Tiga belas

8K 972 34
                                    

Troy melempar sebuah undangan ke atas meja bar milik Arthur. Karena suara lemparan itu begitu keras. Arthur sampai terjingkat kaget kemudian memungut kertas undangan bewarna putih dan bertali emas itu lalu membacanya dengan seksama.

"Loe jadi tunangan sama Vivian? Loe betah bakal hidup sama cewek gulali itu?" tanya Arthur dengan nada heran. Vivian memang terkenal di kalangan mereka dengan sebutan perempuan gulali, karena rambutnya sering berganti warna dan kebiasaannya buruknya yang hobi menempeli para laki-laki.

"Gue bukan nikah cuma tunangan. Gue gak hidup seatap sama dia." Ketika pelayan datang menyodorkan buku menu. Troy memesan minuman dan makanan. Ia mengedarkan pandangan ke arah seluruh penjuru ruangan cafe untuk mencari keberadaan seseorang. "Senja mana?"

"Ambil libur. Katanya ada urusan penting. Loe suka sama dia?" Tanya Arthur dengan pandangan penasaran. "Loe sering tanyain dia tapi kenapa loe malah tunangan sama orang lain?"

"Gue tertarik sama Senja tapi gak naksir. Ada sesuatu yang membuat gue selalu care sama dia. Entahlah rasa apa itu tapi waktu dekat dia, pinginnya ngelindungin dan gak ngelepas Senja dari pandangan gue tanpa rasa berdebar-debar." Arthur gagal paham dengan apa yang di katakan Troy. Pingin melindungi dan lihat  tapi gak punya rasa apa-apa terus perasaannya itu dinamai dengan apa?
"Apa loe yang malah naksir dia? Gue lihat loe sering senyum-senyum waktu deketan sama Senja?"

" Awalnya iya. Habis Senja itu manis, baik dan naif tapi rasa itu harus gue musnahin waktu loe selalu ngasih perhatian lebih ke dia."

"Udah gue bilang, gue gak naksir."

"Tapi ada saingan berat gue sih buat deketin Senja." Troy yang sedang memotong kue tiba-tiba meletakkan kembali garpunya. Saingan berat, ternyata Senja banyak yang naksir.

"Saingan, siapa?"

"Devano, anak Snippers. Dia sering ke sini buat deketin Senja walau di cuekin. Bahkan gue pernah lihat anak itu awaain Senja dari luar cafe"
Mendengar kata Snippers, Troy mengepalkan tangannya erat-erat. Ia benci dengan genk motor yang di pimpin Saga itu. Mereka sudah menjadi musuh abadi sejak kematian Leon, sahabatnya.

"Berani banget mereka ke sini. Apa gak tahu kalau di sini daerah kekuasaan Red Devils?"

"Ini cafe bukan arena balap, siapa aja boleh datang yang penting mereka sanggup bayar. Kita udah pensiun dari geng-geng'an. Gue jalanin bisnis kuliner." Arthur kesal jika bisnis di campur dengan urusan pribadi." Bukankah Troy sudah menyerahkan kepemimpinan Red devils pada Galih setelah tawuran terakhir mereka yang berakhir di kantor Polisi. Lelaki ini bilang tidak naksir Senja tapi kenapa Troy harus marah?

"Kalau Devano datang. Dia jangan loe kasih masuk." Tuh kan katanya gak naksir Senja tapi nglarang-nglarang Devano buat ke sini. Arthur tak bisa mengusir pelanggan. Bagi pedagang seperti dirinya, pelanggan adalah raja. Jadi mereka harus memberikan pelayanan sebaik mungkin. Senja saja santai menanggapi jika anak Snippers itu datang berkunjung.

"Loe lupa cafe ini juga punya gue jadi loe gak boleh seenaknya ngatur-ngatur." Arthur memang penanam modal 50 persennya jadi Troy dengan sifat otoriternya tidak bisa seenaknya. Lagi pula Arthur yang menjalankannya bisnis ini. Arthur yang menghasilkan keuntungan sedang Troy hanya bekerja di balik layar. Arthur lebih unggul dalam hal mengolah cafe.

"Sialan!!"

🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌

"Uhuk... uhuk... uhuk..."

Senja membersihkan lantai dua bengkel suaminya. Tempat ini lumayan kotor, maklum penghuni sebelumnya adalah para laki-laki yang minim menjaga kebersihan. Beruntung ruangannya cukup luas bisa di pakai untuk tidur, duduk atau sekedar belajar. Kalau kamar mandi ada di bawah, bersandingan dengan kamar mandi bengkel. Memang tempat ini tak senyaman rumah Saga tapi Senja akan hidup damai, tak mendengar Devi mengoceh tiap hari.

Senja dan Saga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang