Pulang Kampung

12 1 0
                                    

Pagi ini aku berangkat mengajar seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada yang istimewa. Dengan tas hitam di punggung berisi laptop, buku pelajaran dan ATK. Melangkahkan kaki dengan pasti, menapaki jalan kehidupan yang masih panjang. Menunggu angkot di sisi jalan yang akan mengatarkanku ke tempat tujuan yaitu sekolah.

Angkot yang kutunggu telah nampak. Aku masuk dan duduk di antara penunmpang yang semuanya pelajar. Tapi ada satu perempuan yang duduk di pojok menggunakan gamis dan kerudung lebar. Aku cuek.

Setelah 10 menit, aku sampai tujuan kemudian turun dan menyerahkan ongkos ke supir dan ternyata perempuan itupun ikut turun. Kupercepat langkah tak ingin terlambat seperti hari kemarin. Perempuan itu berjalan di belakangku menunduk nampak malu. Aku masuk gerbang sekolah pas bel berbunyi. Tanda masuk kelas dan gerbang sekolah ditutup. Perempuan itu masih dibelakangku. Aku baru melihatnya

" apakah guru baru ? " tanyaku dalam hati.

Aku mengajar di sekolah ini belum genap satu tahun, masuk ketika ajaran baru tahun kemarin. Setelah menamatkan study S1 di salah satu lembaga pendidikan tinggi di Jakarta. Mengajar di sekolah ini untuk berbagi ilmu dan menimba pengalaman. Tak ada niatan untuk selamanya mengajar disini.

Dunia mengajar bukan hal yang asing bagiku, semenjak duduk dibangku aliyah aku sudah mengajar tsanawiyah. Maklum di kampung keberadaan guru sangat kurang disamping gajinya yang minim. Hitung-hitung belajar dan rasa ta'zhim pada Pak Kyai di pesantren. Tapi di sekolah ini aku merasakan model pendidikan yang baru, yang lebih terpadu dan modern kata orang bilang.

Dering hp berbunyi tanda ada pesan yang masuk

" kepada rekan-rekan guru diharapkan kehadirannya dalam rapat pekanan ba'da jam mengajar " kubaca pesan itu.

Pesan yang senantiasa masuk di akhir pekan. Kulanjutkan kegiatan belajar Al-Qur'an, mentalaqi kata demi kata, ayat demi ayat surat Abasa. Mengajari siswa yang belum mahir membaca harus menggunakan metode talaqi. Walaupun berat dan dengan tenaga ekstra ditambah dengan siswa yang aktif bergerak membutuhkan kesabaran ekstra tinggi dan ketelatenan yang pajang. Tapi alhamdulillah kelompok halaqohku adalah yang paling semangat. Baru 3 bulan di semester ini sudah mendapatkan 3 surat. Keseharian dengan anak-anak, bergelut dengan dunia pendidikan mempunyai kenikmatan tersendiri. Kulakukan semua ini setiap hari.

Akhir pekan yang melelahkan. Hari ini hampir tidak ada jam yang terlewatkan, full.

" pak tasmi ya....! " cegat sang waka ketika aku baru masuk ruang rapat.

Kubalas dengan senyuman sebagai tanda setuju. Ruang rapat mulai ramai. Guru satu persatu mulai berdatangan termasuk perempuan itu. Perempuan yang pernah kulihat di angkot dan mengikutiku ke sekolah.

Dia duduk di sisi paling kanan di antara ibu-ibu. Acara rapat sudah dibuka oleh salah seorang guru dari kami. Aku maju ke depan untuk membuka rapat dengan tasmi' Al-Qur'an surat Al-Insan. Ayat demi ayat kulantunkan, sesekali melihat ke arah guru peserta rapat. ' sring ' ada desiran halus menyentuh dalam dada ketika tanpa sadar bersitatap dengan dia. Kosentrasi sedikit pecah, membuyarkan bacaanku. Aku beberapa kali beristigfar dalam hati menenangkan gejolak yang ada agar bacaanku bisa selesai hingga akhir surat dengan selamat.

Walau hanya 2 detik tapi itu sudah mengganggu kosentrasiku. Setelah selesai aku kembali ke tempat duduk. Ada pesan masuk

" aa.... da pesan dari mamah.... kapan pulang..? " Pesan yang dikirim adik di kampung. Pesan yang mengusik pikiranku. Sudah 3 bulan terakhir ini aku belum menengok orang tua di kampung. Semenjak kuliah dan bekerja, aku rutin pulang kampung dua bulan sekali, tak lebih. Walau hanya sekedar melihat kondisi kedua orang tuaku. Tapi kali ini sudah 3 bulan belum juga menengok mereka.

Dua SisiWhere stories live. Discover now