PERPISAHAN

93 1 0
                                    

PERPISAHAN

Aaamiiiiinnnn.... Kuakhiri doa ma'suratku. Semburat mentari mulai masuk dari celah-celah kamarku. Aku masih enggan beranjak dari atas sajadah. Al-Quran di atas meja tak jauh dari hadapankupun enggan kuraih. Bukan karena malas. Tapi pikiran dan anganku masih mengawang menelusuri setiap sudut kamar. Ingin rasanya berlama lama di kamar ini. Tak ingin berpisah. Hari ini berbeda dengan hari yang lainnya.

Kakak datang semalam dari Depok. Ibu, kakak dan aku diskusi panjang lebar tentang masa depanku sampai tengah malam. Dan keputusannya aku harus ikut kakak ke Depok. Berat memang meninggalkan ibu sendiri di rumah. Tapi itu sudah menjadi keputusan. Aku menurut saja. Mungkin itu yang terbaik untukku.

Insya Allah pagi ini kami berangkat dengan kereta CIREX pemberangkatan pukul 8 pagi. Ada waktu 2 jam untuk packing apa yang akan kubawa. Kubuka lemari memilih pakaian yang pantas.

" nduk ... nduk .....!" Suara ibu dibalik pintu. Aku bergegas membuka pintu, wajah ibu terlihat disana. Guratan wajah, sorot mata dan seyum tipisnya yang aku hafal. Tapi pagi ini berbeda, guratan, sorot matanya juga seyumnya sangat sulit untuk menebaknya. Aku tak tahu arti maknanya.

Ibu masuk ke kamarku membantu melipat pakaian yang ada di atas kasur. Tak ada kata yang terucap. Apa yang ada benaknya akupun tak tahu. Aku ingin memecah keheningan ini. Tapi aku tak tahu harus memulai dari mana. Tiba-tiba.

" nduk....! nanti kamu harus manut sama masmu, karena sekarang kamu sudah menjadi tanggung jawab masmu. Tinggallah selama kamu mau.. " aku tak bisa menjawab walaupun sepatah kata. Aku hanya bisa mendengar sembari memasukan pakaian yang sudah rapi ke dalam tas.

Aku peluk ibu erat-erat. Ingin rasanya tak berpisah darinya. Tak terasa buliran air hangat menyusuri tepian hidungku. Tak tertahan. Ibu membalas pelukanku erat. Kami memang tak ingin berpisah, 25 tahun bukan waktu yang sebentar. Kami selalu bersama. Apalagi setelah almarhum ayah meninggalkan kami 5 tahun lalu. Tinggal kami berdua yang tinggal dirumah ini. Kakak-kakakku tinggal diluar kota semua.

Ibu melepas pelukannya, tangannya yang lembut menghapus air mataku.

" tak terasa kamu sudah besar nduk!..., kini waktunya kamu mencari pengalaman hidup. Mengamalkan ilmu yang selama ini kamu timba di bangku kuliah. "

Aku hanya bisa menatap wajah ibu erat-erat. Wajah yang takkan pernah hilang dari ingatan. Selalu nampak terlintas di benak walau sesaat. Wajahnya menyimpan makna yang dalam memberi semangat. Kata-katanya terngiang membuncah kerinduan. Semoga wajah itu dalam lindungan dan ridho-Mu Ya Allah. Amin

Dari sorot matanya terlihat terasa berat melepas kepergianku. Walau bukan kali ini saja ibu ditinggal anak-anaknya. Kakak-kakakku lebih dulu meninggalkan ibu karena harus tinggal di luar kota, karena tuntutan pekerjaan atau mengikuti suami. Tinggal aku sendiri, hanya berdua dengan ibu. Sampai-sampai aku hanya bisa melanjutkan studi di kota kelahiranku. Hanya karena untuk menemani ibu. Ibu beranjak dari tempat tidur

" beres-beresnya jangan kelamaan nduk... ! kamu belum mandi dan sarapan. Nanti kamu naik kereta CIREK yang pagi. Jangan sampai ketinggalan nanti masmu ngambek " ada senyum tipis disudut bibirnya.

Hatiku terhibur dan lega mendengarnya. Aku teringat dengan kata ' ngambek masmu ' kejadiannya sudah lama sekali, aku hampir lupa. Waktu itu liburan sekolah, aku masih SMA kelas 2.

Aku diajak liburan ke Jakarta. Kakak belum pindah ke Depok. Rencana itu diundur satu hari sebab aku. Kereta sudah berangkat selang lima menit ketika kami baru sampai stasiun. Kakakku ngambek setengah mati tak mau berbicara denganku. Kakak menyalahkanku karena bangun kesiangan ( maklum lagi ngga sholat ) ditambah dandan yang kelamaan. Tapi aku masih beruntung. Kakak ipar membujuk kakakku tuk mengganti tiket dengan tiket untuk pemberangkatan besok dengan kereta dan tujuan yang sama. Tapi itupun dengan syarat, aku mendapat hukuman. Aku harus belajar masak dengan kakak ipar selama liburan di Jakarta.

Dua SisiWhere stories live. Discover now