Rena merasa sangat letih, menikah ternyata bukan hal yang mudah seperti yang ia pikirkan, rahangnya benar-benar sudah terasa sangat pegal karena harus memasang senyuman selama berjam-jam tanpa henti, kaki-kakinya juga terasa sudah tak dapat menopangnya lagi. Rena menghela napas lelah, ingin rasanya ia segera masuk ke kamarnya, menewaskan dirinya di kasur empuknya tanpa ada seorang pun yang mengganggunya. Tapi pikiran itu segera dihancur leburkan dengan kesadarannya bahwa malam ini ia akan mendapat gangguan dari seorang iblis yang berwujud manusia, yang bahkan hari ini sudah sah menjadi suaminya.
Rena melirik seseorang yang masih ada disampingnya, Orang yang tadi walau wajahnya terlihat sangat letih tapi senyuman tak henti-hentinya bertengger di bibirnya, pria yang selama ini jarang bahkan hampir tidak pernah tersenyum itu, dengan baiknya memegang watak barunya sebagai seseorang yang merasa bahagia atas pernikahannya –setidaknya seperti itu yang ia lakukan tadi di acara resepsi pernikahannya.
“Kau akan membawaku ke mana?” tanya Rena pada Revin yang masih sibuk mengamati jalan di depannya.
“Apartemen-ku.” Balasnya dengan singkat.
“Kau punya apartemen?”
Revin menoleh pada Rena sebentar sebelum membalas, “Tentu saja, kau pikir?”
Rena terlalu lelah untuk berdebat dengan Revin, tenaganya juga sudah habis yang saat ini ingin ia lakukan hanya mengistirahatkan tubuhnya secepat mungkin, dan segera melupakan semua kejadian yang telah terjadi seharian ini.
Rena menguap beberapa kali, matanya sudah hampir tertutup sempurna, dan semua samar-samar mulai menggelap, Rena sudah tak sadar dan terlarut dalam tidur nyenyaknya.
Revin menghentikan mobilnya, kini mereka telah sampai di apartemen Revin, sejenak ia melirik Rena dari sudut matanya, sebenarnya ia merasa ragu untuk membangunkan Rena dari tidur nyenyaknya, kini Revin benar-benar menoleh menghadap Rena, diamaatinya wajah polosnya saat tertidur, benar-benar bagaikan sang putri tidur yang terlelap selama beratus-ratus tahun yang menanti kedatangan sang pangeran tampan untuk menciumnya dan menyelamatkannya dari kutukan, lagi-lagi fikiran yang sama seperti yang ada di otaknya dulu sewaktu ia melihat Rena terlelap dengan damai di kamarnya sendiri.
Revin terkekeh pelan mengingat perjuangannya yang begitu berat untuk mendapatkan kemauannya yang tak lain dan tak bukan adalah seorang gadis yang sekarang tengah tertidur dengan damai disampingnya.
Kembali Revin mengamati Rena yang masih terlihat damai, melihatnya seperti itu membuat Revin ingin mengangkat tubuh Rena dan menggendongnya menuju ke apartemennya yang berada di lantai 23. Mungkin bagi beberapa orang itu akan terlihat romantis, tapi dalam logika Revin itu adalah hal yang malah menyulitkan dan merepotkan dirinya. Apalagi sekarang tubuhnya sudah merasa sangat lelah, jadi untuk apa merepotkan diri untuk menggendong beban berat seperti Rena? Revin mendengus menyadari kalau keinginan dan logikanya sudah tidak sinkron.
Diguncangnya bahu Rena dengan lembut untuk membangunkannya, masih tak ada respon dari Rena. Revin kembali mengguncang bahu Rena tapi kini dengan agak keras untuk membangunkannya namun hasilnya hanyalah gumaman yang tidak jelas dari mulut Rena yang membuat Revin hampir saja kehilangan kesabarannya untuk membangunkan Rena.
“Rena, bangunlah. Kita sudah sampai.” Kata Revin yang hanya dibalas dengan lagi-lagi gumaman tak jelas.
Revin memejamkan matanya, hampir saja dia akan menyiram Rena dengan satu ember penuh air untuk membangunkannya namun rencana itu segera dihapusnya, Revin tidak mungkin melakukannya di dalam mobilnya.
Revin kembali berpikir dan menemukan ide yang menurutnya lebih mujarab untuk membangunkan Rena.
Revin mulai mendekatkan bibirnya pada telinga Rena, membiarkan deru nafasnya menggelitiki telinga Rena, dan benar saja entah mengapa Rena merasa hangat nafas Revin memberi efek tersendiri bagi tubuhnya, namun rupanya hal itu belum bisa membuat Rena terbangun dari tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unplanned Wedding
ChickLit“Menikahlah denganku.” Apa yang harus dilakukan Farena Airina Cassandra jika mendengar kalimat itu? Mungkin kalimat itu merupakan kalimat terindah untuknya kalau saja tidak karena orang terakhir yang mengucapkan kalimat yang sama adalah orang yang...