An Irony

1.3K 163 13
                                    


.

"Sepertinya, kau lebih banyak menghabiskan waktu di tempat ini ya?" Sapa sebuah suara yang membuatnya menoleh. Ia memberikan gestur hormat pada sosok yang menghampirinya.

"Ah, nona Ranno?" Sapanya. Perempuan itu tersenyum lembut.

"Panggil saja Ranno seperti biasa, tak perlu menambahkan panggilan formalitas." Tukas Ranno lembut. Ia melangkah menuju sisi danau kecil yang menampakkan pemandangan oasis yang hijau. Sangat kontras dengan keringnya padang pasir.

"Rasanya sudah lama sekali ya, kita tidak mengobrol seperti ini?" Kelakar Ranno dengan tawa kikuk. "Apa kabar?"

Ia mengangguk gugup, tak jauh berbeda dengan Ranno. Suasana disekeliling mereka tiba-tiba terasa canggung. "Saya baik." Jawabnya. "Anda?"

"Sama, aku juga baik." Sahut Ranno.

Keheningan menyelimuti keduanya, namun tanpa mereka sadari masing-masing dari keduanya saling mencuri pandang dari sisi sudut mata. Tapi tak ada satupun yang berniat memecah kebisuan diantara keduanya.

Hingga akhirnya Ranno lah yang memulai, "sejak menjadi pelayan pribadi Sekherta, sepertinya kau jadi lebih sibuk ya?" Ujar Ranno. "Kau tahu, aku merindukanmu, Sachi." Ujar Ranno seraya meraih tangan Sachi lembut.

Ia termenung, tanpa sadar tangannya mengenggam balik tangan Ranno. Ia pun juga merasakan hal yang sama, ia merindukan gadis yang menjadi sahabatnya itu. Persahabatan mereka dimulai satu tahun yang lalu sebelum Ranno meresmikan pernikahannya dengan sang Raja. Ranno adalah satu-satunya istri sang Raja yang bersikap ramah dan memperlakukannya dengan baik sebelum ia menjadi pelayan pribadi Sekherta setelah peresmian pernikahan Sekherta dan sang Raja beberapa bulan sebelumnya.

"Saya tidak pergi kemanapun." Ujarnya lembut. "Aku... masih di sini." Imbuhnya.

Ranno mengangguk kecil, dan meletakkan telapak tangan Sachi di pipinya. Matanya terlihat tertutup dan ia menguarkan senyum lembut. "Aku tahu, Sachi." Ujarnya. "Kau berada di sekelilingku. Tapi aku merasa ada jarak yang sangat jauh yang memisahkan kita." Imbuhnya.

"Itu hanya perasaanmu saja, Ranno." Kekeh Sachi. "Kau tahu bukan, aku selalu ada di manapun. Seperti yang kau katakan tadi. Jika kau membutuhkanku. Kau tahu dimana kau bisa menemukanku, bukan?"

Ranno mengangguk kecil, "Sachi, jika kau tak keberatan, maukah kau menjawab pertanyaanku?" Pintanya.

"Apa yang ingin kau tahu?" Sahut Sachi tenang. Ranno tidak segera mengutarakan pertanyaan yang ada di pikirannya, ia memandang Sachi gugup.

"Apakah... kau menghindar dari Yang Mulia?"

Deg-

Ia mematung.

"Menghindar? Apa maksudmu?" Gagap Sachi berusaha menutupi kegugupannya. Ranno mendesah sesaat dan menyentuh kedua bahu Sachi lembut.

"Kau tak perlu menutupinya, aku sudah tahu sejak awal." Ujar Ranno. "Tentang hubunganmu dengan Yang Mulia."

Sachi bungkam seribu bahasa, netranya membelalak. Ia memandang Ranno tak nyaman. Sudah seberapa jauh wanita itu tahu hubungannya dengan sang Raja? Dan bagaimana Ranno bisa tahu? Dari semua istri Raja, kenapa Ranno bisa tahu?

"A-aku-" bibirnya terasa kelu, ia tak tahu harus memulai darimana. Dan bagaimana ia bisa mengelak dari pertanyaan Ranno mengenai dugaan hubungannya dengan sang Raja. Tapi Ranno hanya memberikan senyum simpul, perempuan itu tertawa kecil dan memberikan gestur santai yang semakin membuat Sachi merasa tertekan.

Sand of SaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang