7. Kedatangan Ayahanda

248K 25.3K 569
                                    

Akhirnya ada juga yang merasakan apa yang aku rasakan. Fajar adalah korban Arkan kali ini. Sepanjang hari Fajar terus mengumpati dosen yang satu itu. Lumayan bisa jadi sekutuku untuk menaklukan kekejaman Arkan.

Padahal malam itu Arkan benar-benar berbeda dengan sifatnya tadi. Tidak ada amarah yang meletup-letup dan suara yang lantang. Yang ada adalah Arkan dengan nada humoris walau terkesan nyinyir.

"Gue mau join jadi member KPA, sewot gue sama tuh dosen," gerutu Fajar terus meluapkan emosinya.

"Yaudah join aja. Banyak kok member cowoknya," balas Wulan.

"Kok lo malah dukung gue sih, Lan?"

Wulan mengangkat pandangannya, memandang Fajar bingung dengan kedua alis terangkat. "Kan lo yang bilang barusan, Jar."

"Teuing ah, maneh mah teu ngarti." (baca : gak tau ah, kamu mah gak ngerti).

Aku cuma bisa menghembuskan napas kalau mereka sudah mulai berdialog dengan menggunakan bahasa sunda.

"Model dosen kayak dia harus dibasmi, iya gak, Jar?" Aku memulai aksi konfrontasi.

"Yoi, Za."

"Lo punya dendam kesumat sama Pak Arkan, Za? Kayaknya lo gak suka banget gitu sama dia. Iya gak sih?" tanya Wulan.

"Karena nggak semua cowok ganteng itu wajib disukai. Gue lebih milih menyukai cowok menarik, karena yang menarik udah pasti ganteng. Tapi yang ganteng belum tentu menarik," ujarku disertai senyuman lebar.

"Oh berarti gue wajib disukai dong, gue kan menarik," celetuk Fajar menaik-turunkan alisnya.

"Huh!" Wulan memukul lengan Fajar. "Iya menarik buat gue buang ke Tangkuban Perahu."

"Jahat banget lo!" Fajar dengan gaya sok sedihnya.

Iya lo menarik, Jar. Makanya gue suka.

"Yes, lima--Ih Fajar!" teriakan Wulan menggelegar. Dia memukul lengan Fajar dengan kerasnya karena curang dalam permainan Ludo King. Sementara Fajar dan aku terbahak-bahak.

"Lo mah curang. Harusnya punya lo mati, Jar. Kenapa lo mindahin yang lain? Kalau bagian gue yang main, tangan lo diem dong."

"Aduh, Gusti. Itu punya gue udah mau masuk kandang, Lan," cengir Fajar.

"Ih geuleuh ka maneh teh, unggal maen Ludo pagaweanna curang wae," omel Wulan, tapi aku tidak mengerti apa maksudnya. (Baca : Ih benci sama lo, tiap main ludo kerjaannya curang terus).

"Kapan gue curang? Perasaan baru kali ini."

Wulan memandang Fajar malas, sama sekali tidak merespons ucapan Fajar dan kembali fokus ke permainan Ludo King.

"Iya sih, Jar. Lo kan sering banget curang. Udah tahu Wulan anaknya sensian, masih aja lo pancing-pancing."

"Khanza..."

Aku cepat-cepat bangkit mendengar suara laki-laki yang memanggilku dari arah luar. Dan sosok cinta pertamaku tersenyum lebar ketika melihatku. Tanpa membuang waktu aku langsung berhambur ke pelukan terhangat sepanjang masa ini. Ah, rindu itu memang berat.

"Kangen Ayah," rengekku seraya menyerukkan kepala lebih dalam.

Ayah terkekeh mendengar rengekanku. Jemarinya mengelus punggungku dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Kakak sehat?"

Aku mendongakkan kepala, memberi senyuman termanis untuk Ayah kesayanganku ini. "Sehat, dong. Ayah ke sini sendiri?"

"Iya sendiri, Azka diajak gak mau. Katanya besok mau ada acara di sekolahnya," jelas Ayah. Melirik kamarku yang ramai sama perdebatan Fajar dan Wulan yang kembali memanas. "Lagi ada siapa di kamar?"

Dosen Idola (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang