Arkan setuju untuk mencari tempat makan yang jauh dari kampus, aku belum terbiasa untuk menjadi objek pergosipan mahasiswa yang lain. Lagian Arkan maksa minta lunch bareng, ditambah gratis pula. Mana bisa nolak. Rezeki tidak boleh ditolak nanti kalau ditolak malah semakin menjauh.
"Kamu masih siaran di radio?"
Kegiatan mengaduk-aduk minuman dengan sedotan pun terhenti. Aku sampai mengerutkan dahi mencerna pertanyaannya. Jadi, Arkan tahu aku bekerja di radio. Apa karena dulu aku dan dia bertemu di depan gerbang radio Suara Hati? Lanjut dengan aku yang terpaksa nebeng pulang sama dia karena hujan dan tidak ada angkot dan tidak mau pakai gojek.
"Masih, tapi udah jarang. Rencananya emang mau keluar. Soalnya orang tua udah nggak ngijinin. Apalagi Bunda saya tuh cerewetnya kebangetan, ya paling minggu ini saya udah keluar dari radio."
Arkan mengangguk kecil. "Padahal saya suka dengerin kamu waktu siaran. Kamu itu remnya blong ya kalau bicara? Sampai gak ada titik koma gitu."
Nyinyir lagi.
"Ah, saya tersanjung lho. Ternyata orang sibuk kayak Bapak bisa meluangkan waktu untuk mendengarkan ocehan saya yang unfaedah," jawabku sinis.
"Kamu tahu akun ar_dirga?"
"Oh yang sering mention ... wait," aku kepikiran sesuatu. Dirga? "Jangan bilang itu akun kloning, Bapak?"
Arkan tertawa sambil mengangguk. "Iya, saya sengaja buat akun kloning cuma buat mention pas kamu siaran," kekehnya.
"Niat banget sih, Pak."
Arkan tersenyum miring. "Karena saya gak yakin kamu akan respons kalau saya pake akun asli."
Aku nyengir. "Kan dulu saya haters Bapak."
"Kalau sekarang? Udah ganti status jadi fans saya?" tanya Arkan masih dalam mode nyinyir.
"Oh, jadi cuma dianggap fans?" Detik itu juga aku harus menjahit mulutku yang tanpa kontrol itu. Aduh, Im Yoona makin malu. Tolong kalau ada badut, bisikin ke gue. Gue mau ambil topengnya buat nutupin muka gue yang manis ini.
Arkan terbahak, mulutnya sampai harus ditutupi telapak tangan. Pasti dia mikir yang tidak-tidak. "Oh, maunya jadi apa? Pacar?"
"Nggak mau apa-apa," elakku.
"Calon jodoh aja gimana?"
"Hah?" mataku melotot. Namun, gak bisa aku hindari debaran jantung yang meningkat. Sekuat tenaga aku menjaga ekspresiku. Semoga tidak semerah tomat. "Jangan bahas soal jodoh, Pak. Belum saatnya. Kan kita masih sama-sama berjuang menyatukan jalan dulu."
Dia mengangguk-anggukan kepalanya santai. Kemudian aku melihat seringai jahilnya. Dia melempar kode dengan matanya. Aku mengerutkan dahi sambil melempar tatapan bertanya."Buka handphone kamu."
Langsung kubuka ponselku. Bau-bau yang tidak enak nih. Satu whatsapp darinya masuk. Dia mengirim gambar. Mataku sontak melotot saat melihat gambar yang Arkan kirim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Idola (Sudah Terbit)
ChickLit[TERSEDIA DI SHOPEE] Punya dosen ganteng tapi kejam, otoriter, pelit nilai, tengil... Basmi aja! Kalau dipelihara tidak akan baik untuk kesehatan otak. Itu yang selalu Khanza deklarasikan. Mahasiswi semester 5 yang SANGAT TIDAK terobsesi pada dosen...