Rindu

14 1 0
                                    

Setelah bada subuh kami siap-siap berangkat ke Depok, kakak menyeapkan mobil dahulu. Sembari menunggu kami , kakak menghubungi keluarga di Kuningan. Semua berjalan lancar dan kakak memberi isyarat untuk pamit pada ibu. Mbakyu, kakakku dan kedua anaknya berpamitan pada ibu saling berpelukan. Ada rasa haru menyelimuti hatiku dan aku menghampiri ibu yang tertegun memandangku. Kupeluk ibu erat, ini kali kedua aku berpamitan hendak kembali ke Depok.

" insya Allah sebelum lebaran haji kamu akan mendapatkan yang terbaik " bisik ibu.

Mendengarnya aku semakin tak kuasa menahan air mata beranak sungai.

" doakan saja bu ! " balasku lirih.

Aku tak percaya dengan apa yang ibu baru bisikan, sama seperti apa yang aku sampaikan kepada mbakyu. Mobilpun akhirnya berjalan meninggalkan ibu sendiri seperti hari-hari sebelumnya. Kembali ke Depok dengan rutinitas seperti biasa, mengajar dan mengajar. Bertemu dengan teman-teman seperjuangan, menyiapkan generasi mendatang.

Baru seminggu mengajar seperti ada yang kurang, ada yang janggal, seperti masakan tanpa garam atau seperti pecel tanpa sambal. Hambar terasa di lidah. Rapat rutin ia tak terlihat, ingin mencari tahu tapi malu. Sampai pada akhirnya kudengar, ternyata ia pindah ke Ciamis semenjak liburan lebaran kemarin. Ada sesak di dada, serasa kehilangan sesuatu. Seperti ada yang hilang dalam ruang hatiku

Malam ini penghujung purnama, bintang-bintang bermunculan menambah semarak langit, menemani bulan hingga penghujung malam. Duduk sendiri menghadap laptop, tugas sekolah mulai menumpuk tapi jari-jariku belum mau bergerak menulis satu katapun dilayar laptop. Masih terpikir tentang seminggu kemarin di sekolah, tak ada gairah untuk menulis. Lelah berpikir karena lintasan-lintasan pikiran tentang ia, aku berbaring di atas ranjang menatap langit-langit kamar.

Kubiarkan laptop dengan layar masih menyala. Aku bertanya-tanya sendiri tentang apa yang terjadi denganku.

" Mengapa aku merasa sangat kehilangan ? kehilangan wajahnya, kehilangan suaranya. Bukankah ia bukan siapa-siapa bagiku? " Tanyaku dalam hati.

Tapi mengapa seperti ada yang kurang dalam dadaku, Aku masih berkutat dengan anganku.

Jam dinding sudah menunjukan pukul setengah dua tapi mataku belum mengantuk, tapi hatiku belum tenang dan pikiranku masih kalut.

" Ya Allah mudahkanlah urusanku, jika ia baik untuku mudahkanlah. "

Aku terus berdzikir untuk mengobati kegundahan. Besok aku harus mengajar seperti biasa. Akupun terlelap setelah lelah berdzikir.

Hari ini aku izin tidak mengajar, baru kali ini aku izin tidak mengajar. Kepalaku terasa berat, badanku terasa hangat dan lesu.

" istirahatlah dulu ! " perintah mbakyu ketika kuberitahu perihal kondisiku.

Tidak banyak aktifitas yang kukerjakan. Hanya mengurung dikamar untuk istirahat dan sesekali ke luar untuk sebuah keperluan. Tapi sayang, keinginan untuk istirahat seakan tak mempan dengan sakit kepalaku yang menghujam. Apakah ini karena memikirkannya? aku kurang tahu pasti.

Malam harinya badanku menggigil, mbakyu mengompres keningku.

" dek....! Bawa ke dokter yaa...! " Bujuk mbakyu, kakakku disampingnya.

" ngga usah mbak.... besok juga insya Allah sembuh " tolakku halus.

Kakakku dan mbakyu meninggalkanku sendiri di kamar setelah mengompres dan membantuku sholat isya dengan cara duduk. Ada rasa lega ketika usai shalat, ingin kuhadirkan ia dalam doa bukan dalam hati. Kucoba menyegerakan istirahat dengan banyak berdzikir. Tenangkan hati dan jiwaku. Aku tertidur dalam bayang-bayang bulan dan bintang.

Tengah malam, ia datang menjengukku dengan beberapa orang guru. Ada rasa bahagia ketika melihat wajahnya, membangkit semangat yang telah mati, menyembuhkan sakit yang kuderita, mengobati rindu yang mendera.

Tapi itu ternyata hanya mimpi, hanya mimpi bunga tidur. Akupun terjaga dari tidurku. Aku duduk mendekap kedua kakiku, membenamkan wajaku. Derai air mata tak bisa kutahan, mengalir bagai air bah disungai. Kubiarkan terus mengalir, aku sedang didera sakit yang tak terobati hanya air mata sebagai pelepas rasa. Kubiarkan badanku yang mulai melemah, panas yang mulai meninggi, mata mulai cekung, gairah hidup yang mulai hilang. Air mata mulai mengering kehabisan, kutahan rasa ini. Kukumpulkan tenaga sisa, bangkit mengambil wudhu penyegar raga.

Ingin kuadukan segala yang kurasa kepada sang Maha Kuasa dengan rukuk dan sujud. Segala doa kulantunkan dengan tetesan air mata. Wajahnya hadir dalam doaku, nampak dalam benaku mengiringi setiap doa yang terucap. Biarkanlah Allah yang mengatur segala urusan, memberikan yang terbaik untukku. Akupun tertidur di atas sajadah dengan mukena yang masih melekat.

Sayup-sayup terdengar suara ibu. Berat rasanya badanku tuk bangkit, perlahan kubuka mataku memastikan suara ibu. Tak kusangka ibu duduk disisiku

" bu.... ibu..... ! " panggilku lirih,

Aku berusaha bangkit tapi kepalaku terasa berat, badanku lemah. Aku tak kuasa atas tubuhku sendiri.

" Alhamdulillah..... adek sudah siuman.... " suara ibu terdengar lirih.

Apakah ini sekedar mimpi? Karena tiba-tiba ibu sudah disisiku, sejak kapan ibu datang? Mengapa jauh-jauh ibu mau datang? Ada apa dengan diriku. Berbagai pertanyaan melintas dipikiranku.

" kapan ibu datang " tanyaku lemah.

" tenanglah deek... adek harus istirahat dulu ! " ibu meneteskan air mata.

" mengapa ibu menangis....? Ada apa dengan adek ? " lanjutku.

" sudahlah deeekk.... ibu senang kamu sudah siuman..." balas ibu.

Ibu memegang telapak tangan kiriku. Seperti ada tenaga yang mengalir dari ibu melewati jari jamariku , kekuatan yang tiba-tiba hadir dalam jiwaku. Akupu bangkit, ibu membantuku, aku duduk bersandar pada kepala ranjang.

" bu .... ! jam berapakah kini...? Aku belum shalat subuh .... ? " tanyaku pelan.

Ternyata aku masih di kamar dan masih memakai mukena. Sepertinya aku pingsan tak sadarkan diri selepas shalat malam. Hari sudah pukul empat sore. Ibu membantuku untuk shalat asar. Ibu datang pas ketika adzan asar berkumandang satu jam lalu. Ibu mendapat kabar dari kakak tentang kondisiku tadi pagi dan ibu langsung memaksa untuk segera datang ke Depok ditemani mang Udin menggunakan bus patas.

" deek..... ada beberapa temanmu mau menjenguk, mereka sedang menunggu di ruang tamu. " ibu memberitahuku. Di antara teman kerjaku yang datang ia tidak nampak. Kalau ia hadir saat ini berarti mimpiku benar-benar menjadi kenyataan

" Bukankah ia telah pindah ke Ciamis " pikirku,

Tak bisa kuharapkan lagi ia hadir disini menjengukku walau sangat kuharapkan. Kini ia telah jauh ratusan kilometer. Kehadiran teman-temanku memberikan semangat untuk sembuh dan bisa beraktifitas di sekolah lagi.

Satu persatu teman-temanku pamit dengan iringan doa kesembuhan. Dokter sudah menunggu giliran masuk ke kamar untuk memeriksaku. Dokter tinggalnya masih satu komplek dan satu pengajian dengan mbakyu. Mbakyulah yang memintanya kerumah selepas kerja.

" insya Allah tidak apa-apa, hanya butuh istirahat " kata bu dokter setelah memeriksaku.

Mbakyu hanya manggut-manggut mengerti dan menerima selembar kertas resep untuk dibelikan obat. Ibu masih duduk di sisi ranjang yang lain.

Akhirnya aku istirahat sampai dua hari kedepan. Ibu masih menemaniku di kamar. Semua keperluanknu dibantu ibu. Kondisiku mulai pulih, kusempatkan shalat malam walau hanya dua rakaat kulantunkan doa-doa dikeheningan malam, kupasrahkan segala urusan kepada yang Maha Kuasa biarkanlah Allah yang memutuskan, memberikan yang terbaik untukku, jika ia baik untukku maka mudahkanlah.

Dua SisiWhere stories live. Discover now