22. Arkana Menyebalkan!

181K 19.6K 652
                                    

Tangan Fajar terlepas begitu suara bariton Arkan menggema. Lelaki itu berjalan tegap tanpa melirik ke kanan-kiri dengan laptop di tangannya. Nyaliku tiba-tiba menciut teringat komitmen yang sudah sama-sama kami sepakati. Tapi, bukannya tidak berlebihan apa yang dilakukan Fajar padaku. Itu sebatas bercanda sesama teman.


"Mau ke mana lo?" tanya Fajar saat aku beringsut pindah duduk ke belakang.

"Diemmm," bisikku penuh tekanan.

Sedikit menguntungkan jika duduk tepat di belakang orang yang badannya gemuk. Tubuh kecilku terhalangi jika dilihat dari depan. Artinya, sedikit kemungkinannya Arkan melihat wajahku.

"Za, gue gak telatkan?" Wulan mengagetkanku. Napasnya tidak beraturan dan keringat bercucuran di wajahnya.

"Baru masuk, kok. Kenapa lo telat, tumbenan amat?" tanyaku memelankan suara.

"Macet, cuy. Ada mobil yang pecah ban, jadinya ngehambat akses jalan kendaraan lainnya," jelas Wulan terbata-bata.

"Nih, minum. Lo kayak udah ngelihat hantu aja deh." Aku menyodorkan air mineral dalam botol yang kubeli di kantin tadi. Wulan langsung meneguknya dengan rakus.

Oke, balik lagi ke laptop.

Seperti biasa sebelum memulai menyampaikan materi, Arkan membuka daftar hadir. Aku mengintip dari celah yang kosong antara si gemuk dan Fajar yang duduk di sebelahnya. Raut Arkan begitu datar dan tidak bersahabat. Hal yang wajar kalau Arkan sedang di kelas, tetapi bagiku ekspresi itu naik dari siaga ke waspada.

"Khanza Adreena?"

Aku mengangkat tangan ragu sambil menundukan pandangan untuk menghindari aura menyeramkan dari tatapannya. "Hadir, Pak," cicitku.

PLN matikan lampu pliss! Biar ini kelas jadi gelap. Aku gak sanggup lagi.

Tarik napas, hembuskan. Tarik napas, hembuskan. Beberapa kali aku melakukannya untuk mengenyahkan gelisahku. Tenang Khanza, tenang. All is well, Arkan belum tentu cemburu. Sugestiku dalam hati.

Sumpah demi Zayn Malik putus sama Gigi Hadid terus mengajak aku nikah. Konsentrasiku kali ini benar-benar buyar. Arkan menjelaskan materi juga tidak masuk ke otak. Masuk dari telinga kanan tapi kemudian keluar lagi dari telinga kiri.

Rasanya gue ingin nyuri kantong ajaib doraemon biar bisa mempercepat waktu dan Arkan segera keluar dari sini. Yaa Allah, tolong Selena Gomez yang sedang ketakutan ini.

"Sampai di sini, ada pertanyaan?" tanya Arkan pada seluruh mahasiswa.

Plis jangan ada yang nanya plis...

DAMN!

What the fuck?!!!

Orang gemuk yang duduk di depanku malah seenak jidat mengacungkan tangan dan bertanya. Sial! Pandangan Arkan malah jadi tertuju ke arahku. Meskipun matanya memperhatikan orang yang bertanya, tapi feeling-ku tetap saja tahu bahwa ekor matanya itu sesekali berpindah kepadaku.

"Pertanyaan yang bagus," ujar Arkan setelah si gemuk bertanya.

Gue kutuk lo jadi cacing kremi deh, Ndut.

Arkan memaparkan jawabannya dengan santai. Aku menghitung berapa lama dia menjawab pertanyaan si gemuk. Tidak tanggung-tanggung empat menit dia habiskan hanya untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Ada lagi yang ingin bertanya? Masih ada waktu sepuluh menit."

Arrrrggghh...

Kenapa waktu berputarnya lama sekali? Sisa sepuluh menit pun masih Arkan manfaatkan. Bahuku melorot lemah, ingin cepat-cepat keluar dari ruangan ini dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Dosen Idola (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang