Guru Baru

14 1 0
                                    

Pagi yang cerah, musim hujan sudah berakhir musim kemarau kan menjelang. Kembali keaktifitas sehari hari sebagai seorang pengajar. Tak lebih dari 3 bulan lagi semester dua akan berahkir, tentunya akan banyak kegiatan, UKK, wisuda, ramadhan. Aku masuk kepanitiaan kegiatan Ramadhan. Sehari hari bergelut dengan 30 anak hebat dengan 30 karakter yang berbeda pula.

Menanam benih ilmu dan kebaikan, menggali potensi dan bakat anak-anak, mencurahkan waktu perhatian walau terbagi 30 anak, mengurai masalah yang dihadapi mereka. Aku belajar banyak pada mereka. Belajar untuk bersabar, belajar untuk mudah memaafkan, belajar untuk selalu ceria dan tersenyum, belajar untuk mudah berbagi walau sedikit, belajar untuk melepas beban yang ada agar ringan melangkah. Sejatinya aku yang belajar tentang kehidupan pada mereka.

Tapi ada yang membuat hatiku terusik, jantungku selalu berdegub keras dan membuatku tak berkutik jika dia memandangku. Kucoba menata hati ini, menghilangkan rasa di dada, mencoba bersikap biasa dan cuek. Namun dia selalu hadir dalam lintasan pikiran dengan tiba-tiba, membuyarkan kosentrasiku mengerjakan tugas administrasi sekolah dan tugas-tugas lainnya. Guru baru itu, guru baru yang pertama kali kulihat di angkot. Ya Allah apakah ini pertanda...? Kuserahkan segala urusanku pada yang Maha Kuasa. Biarkan Allah yang menentukannya, aku hanya menjalaninya seperti air mengalir hingga ke tepian pantai.

Kegiatan wisuda baru saja usai, raport anak sudah dibagi satu minggu lalu. Dua hari lagi masuk bulan Ramadhan sekaligus libur kenaikan kelas, kukabari Mamah liburan kali ini aku tidak pulang, ada kegiatan sekolah dan jadwal imam tarawih dibeberapa masjid. Aku hanya minta doa dari Mamah semoga Ramadhan kali ini mendapat belahan hati yang telah Allah siapkan untukku. Menjelang ashr semua guru pulang setelah semenjak pagi mengikuti kegiatan wisuda kelas 6. Berbeda denganku, aku tak langsung pulang ke kontrakan. Aku pergi ke sebuah masjid tempat di mana biasa berkumpul teman-teman sehalaqohku tiap sabtu sore. Biasanya kami shalat ashr berjamaah kemudian disambung dengan kegiatan halaqoh hingga magrib tiba. Halaqoh ditutup ketika adzan magrib berkumandang,

" bang.....! Bada magrib ana minta waktu sebentar, ada yang ingin ana diskusikan dengan abang......!" kuminta waktu sebentar kepada murobiku setelah shalat Maghrib.

Bada Maghrib kuhampiri sang murobi yang duduk di pojok masjid. Teman-temanku yang lain sudah undur diri sembari menggodaku..

" ehem da pa nie ? sepertinya ada sesuatu " aku hanya terseyum.

" begini bang.... mungkin..... Mungkin Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan terakhirku di Depok, bada lebaran nanti ana akan pindah ke Ciamis. Di sana akan merintis pesantren Qur'an bersama anak Pak Kyai ana. " sang murobi mengangguk-anggukan kepala, aku melanjutkan

" ana ingin tarbiyahku tak berhenti disini, mungkin ana minta tolong untuk mutasi ke Ciamis " aku terdiam.

" insya Allah itu mudah, nanti abang urus surat mutasinya.

Abang bangga sama antum, mau berdakwah di daerah.... " sang murobi berhenti sejenak.

Aku melanjutkan " ana berniat ketika merintis pesantren baru ini ada belahan hati sebagai teman hidupku "

Aku terdiam, menunggu reaksi sang murobi. Sepertinya sedang berpikir, kami sama-sama terdiam beberapa saat.

" sudah ada calonnya...? " tanya sang murobi mengagetkan.

" belum.... tapi.....? " aku terdiam.

" tapi.... antum tertarik dengan seseorang...? Atau mau abang carikan.....? " tanya sang murobi.

" tepatnya bukan tertarik bang.... tapi sudah 3 bulan terakhir sepertinya dia selalu memperhatikannku, ana selalu kikuk tak berkutik, kadang ada sebersit rasa di dada, kadang muncul tiba-tiba dalam pikiran, mengganggu murojaahku dan kosentrasi mengerjakan tugas sekolah..." kusampaikan semuanya dengan malu-malu.

" insya Allah abang akan bantu, abang butuh biodata dan fotomu. Abang juga perlu tahu siapa namanya dan dimana tinggalnya. Nanti abang yang mencari tahu siapa murobiyahnya. Berdoa saja semoga lancar prosesnya. Kalaulah jodoh takkan kemana " sang murobi menyudahinya dan kami pun meninggalkam masjid sebelum Isya. Pulang

Menapaki langkah-langkah sepi dalam kesendirian. Tak ada teman tuk berbagi cerita atau sekedar menghangatkan suasana. Melangkah untuk menggapai asa yang tak nampak jelas, masih remang-remang. Kususuri jalan kecil dan gang menuju kontrakan. Namun adzan isya berkumandang memanggilku untuk menghadap sang Khalik. Ruku dan sujud kutunaikan, doa-doa kupanjatkan. Doa kebaikan untuk kedua orang tuaku, guru-guruku, anak-anak didikku dan tak lupa untuk dia yang ada disana.

Dua SisiWhere stories live. Discover now