Memento

Bagian 3

Ario menunggu di pintu gerbang sekolahnya, setengah jam lebih ia menunggu tapi tidak ada seorang pun yang menjemputnya, ia mulai tidak sabar. Kakinya sudah kram karena terlalu lama berdiri, sepertinya ia harus duduk. Ia mencari tempat duduk terdekat, di sebrang sekolahmya ada sebuah warung asongan dengan sebuah bangku kayu panjang di depannya. Ario mendekati warung itu, pemiliknya muncul dan menatap Ario. Ario menganggukan kepala saat melihat pemilik warung, anggukan tanda izin untuk duduk di kursi kayu. pemilik warung membalasnya dengan senyuman, ia mengijinkannya. Ario melepaskan tasnya lalu duduk, mungkin beberapa menit lagi datang. Pikirnya. Tapi sudah sepuluh menit ia menunggu, tidak ada seorang pun yang datang. Ia menyesal menolak tawaran Genta, mungkin ia sudah di rumah jika menerima tawaran itu. Ario kehilagan harapan, sepertinya memang tidak ada yang ingat untuk menjemputnya. Bahkan ibunya sekali pun, keadaam sudah kepalang kacau. Ario beranjak, lalu meninggalkan warung. Naik angkutan umum menjadi pilihan terakhirnya, setidaknya lebih baik. Ario berjalan menuju jalan besar, tempat di mana ia dapat menemukan angkutan umum.

City car hitam muncul dari belakang Ario, lajunya jadi lambat ketika semakin dekat Ario. "Ario, ayo naik ke mobil." Kaca mobil terbuka, wajah Rahayu muncul dari dalam.

"Udah Mama pulang aja sendiri, aku mau naik angkot." Ario tidak menggubris, bahkan menoleh saja tidak.

"Ayo dong sayang, maafin Mama. Mama telat, tadi ada sesuatu yang mesti Mama lakukan. Ayo masuk, Nak." Rahayu terus saja merayu, akhirnya Ario berhenti berjalan, ia menarik napas panjang.

Ario masuk ke dalam mobil, Rahayu terlihat sangat senang. Sebuah senyuman lebar terlukis di wajahnya saat melihat Ario masuk ke dalam mobil, tetapi wajah Ario masih terlihat datar.

"Nah gitu, dong. Mama janji besok gak telat lagi deh." Rahayu berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan, walaupun di dalam hatinya ia tahu bahwa keadaan tidak kondusif.

"Iya, iya. Mending jalan sekarang aja Ma. Udah sore nih." Ario canggung dengan sikap ibunya, terbesit perasaan sedih yang menusuk hatinya. Ia menyayangi ibunya, tapi keadaan juga berat untuknya. Ia tidak dapat mengendalikan sikapnya yang kadang kejam terhadap ibunya. Ia begitu egois, merasa dirinyalah yang paling tersakiti. Ia lupa akan posisi ibunya yang mungkin jauh lebih buruk dari pada dirinya, belum lagi tekanan bertubi-tubi yang harus ibunya hadapi.

Kematian Arlene telahmengubah kehidupan sebuah keluarga kecil yang sempurna jadi seperti nerakajahanam, bahkan tiap detiknya bertambah buruk. Terutama untuk Rahayu.