Drrrttt .. Drrrttt ..
Rena masih memejamkan matanya dan mencari-cari ponselnya di atas nakas.
“Hallo” suara Rena serak khas orang baru bangun tidur.
“Sudah siap-siap, honey?” jawab suara di seberang sana.
“Ha?” tanya Rena yang otaknya belum berjalan sempurna sambil menguap lebar.
“Baru bangun tidur, eh?”
“Ya.” Jawab Rena asal.
Orang di seberang tertawa kecil,sepertinya orang yang ada di seberang sana tahu kalau Rena masih linglung karena baru bangun tidur.
“Jadi, apa kau sudah memikirkan tawaranku? Kau mau kan menyetujuinya, honey?”
“Ha? I .. ya.” Jawab Rena asal-asalan masih mengerjap-ngerjapkan matanya. Tunggu!, tawaran? Setuju? Setuju apa? Honey?! Mata Rena terbelalak sempurna. ‘Orang gila itu lagi?!’ teriak Rena dalam hati.
“Pria tak berotak! Mau apa lagi kau menghubungiku?!” teriak Rena dengan garang sesaat setelah kesadaran mulai menghampirinya.
“Terima kasih sudah mau menyetujui tawaran itu, aku tidak menyangka kalau kau akan berubah pikiran secepat itu. Tapi menurutku itu keputusan terbaik. Bukan begitu honey?” ucap Revin tanpa memperdulikan pertanyaan Rena.
“Siapa yang menerima tawaran itu?! Aku tidak berkata begitu. Jadi lebih baik jangan pernah mengganggu hidupku lagi!”
“Lebih baik sekarang kau cepat bersiap-siap.”
“Bersiap-siap? Bersiap-siap untuk apa?” tanya Rena sambil mengernyitkan dahinya.
“Kau tidak lupa dengan rencana kita sore ini bukan, honey?”
Sore? Rena segera berjalan menuju ke jendela kamarnya dan menyibakkan kordennya, ya ternyata memang sudah sore. Rena kembali mengingat tadi setelah ia sibuk berbelanja, ia segera masuk ke kamarnya dan melakukan ritual hari minggunya yaitu tidur siang. Rena menghela nafasnya, ini sudah sore tapi matanya tetap tidak dapat diajak kompromi sepertinya, Rena masih merasa mengantuk.
“Hai, kau masih disana, honey?” suara Revin yang mengagetkan Rena dari lamunanya.
“Jangan pernah memanggilku seperti itu lagi! Harus berapa kali aku mengatakannya ha?! Oh ya aku tidak ingin bersiap-siap, aku tidak ingin bertemu denganmu, aku tidak ingin pergi dengan pria tak berotak sepertimu— Jelas?!!”
“Kali ini kau harus mau!” suaranya tegas tak terbantahkan.
“Apa kau tak pernah lelah memaksa orang, wahai Tuan Pemaksa?”
“Aku memang terlahir menjadi pemaksa sepertinya.”
“Oh begitu, tapi maaf sepertinya aku tidak ingin bertemu denganmu sore ini, aku masih mengantuk. Bye!” dengan cepat Rena segera mematikan ponselnya.
Sambil setengah menggerutu Rena kembali merebahkan tubuhnya ke ranjangnya, hari ini Rena merasa sangat lelah, lelah fisik juga lelah batin dan itu semua karena pria menyebalkan yang dengan tidak tahu malunya terus memaksa Rena untuk menyetujui tawaran gilanya.
Rena mendengus, apa ia harus menjauhkan dirinya dari ponsel atau alat komunikasi lain agar terjauh dan terhindar dari Revin? Ah sangat konyol!
Lalu apa yang harus ia lakukan? Apa Rena harus dengan berat hati menyetujui tawaran itu? Kalau memang pria gila it uterus-terusan menerornya seperti ini, maka tak ada lagi jalan lain selain menerima tawaran itu. Toh semua itu hanya pura-pura bukan?
Rena segera menghilangkan segala pikiran-pikiran yang sudah memenuhi otaknya, dan menarik selimutnya sampai ke dagu untuk meneruskan tidurnya.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Unplanned Wedding
ChickLit“Menikahlah denganku.” Apa yang harus dilakukan Farena Airina Cassandra jika mendengar kalimat itu? Mungkin kalimat itu merupakan kalimat terindah untuknya kalau saja tidak karena orang terakhir yang mengucapkan kalimat yang sama adalah orang yang...