Senja masih setia menatap layar laptop. Ia tersenyum senang ketika mengingat peristiwa tadi siang. Skripsinya sudah masuk ke bab dua, bibirnya tak berhenti tersenyum bahagia, tak sabar menunggu mamahnya pulang. Ia akan mengabari jika selama ini usahanya tidaklah sia-sia.Terdengar suara mobil memasuki halaman rumah. Gadis berambut lurus itu mengintip dari tirai-tirai jendela. Nampaknya mamanya Helen diantar lagi oleh pacarnya yang bernama Adam. Ibunya itu begitu terlihat gembira. Sudah hampir 15 tahun Helen menjanda wajar kalau akhirnya wanita paruh baya itu akan menikah kembali. Tangan Helen melambai, begitu mobil Adam memutar haluan.
Senja menghela nafas, jujur ia tak suka dengan sosok Adam. Ia merasa selama ini pria itu cuma pura-pura baik. Namun Senja juga bingung mamanya sudah menjanda lama semenjak ia berusia 5 tahun. Papahnye meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Hampir 15 tahun Helen sendirian. Tentu ibunya butuh pendamping. Dari dulu Helen banting tulang untuk dirinya. Rasanya egois jika membiarkan Helen terus sendirian sampai tua.
Senja cukup tahu bagaimana susahnya Helen membesarkannya. Maka dari itu, ia belajar dengan giat agar tak mengecewakan orang yang telah melahirkannya itu. Kini pun Senja yang mengambil alih tugas rumah karena tak mau mamahnya kecapekan. Bahkan ia ikut kelas akselerasi ketika SMU, agar sekolahnya tidak memakan biaya banyak.
Senja menuju pintu, membukakan pintu serta menyambut mamanya yang pulang kerja. Helen bekerja di perusahaan ekspedisi pengiriman barang. Karena ia jadi karyawan senior, jabatannya sudah tinggi sekarang.
"Mau Senja bikinin teh, Mah?" tawar Senja manis. Helen tahu putrinya bisa diandalkan.
"Iya sayang." Perempuan pekerja keras itu lalu merebahkan diri di atas sofa empuk. Sedang Senja menuju dapur untuk menyeduh teh.
"Mamah dah makan belum?" tanya Senja sambil memberi mamanya secangkir teh manis. "Aku angetin masakannya."
Senja selalu duduk di samping mamanya lalu mengambil kaki beliau untuk dipijat. Benar-benar anak berbakti. Kadang Helen merasa bersalah karena tak bisa memberi putrinya kehidupan yang layak serta pantas.
"Mamah dah makan tadi sama Om Adam. Kamu masak apa hari ini?"
"Gulai ayam, Mah. Tapi gulainya bisa di angetin buat sarapan besok pagi." jawab Senja kecewa. Suatu saat ia harus membiasakan diri untuk merepotkan sang mamah. Mamanya dan Om Adam pasti akan menikah pada akhirnya. Senja yang sudah cukup.dewasa harus mengerti dan tak bergantung pada Helen lagi.
"Oh ya mamah punya dua kabar bagus buat kamu."
"Apa mah?"tanya Senja antusias.
"Mamah dilamar om Adam." ungkap Helen dengan semangat sambil menunjukkan cincin dengan berlian kecil di jari manisnya. Hari itu ternyata datangnya terlalu cepat. Senja jelas murung tapi ia mati-matian tutupi dengan tersenyum palsu.
"Selamat ya, Mah."
"Kenapa sayang? Kamu kayak gak senang denger kabar ini?" Sejujurnya Senja tak setuju. Adam itu menurut penglihatannya adalah tipe pria genit. Tapi sudahlah mana mau mamanya mendengar pendapatnya, kalau sedang dimabuk asmara seperti sekarang ini.
"Siapa yang bilang? Senja seneng kok kalau mamah seneng."
"Makasih sayang."
"Berita keduanya apa mah?" Helen terlalu antusias dengan lamaran kekasihnya hingga melupakan berita penting lainnya.
"Tadi mamah ketemu Om Hermawan, Temen lama papah kamu. Dia sekarang udah jadi pengusaha sukses." Dahi Senja mengerut heran. Karena tak pernah mendengar nama Hermawan pernah di ucapkan. "Dia ngajakin kita makan malam sama keluarganya. Dia mau berterima kasih karena bantuan dari papah kamu. Dia bisa sukses."
"Makan malam aja kan?"
Helen menegang. Tentu saja bukan hanya makan malam biasa. Mereka akan membahas hal penting demi kesejahteraan dua keluarga.
"Tentu, sekaligus menyambung silaturahmi. Kan kita dah lama gak ketemu."
Senja belum menyanggupi tapi kenapa perasaannya jadi tak enak. Ah memang apa yang perlu dikhawatirkan. Dulu mungkin ada beberapa pria beristri yang modus pada sang bunda tapi kini kan lain. Helen sudah punya Adam dan Hermawan hanya berstatus sebagai teman lama.
*********
Senja mengoreksi coretan-coretan yang dosennya buat. Ia perlu revisi beberapa kali. Senja memang pintar tapi kan gak bisa juga skripsi di susun dalam sebulan.
"Lo lagi apa?"
"Biasa revisi."
Perkenalkan Faradilla Gunawan, sahabat Senja semenjak semester awal. Yang katanya gak niat kuliah di jurusan teknik kimia tapi akhirnya ke sini karena desakan orang tua. Fara benci di bandingkan kakaknya yang seorang asisten dosen di ITB. Otak kan beda bentuk, beda isi. Kenapa orang tuanya tak terima saja Fara apa adanya. Otaknya uang cetek harap di maklumi. Kalau boleh, ia mau pindah jurusan saja.
"Gue kapan ya skripsinya?"
"Lha lo siapnya kapan?"
"Gue gak pernah siap lahir batin kalau dosen pembimbingnya itu Pak Johan."
Senja hanya tersenyum kecil, Fara hanya malas tapi kalau berusaha juga bisa. "Lo minta dosen lain dong."
Fara menggeleng. "Gue mahasiswa kesayangan Pak Johan." Karena ia pernah mengempeskan ban motor dosennya itu. Hingga pria yang hanya botak di ubun-ubun itu dendam kesumat padanya. "Eh ntar malam nginep dong di kos gue. Gue udah upload k-drama baru loh."
"Drama Korea aja yang lo pikirin."
"Habis sinetron udah gak asik lagi. Seruan nonton drakor."
"Tapi say sorry. Ntar malam, gue udah janjian ama nyokap buat makan malam ama temennya." Senja tersenyum puas sambil meletakkan telapak tangan di depan dada.
"Ah gak asik lo."
"Lo pulang gih ke Bandung. Ortu lo pasti kangen." Senja tahu faradilla sangat merindukan keluarganya namun gadis itu memilih menyingkir. Entahlah Senja tak paham saja, fara selalu minder jika dekat dengan sang kakak perempuan.
"Kangen ngomelin gue. Mak lampir juga pulang soalnya. Kalau gue balik, gue pasti dianggap kartu mati. Giliran ada hajatan pasti ujung-ujungnya nyari gue. Kapan sih tuh lampir nikah. Biar gue bebas." Fara ngedumel panjang lebar sedang Senja malah fokus menatap layar laptop. Fara sebal, tapi lebih kesal lagi ketika mendengar suara motor di gas kencang di depan kampus.
"Woy... tuh anak Snippers gak tahu diri. Genk gak bermutu, tukang balapan, tawuran." Fara mencak-mencak. Ia sampai berdiri. Untunglah Senja sudah menariknya untuk segera pergi. Genk motor Snipers sedikit anarkis. Mereka senang menunjukkan diri, dengan bergaya naik motor freestyle di jalan depan kampus. Di larang pun percuma, karena rata-rata dari mereka adalah anak penyandang dana terbesar kampus.
"Udah kita pergi aja. Ngadem ke cafe katanya di sana lagi ada promo. Ntar gue traktir deh." Fara langsung teralihkan jika membahas makanan. Semoga anak yang tengah ugal-ugalan mengendarai motor itu jatuh lalu masuk got.
🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Saga
RomanceSenja rasa hidup berdua dengan ibunya saja cukup tapi semua berantakan ketika lamaran itu datang. Kawan lama sang ayah meminangnya untuk dijadikan menantu. Bukan impiannya untuk menjadi istri ketika usianya baru memasuki angka 20. Walau kuliahnya su...