat Revan memilih meninggalkannya. Jika Revan menolak, maka orang tuanya lah yang akan menghubunginya. Dan pada akhirnya Meta jugalah yang disalahkan. Meski merasa tidak adil, namun Meta berusaha menerimanya dengan lapang dada. Seperti kata mertuanya, Shella sedang hamil dan membutuhkan lebih banyak perhatian dari Revan dibandingkan dengan dirinya. Namun tetap saja Meta masih merasa bersyukur karena Revan sering mencuri-curi waktu senggangnya untuk sekedar menghabiskan waktu sebentar dengannya.

***

"sayang. Aku pulang" Revan memeluk tubuh istrinya dengan erat, menghirup aroma Meta dengan rakus. Ada rasa rindu yang ingin dia tuntaskan, namun juga ada rasa gelisah yang ingin dia hapuskan. Beberapa hari ini pekerjaannya amat banyak, belum lagi Shella yang bersikap sangat manja kepadanya. Dia bahkan hampir tidak memiliki waktu untuk istri tercintanya ini.

"ini masih jam kerja, kenapa malah di sini?" Meta menatap wajah Revan yang masih memeluknya

"Kamu tidak suka jika aku pulang? Padahal aku sangat merindukanmu" Revan bersikap merajuk kepada Meta, dia hanya bersikap seperti ini kepada Meta, bahkan kepada Shella pun tidak,. Dia malah lebih sering bersikap dingin dan mengacuhkannya. Meski dia harus selalu terjebak bersamanya, ini semata demi Meta, agar tak selalu di marahi oleh mamanya. Dia tidak ingin orang yang dicintainya di salahkan atas sikapnya. Sudah cukup luka yang ia berikan, dia tidak ingin menambahnya.

"aku juga merindukanmu" Meta menyurukkan wajahnya ke dada bidang revan. Dia menahan tangis yang siap pecah. Terkadang dia merasa begitu sesak saat pemikiran tentang kehidupannya kini datang. Kenyataan bahwa dia bukan lagi satu-satunya perempuan yang ada dalam hidup suaminya membuat segalanya semakin kacau.

"tadi aku makan siang dengan klien di sekitar sini, jadi aku sekalian mampir. Di mana Agam?"sementara ini Revan hanya bisa mencuri waktu seperti ini untuk menemui istrinya.

"sudah tidur siang"

"Rayyan masih sering ke sini?"

"Iya, Kenapa? aku kan selalu mengabarimu jika dia datang"

"tidak apa-apa" Revan memeluk kembali istrinya, sementara Meta merasa heran dengan sikap suaminya.

TBC

Jalan BerlikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang