Dengan cepat Revin menarik Rena dalam pelukannya, dan melingkari pinggang Rena dengan posesif.
“Jangan pernah mencoba untuk merebut Tunanganku, Ervin!” desis Revin penuh dengan ancaman dan terdengar sangat mengintimidasi.
“Apa?! Tunangan?!!”
Bagai ada petir yang menyambarnya, Ervin benar-benar terkejut, seketika itu juga Ervin menggeleng-gelengkan kepalanya, ini tidak mungkin! Ya. Ini tidak mungkin! Ervin memejamkan matanya sekejap, berharap dapat sedikit memberi ketenangan untuk hatinya yang entah mengapa serasa diremas. Suasana berubah hening seketika, hening yang menyesakkan bagi Ervin. Tak ada suara, tak ada jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Ervin, semua terdiam. Semua membisu.
Rena masih disana, menatap Ervin dan Revin secara bergantian, menatap kedua kakak adik yang memiliki auranya sendiri-sendiri. Rena menatap Ervin yang terlihat terkejut. Tidak, maksudnya sangat terkejut. Mungkin ekspresi itu sudah dapat Rena duga sebelumnya, tapi di lain sisi Rena melihat keterkejutan, kemarahan, kesedihan dan kecewaan yang bercampur menjadi satu di balik sorot mata Ervin. Rena masih tidak mengerti, kenapa ekspresi itu bisa terlihat jelas dalam sorot mata Ervin. Bukankah seharusnya yang ditampakkan Ervin hanya ekspresi terkejut saja, tapi kenapa kemarahan, kesedihan dan kekecewaan juga tersirat disana? Rena menundukkan kepalanya, berusaha menghapus pertanyaan-pertanyaan itu dari kepalanya.
Untuk beberapa detik—atau menit keheningan membuat Ervin makin tenggelam dalam emosinya, kenapa tidak ada diantara mereka yang menjawab? Ini pasti hanya candaan konyol. Batin Ervin.
“Kenapa tidak dijawab?!” geram Ervin.
“Kau mau aku menjawab apa, Ervin? Apakah pernyataanku tadi kurang jelas untukmu?” balas Revin sambil menatap Ervin lekat-lekat.
Ervin kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Revin sambil tertawa, tawa getir yang digunakan Ervin untuk menguatkan dirinya bahwa ini semua memang sebuah lelucon dan ini semua tidak mungkin terjadi.
“Ini tidak mungkin!” sanggah Ervin, lalu tatapannya beralih ke arah Rena, seolah meminta penjelasan kalau perlu meminta kebenaran dari kebohongan yang dilakukan Revin.
“Apa benar kata Revin, kalau kalian … sudah bertunangan?” tanya Ervin pada Rena dengan tatapan yang sulit diartikan oleh Rena. Tatapan yang seakan meminta Rena untuk menyanggahnya, menjawab pertanyaannya dengan jawaban ‘Tidak’ itu jawaban yang ia inginkan, walaupun arti tatapan itu tidak terlihat secara gamblang di mata Rena.
Entah, Rena tidak tahu harus menjawab apa. Apa yang harus ia katakan? Apakah ia juga harus membohongi Ervin? Andai saja Rena dapat menjawab pertanyaan Ervin dengan jujur, ingin sekali rasanya ia meneriakkan kata ‘Tidak!’ sekencang-kencangnya. Rena tidak pernah bertungangan dengan Revin, bahkan tidak akan pernah, ini hanya kepura-puraan. Ini tidak sungguhan, hanya sandiwara. Entah bagaimana nanti perasaan sahabatnya itu kalau saja ia mengetahui sandiwara ini.
Dengan lirih Rena menjawab, “I.. ya.” Jawabnya dengan gugup dan langsung memejamkan matanya, ia telah berbohong.
Ervin terlihat terdiam. Tatapannya menunduk, dalam hati Ervin berteriak, ‘Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa? Kapan kalian bertunangan? Bahkan kalian baru saja bertemu. Ini aneh! Sangat aneh!’ tapi entah mengapa Ervin membisu tak dapat menyuarakan suaranya sedikitpun.
“Sudah puas, Ervin? Kau sudah mendengar jawaban langsung dari Rena bukan?” tanya Revin pada Ervin yang tak menerima jawaban. “Sebaiknya kita segera masuk, honey. Sepetinya acaranya sudah akan dimulai.” Dengan cepat Revin menarik lengan Rena dan merangkulnya. Rena dan Revin mulai berjalan menjauhi Ervin. Rena menengokkan kepalanya ke belakang dan melihat Ervin yang masih terdiam disana, masih berdiri di tempat yang sama dengan pandangan yang masih sama, menunduk memandang rerumputan taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unplanned Wedding
ChickLit“Menikahlah denganku.” Apa yang harus dilakukan Farena Airina Cassandra jika mendengar kalimat itu? Mungkin kalimat itu merupakan kalimat terindah untuknya kalau saja tidak karena orang terakhir yang mengucapkan kalimat yang sama adalah orang yang...