Bagian 11

31 2 2
                                    


Apa yang terjadi malam itu terjadi begitu cepat, secepat kedipan mata. Rasanya seperti berjalan di sebuah gang sempit yang sepi saat tengah malam, sebuah bayangan mengintai dari kejauhan. Bayangan itu berkelebatan cepat, dan sebelum sempat menyadari di apa yang bergerak di udara dingin itu, sosok bayangan itu sudah menikam tepat di jantung. Ia pergi dengan sebuah suara tawa yang meluap-luap. Ario tak tahu pasti sejauh mana waktu bergulir sampai ayahnya pulang dan menemukannya meratap di depan jasad ibunya yang masih menggantung, teriakan ayahnya menghentak Ario. Begitu ia sadar ayahnya langsung menurunkan tubuh ibunya.

"Ambil kursi, renggangkan simpul talinya." Kata ayahnya setengah berteriak.

Ario berdiri secepat kilat seperti orang yang baru bangun dari mimpi buruk, tangannya menyambar sebuah kursi tanpa penyangga di depan meja rias ibunya. Dengan kursi yang menopangnya, mudah bagi Ario mengendurkan ikatan tali yang mencekik ibunya sedangkan ayahnya menahan tubuh ibunya dari bawah. Wangi parfum kesukaan ibunya menguar dari leher dan tercium santer oleh Ario, mendadak ia merasakan guncangan besar dari rasa bersalahnya yang tak terelakan.

Begitu tubuhnya berhasil diturunkan dan disemayamkan di atas tempat tidur, Mbok Ismah masuk dengan wajah masih mengantuk. Kelopak matanya langsung terbuka lebar, kantuk yang membayanginya musnah sudah. Mbok Ismah menjerit pendek lalu menyeruduk ke dalam kamar, ia membelai kening majikannya. Lama kelamaan matanya basah oleh air mata.

"Ibu kenapa, kok Ibu bisa begini." Mbok Ismah meratap di sebelah tubuh Rahayu.

"Cari pertolongan, Mbok." Perintah Ayah Ario. Suaranya keras dan jelas.

Mbok Ismah langsung berlari keluar meninggalkan Ario dan Ayahnya, ada perasaan lucu yang menguak di antara perasaan sedihnya. Baru pertama kali semenjak kematian Arlene ayahnya bicara lebih dari tiga kata kepadanya, sesungguhnya ia ingin berjingkrak kegirangan karena itu tapi tubuh ibunya yang terbujur tanpa ekspresi di atas tempat tidur mencegahnya. Kebahagian kecil itu tidak sebanding dengan kepedihan yang terjadi, Ario mulai memaki dirinya sendiri.

Ketua RT dan beberapa tetangga datang ke rumah Ario, tanpa koordinasi sebelumnya mereka menelpon polisi. Sirine mobil polisi yang menggerung-gerung di malam yang lengang membangunkan hampir seluruh warga komplek, dalam waktu yang cepat rumah Ario sudah dikerumuni oleh warga komplek. Garis polisi mulai dipasang demi menghalau orang-orang yang tidak berkepentingan keluar masuk, di dalam keramaian itu Ario masih duduk di pojok kamar ibunya. Ia berharap semua ini tidak nyata, mungkin di sebuah kamar yang kumuh ia sedang tergeletak karena pengaruh drugs hingga mulai berhalusinasi.

Jasad ibunya mulai dinaikan ke keranda mayat dari stainless, setiap lekukan keranda itu memendarkan cahaya saking bersihnya. Entah apa yang harus ia lakukan, air matanya sudah terperas habis. Yang ia rasakan sekarang adalah tubuhnya yang menggambang di ruang hampa udara, tak seujung jaripun ia menyentuh alam nyata. Ia melesak ke melalui sebuah kain setipis kulit ari ke dalam dunia lain, kesedihan mematikan degup jantungnya; Menyumbat aliran darah menuju jantung sampai perlahan-lahan suhu tubuhnya turun drastis, pasokan oksigen di dalam tubuhnya macet. Kini ia harus berusaha keras untuk mempertahankan tarikan napasnya agar tidak putus begitu saja.

"Kamu tunggu di sini, Papa mau menemani Ibu kamu dulu. Temani Mbok Ismah untuk jaga rumah." Kata Ayahnya setelah mengguncang bahunya untuk memastikan anaknya masih hidup.

Suara Ayahnya terdengar begitu lamban dan sulit dimengerti bagi Ario, ia mengangguk cepat agar tidak membuat ayahnya menunggu lama. Terbersit sebuah pemikiran tentang cara bicara ayahnya yang hampa, seakan-akan ia hanya menemani ibunya yang ingin berbelanja di mall terdekat.

Jasad Rahayu ditahan selama lima jam demi alasan formalitas kepolisian, padahal sudah jelas-jelas penyebab kematiannya adalah gantung diri. Namun polisi berkeras untuk tetap melakukan visum terhadap jasadnya. "Hanya untuk berjaga-jaga siapa tahu ini kasus pembunuhan yang mengesankan korbannya bunuh diri." Ujar salah seorang petugas polisi kepada Ayah Ario.

MementoWhere stories live. Discover now