Reflection

1.1K 156 9
                                        




.

Sakura meletakkan sepatunya di rak, ia melihat rumah terasa sepi. Sepertinya Ayahnya sedang keluar untuk suatu urusan. Gadis itu hanya menghela nafas kecil dan melangkah ke dalam rumah seperti biasanya. Pekerjaan kedua orang tuanya membuat mereka sering berpergian ke luar negeri. Tapi Sakura sudah mulai terbiasa, lagipula ia tak bisa memungkiri bahwa kecintaannya pada sejarah juga berasal dari orang tuanya.

Mungkin di masa depan kelak setelah ia lulus SMA ia akan mengikuti jejak kedua orang tuanya, batin Sakura.

Sakura meletakkan tasnya di kursi ruang tamu, entah kenapa tatapannya jatuh pada pintu ruang kerja sang Ayah. Ia melangkah menuju pintu tersebut dan membukanya, ruangan yang gelap langsung menyambutnya dan ia segera menekan saklar.

Tatapannya jatuh pada sebuah kotak kaca yang ditaruh di atas meja kerja Ayahnya berdampingan dengan beberapa tumpukan buku. Sakura mendekati kotak kaca itu dan ia memperhatikan sebuah kalung yang tidak lagi terasa asing baginya. Sebuah perasaan rindu tiba-tiba merambat di sanubari, dan tanpa ia sadar jemarinya membuka kotak kaca tersebut dan menyentuh permukaan kalung yang sekali lagi terasa familiar di jemarinya.

Ia mengingatnya, ia mengingat sensasi itu! Dan perlahan ia menautkan kalung itu di lehernya, ketika kalung itu terpasang sempurna. Ia hanya bisa membeku saat tanpa sengaja ia menoleh di sebuah cermin yang berada di sampingnya. Di balik refleksi di permukaan tembaga itu, tidak hanya sosoknya yang terpantul. Namun juga seseorang yang seharusnya tidak berada disana.

Sosok itu nampak tersenyum, netra kelamnya yang tajam terlihat berkilat. Jemarinya menyentuh sisi wajah Sakura, Sakura masih membeku saat perlahan namun pasti lengan kekar berwarna kecoklatan itu memeluk lehernya. Dan ia seolah terperangkap.

Sosok itu adalah sosok pria yang sama yang selalu muncul di mimpi-mimpinya. Pria itu kembali tersenyum, namun senyumnya bukanlah sebuah senyum lembut atau kebahagiaan, namun sebuah senyum hampa yang tak bisa dimengerti bahkan bagi Sakura sendiri.

Dekapan itu terasa dingin, seolah sosok itu tak pernah ada di sisinya.

Pria itu membuka mulutnya, membisikkan sesuatu di telinga gadis itu. Sakura masih tidak bergeming dari posisinya, ia hanya membelalak sembari memandang pantulan dirinya dan pria itu. Dan tanpa ia sadari, kakinya serasa mati, ia merasa lunglai. Dan saat tubuhnya merosot jatuh, Sakura tersentak kala tak lagi merasakan rengkuhan beku tersebut.

Melainkan hanya keheningan panjang yang membuatnya sadar bahwa sejak awal hanya kehampaan yang menyelimutinya.

.

.

Sakura dengan tergesa mengentuk pintu rumah Ino. Ino baru saja membuka pintu saat tiba-tiba sahabat merah mudanya itu menubruknya dan keduanya jatuh terlentang.

"Sakura?"

Sakura melemparkan tawa kikuk dan segera bangkit dari posisinya. Ino menatapnya heran, melihat sahabatnya datang dengan tergesa. Bahkan wajahnya terlihat pucat dan peluh membasahi kepala serta lehernya.

Ia pasti berlari sejauh ini dari rumahnya.

"Ada apa Sakura?" Tanya Ino hati-hati sembari menuntun sahabatnya menuju ruang tamu. Sakura hanya mengangguk-angguk ditengah nafasnya yang terasa berat.

"Boleh aku menginap di sini, Ino? Ayahku pergi entah kemana dan tiba-tiba aku melihat hantu." Pinta Sakura, alis Ino kembali bertautan.

"Hantu? Aku baru tahu ada hantu di rumahmu?" Ulangnya tak yakin, "kau tidak sedang berhalusinasi kan?"

Sand of SaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang