Suara musik keras menderu dari dalam kamar Ario, ia memang tidak berencana untuk keluar rumah malam ini. malam? Mungkin belum terlalu malam, jam dinding menunjukan pukul 7. Matahari terbenam 1 jam yang lalu, tapi Ario sudah mengunci diri di dalam kamarnya seakan-akan sudah tengah malam dan ia hendak tidur. Mungkin bukan karena ia ingin, tapi karena ia harus. Suara musik yang nyaring itu bukan tanpa tujuan, ia ingin tenggelam di dalam sesuatu. Agar setidaknya ia tidak harus tenggelam di dalam hal lain, hal yang lebih buruk. Ario berbaring di atas tempat tidurnya, ia memandangi langit-langit kamar. Ia tidak benar-benar mendengarkan musik yang sengaja diatur dengan volume keras, semua hanya pelarian baginya. Satu set pemutar piringan hitam, dan sebuah komputer jinjing adalah dunianya. Ia hanya butuh dua benda itu saja, sedang barang-barang yang lain berjubel di sudut kamar. Tak pernah ia sentuh.
Pikiran Ario absen, melayang entah ke mana. Semua poster-poster band di kamarnya jadi benteng pertahanannya, poster Nirvana, Radiohead, Oasis dan yang lainnya bertumpuk secara acak di dinding kamarnya. Sampai detik itu suasana rumah masih normal, mungkin ini hari yang berbeda. Ario bahagia sekali apabila tebakannya tepat, akhirnya ia dapat menghirup napas lega. Tapi baru beberapa menit ia merasa aman, ternyata permainan telah dimulai.
Suara ribut muncul dari lantai bawah, seperti biasa. Ayah, dan Ibunya memang tidak pernah akur semenjak tragedi itu. Mereka selalu bertengkar, bahkan tanpa alasan. Mereka menjadi dua orang asing yang tidak mengenal satu sama lain, penikahan mereka tidak pernah ada. Pertengkaran sudah seperti hal rutin untuk mereka, persoalan sepele biasanya jadi pemicunya. Apa saja bisa jadi masalah serius hingga menciptakan pertengakaran hebat antara mereka.
Terkadang Ario merasa kasihan pada ibunya atas perlakuan ayahnya, tapi di sisi lain ia tahu betapa ayahnya mencintai ibunya. Ya cinta. Orang tidak akan menikah apa lagi punya anak jika tidak saling cinta kan? Ario pun kadang tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan, apa lagi tentang cinta. Yang ia tahu adalah dulu keluarganya adalah keluarga yang bahagia, sama seperti keluarga lainnya. Sarapan bersama, lalu diantar ke sekolah. Keluarga kembali berkumpul saat makan malam, dan kemudian menonton tivi. Pergi liburan setidaknya setahun sekali untuk menghabiskan waktu bersama. Bersenang-senang dan saling berbagi. Tidak ada yang salah dengan keluarganya, namun semua sirna semenjak kejadian itu. Begitu menyakitkan, sejujurnya Ario ingin sekali menghapus ingatannya akan kejadian itu.
Kebahagian mereka ludes dicuri, berikut keutuhan keluarganya. Ario terbuang ke situasi yang gelap, dan menyakitkan seperti saat ini. Ia menyaksikan satu per satu orang-orang yang ia sayangi berubah, mereka saling menyakiti hanya untuk membuat satu sama lain menderita. Ario memejamkan matanya, ia benar-benar tidak ingin mengingat kejadian itu. sudah cukuplah ia tersiksa dengan suara pertengkaran di bawah. Ia tidak mau menyiksa dirinya sendiri dengan memori itu, cuma membikin lara di dada. Ario memilih membentengi dirinya dari masa lalu dengan tembok yang kuat agar ia tidak terlempar lagi.
Suara makian terdengar jelas dari bawah, Ario dapat mendengarnya. "dasar gak becus, anjing" "tidak tahu diri." "goblok." Semua keluar dari mulut ayahnya, mulut yang dulu selalu berkata-kata lemah lembut dengan bahasa sangat sopan dan hangat. Suara barang jatuh bersahutan, barang pecah belah. Ario menyembunyikan kepalanya di balik selimut, ia tidak mau dengar. Tetapi ia meyakinkan dirinya bahwa ia dapat melalui ini semua, ia bisa bertahan. Bisa.
Suara tangisan Rahayu membuat Ario merinding, napasnya yang sesak menyayat hatinya. Diam-diam rasa benci timbul di antara rasa sayangnya, saat emosi menguasainya, ia juga ingin mengatakan seperti itu pada ibunya dan menaruh semua kesalahan padanya. Kesalahan karena sudah membawanya ke situasi seperti ini. Ia pantas disalahkan, untuk semuanya.
Leher Ario menegang, tulang belakangnya terasa mulai nyeri. Semakin rasa benci itu muncul, ia semakin kesakitan. Jalan keluar satu-satunya adalah menekan bantal kuat-kuat ke wajahnya. Suara tangisan ibunya, dan makian ayahnya masih mendominasi. Kini tembok yang ia bangun makin menipis, dia sudah tidak tahan lagi dengan keadaan ini. Tapi Ario masih mencoba untuk mempertahankan tembok itu agar tidak roboh, ia tidak mau kalah. Hingga akhirnya tembok itu runtuh saat sebuah suara benturan yang diikuti suara hantaman –entah ayahnya menghantam tembok atau wajah ibunya- terdengar dari sela-sela suara tangisan ibunya, setengah meminta ampun, roboh sudah tembok Ario. Tubuhnya gemetaran, perasaannya remuk redam. Telapak tangan Ario basah keringat dan pandangannya berkunang-kunang.
Ario mengambil telpon genggam di sela tempat tidur, ia mencari sebuah nomor telpon di kontak. Ia berhenti pada sebuah nama, dengan cepat ia menekan tombol "panggil". Ia harus menunggu beberapa detik sampai akhirnya nada panggil terdengar di seberang sana, dering pertama tidak diangkat. Baru pada dering kedua, Genta mengangkat telpon.
"Iya, kenapa?" ujar Genta, suaranya terburu-buru.
"Kayaknya gue jadi ikut lo manggung malam ini." ujar Ario. Suaranya tegang, ia juga terlihat kaku seperti sedang menelpon polisi untuk meminta bantuan.
"Untung aja lo cepet nelpon, gue baru aja mau jalan. Gue jemput ke rumah lo ya?" terdengar suara Genta terdengar santai.
"Jangan, gue tunggu di jalan raya depan komplek gue ya." Ario terdengar agak serak sekarang, ia sedang menahan rasa sedih yang terus meremas jantungnya.
"Yakin, nih?" Tanya Genta, curiga.
"Iya yakin gue."
"Lo gak apa-apa, kan?"
"Gue gak apa-apa, kayak guru BK aja lo."
"oke deh kalo gitu. Gue sampe setengah jam lagi, nanti gue telpon kalo udah deket."
"oke." Ario menutup telponnya, ia mematikan laptop lalu mengambil beberapa pakaian dilemari. Setelah berganti pakaian, ia mematikan pemutar piringan hitam yang memutar Don't Cry milik Guns and Roses.
Ternyata suasana di bawah sudah sepi. Hanya terdengar suara isak tangis ibunya, Ario berusaha untuk tidak perduli. Setelah siap, Ario keluar dari kamarnya. Ia menuruni tangga menuju pintu depan, saat sampai di meja makan ia melihat ibunya sedang menangis dipelukan Mbok Ismah. Ada luka lebam di ujung bibir ibunya, emosi Ario naik. Hantaman itu rupanya mendarat mulus di wajah ibunya, tapi ia tidak dapat menolong. Ario juga menyimpan kebencian yang sama terhadap ibunya, ia berhenti di tangga dan melihat ke arah ibunya. Ibunya pun melihat ke arahnya, mata itu lebam dan dibanjiri air mata dengan hidung merah terang seakan napasnya adalah bara menyala. Rahayu menatap lirih, membuat Ario lemas. Ario sudah memutuskan untuk tidak ikut campur, karena ia juga korban dalam hal ini.
Ario membuang muka lalupergi meninggalkan rumah. Ketika ia hendak keluar, ternyata mobil ayahnya sudahtidak ada. Ayahnya juga melarikan diri. Tidak ada yang tahan dengan keadaanini, begitu juga dirinya. Ario membuka gerbang, lalu melangkah menuju gelapmalam. Ia mengenakan jaket kulitnya sambil berjalan, ia meninggalkan kenyataandi belakangnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/120023756-288-k99167.jpg)
YOU ARE READING
Memento
Misterio / SuspensoHalo, Readers! Memento adalah cerita baru yang akan admin share ke kalian semuan di wattpad @kisahhorror, semoga kalian suka, dan kalo suka jangan lupa like, vote, comment, dan share ya. Sinopsis: Semenjak kematian adiknya, Arlene, Ario dan orang tu...