.
Sakura menyampirkan tasnya di bahu, tatapannya terasa kosong. Dan ia merasa dirinya kering di bawah bayang-bayang cahaya mentari yang menyusup dibalik kaca jendela. Hari telah menjelang sore kala garis api merambat di ujung cakrawala. Bayangan kelabu di sekitar dinding mulai merayap. Suara keramaian murid di waktu pulang sekolah perlahan namun pasti mulai menghilang.
Senyap dalam keheningan.
Ino baru saja mengeluarkan sepedanya dari tempat parkir saat ia menangkap Sakura yang hanya berdiri lunglai di dekat gerbang. Gadis pirang itu memanggilnya dan si merah muda hanya mengerling dengan senyuman simpul.
"Naiklah, aku akan memboncengmu pulang." Perintah Ino. Namun Sakura mengeleng kecil, menolak.
"Aku baik-baik saja." Sanggahnya, namun Ino bersikeras memaksanya untuk menurut.
"Aku tak bisa membiarkan seseorang berjalan gontai seperti zombie," tukasnya, "sekarang ayo naik!"
Sakura tidak banyak menolak dan akhirnya mendudukkan pantatnya di boncengan belakang sepeda Ino. Kedua gadis itu segera menerjang angin seiring dengan laju roda sepeda yang mulai mengencang. Sakura tidak banyak berkata, namun jemari mungilnya yang mengenggam pakaian depan Ino untuk mencari pegangan perlahan mulai mengerat.
Dan saat semburat orange mulai memadam di garis kaki langit, tanpa ia sadari setetes air mata terjun dari pipinya, bersamaan dengan gaung rindu yang tanpa alasan menjalar di hatinya.
Ino menurunkannya di depan rumah, kemudian gadis pirang itu pamit dan pergi ke rumahnya sendiri. Sakura melangkah menuju pintu, dan netranya melebar saat melihat sepasang sepatu yang ia kenal. Sepasang sepatu boots itu adalah sepatu favorit Ayahnya saat ia berpergian jauh, saat pria itu mencari jejak-jejak masa lalu dari sebuah sejarah.
"Ayah?!" Pekik Sakura tak sabar, ia melupakan sepatunya yang masih terpakai dan melompat ke punggung pria paruh baya itu.
Kizashi tertawa kecil dan memeluk erat putri kesayangannya yang sudah beberapa minggu ini tidak ia temui.
"Ah, senang bisa bertemu lagi dengan putri kecil Ayah. Bagaimana kabarmu, nak?" Kekehnya. Sakura menguarkan senyum lega.
"Aku baik seperti yang Ayah lihat." Ucapnya bersemangat, Sakura berhasil menyembunyikan kelesuannya dengan baik sehingga Kizashi tak lagi menanyakan mengenai hal-hal seputar keadaan putrinya. Sakura segera mengambil alih dapur untuk memasak, ini adalah kesempatan langka saat Ayahnya memutuskan untuk makan malam dirumah daripada menghabiskan waktunya selama berjam-jam di laboratorium penelitian.
Keduanya nampak makan malam dengan khidmat, sesekali Sakura dan Ayahnya melemparkan gurauan dan tertawa.
"Setelah proyek penelitian mumi di China selesai, tim arkeologi dari badan cagar budaya dikirim ke Mesir." Ucap Kizashi. "Aku menghabiskan waktu dua minggu menelusuri sisa-sisa makam Raja dan puing-puing Istana di sekitar Piramida."
Sakura mengangkat alisnya, ia jadi penasaran saat Ayahnya menyinggung mengenai Mesir. Kizashi terlihat bangga, ia dengan penuh semangat bangkit dan meraih tas ransel usang miliknya. Dan dengan hati-hati mengeluarkan beberapa benda dan dokumen yang membuat Sakura terdiam.
"Ini adalah arfetak yang ditemukan dalam penggalian makam tahun 1923." Kizashi menunjukkan beberapa benda seperti kalung dan gelang emas dengan pola rumit yang terlihat usang, namun cukup bagus untuk ukuran peninggalan kuno yang mungkin sudah melewati ribuan tahun lamanya. "Dan yang menarik, masih menjadi misteri kenapa di makam dimana ditemukannya artefak perhiasan ini. Tidak ditemukan satupun mumi dari salah satu istri-istri Raja yang memimpin di masa itu. Tapi, banyak sekali pesan-pesan keagungan pada sosok yang dicintai Raja yang terukir di sepanjang dinding makam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sand of Sahara
FanficSakura, seorang gadis biasa yang mencintai sejarah. Suatu hari sebuah buku dari perpustakaan yang ia baca membuatnya mendapatkan mimpi-mimpi aneh mengenai kisah rahasia seorang pelayan dengan seorang Raja Mesir yang hidup 5000 tahun yang lalu. Saku...