Victoria POV
Seumur hidupku baru pertama kalinya aku melihat ayah serapuh ini, sepanjang perjalanan pulang dalam bus, tatapan ayah kosong menatap keluar jendela. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini. Mungkin ayah butuh waktu untuk menenangkan pikirannya, terlebih dengan diriku.
Golongan darah yang berbeda antara aku dengan ayah dan ibu selalu berputar-putar di kepalaku. Apakah mungkin aku bukan anak mereka, tapi bagaimana mungkin, mengapa selama ini mereka tidak pernah mengatakannya. Ah tidak... Aku mengetuk-ngetuk kepalaku, Tidak... aku pasti anak mereka. Tapi ... Aghhhh.... Teka-teki ini seperti ingin meledak di kepalaku, Bagaimana aku harus mencari tahu?
Saat ini tidak tepat kalau aku bertanya langsung kepada ayah terlebih lagi ibu. Aku memalingkan wajah ke ayahku, tanganku mengelus lengan atasnya... "Ayah... sudah mau sampai..." Dia memandangku sambil mengangguk pelan. Aku seakan bisa melihat luka di hatinya.
Kami berjalan beberapa puluh meter untuk sampai ke rumah kami. Wangi tanah dan pepohonan di sekitar dihembus oleh angin musim gugur yang akan beralih ke musim dingin. Angin sepoi sepoi yang meruntuhkan daun daunan seakan mendorongku pula untuk memberanikan diri bertanya kepadanya. Sambil menggandeng tangan di sebelahnya, aku berharap kami bisa berbagi rasa bersama.
"Ayah... maafkan aku, mungkin ini waktu yang tidak tepat untuk menanyakan hal ini, tapi aku tidak habis-habisnya berfikir apa yang sedang menimpa kita...." Aku mengambil nafas dalam dalam dan terdiam sejenak untuk memberanikan diri. Ayah tidak berkata apa pun. Karenanya aku melanjutkan.
"Apakah ... aku anak adopsi ayah dan ibu?" Langkah kaki ayah yang berhenti mendadak membuatku tersentak kebelakang. Kekecewaan tersirat jelas di mukanya. Baru ayah ingin membuka mulutnya, cepat-cepat aku menyelaknya lagi. "Ayah... maafkan aku, aku tidak bermaksud menambah kesedihanmu, sungguh. Hanya saja, golongan darah yang dokter katakan membuatku bertanya-tanya, sebenarnya aku ini anak kandung ayah atau bukan?"
Ayah menakup wajahku kedekat wajahnya, "Kamu adalah putriku, dan selamanya akan seperti itu." Tatapan mata ayah berkilat marah.
"Tapi bagaimana go..." Kali ini mulutku tertutup tubuhnya yang memelukku dengan erat.
"Kamu putriku, tolong jangan ragukan itu." Kata ayah sambil terus menciumi kepalaku. Aku membalas memeluknya. Bodohnya kamu. Lihat apa yang kamu lakukan. Batinku memarahiku.
"Maafkan aku ayah.... maafkan aku.... " Kami berpelukan di tengah jalan, tidak peduli beberapa pasang mata yang menoleh dan melihat dengan penasaran ke kami.
***
Hari ini aku tidak bisa konsentrasi bekerja, banyak pertanyaan berkelibat di benakku sejak kamarin. Pertanyaanku kemarin seperti menambah perasan jeruk ke atas luka ayah. Tetapi aku memberanikan diri untuk berjanji bertemu dengan Dr. Harrington di Cafe dekat Nortwestern Memorial Hospital tempat beliau bekerja. Berkat kebaikan beliau, aku bisa berkonsultasi diluar jam kerjanya. Tepat jam 5 sore aku keluar kantorku menuju Cafe tempat bertemu dengannya.
Narator POV
Rumah sakit tempat Dr. Henry Harrington bekerja terletak bersebelahan dengan universitas kedokteran. Cafe Corner Backery tempat Victoria bertemu dengan Dr. Harrington, menjual berbagai sandwich, roti, dan minuman, hal ini menjadikan Cafe tersebut banyak di kunjungi baik pelajar maupun karyawan sekitar.
Victoria memasuki cafe dengan tangan terlipat didepan dadanya, suhu yang berangsur turun meninggalkan musim gugur menyambut kedatangan Victoria di sepanjang perjalanan seakan menembus sendi-sendi tulangnya. Aroma kopi menusuk tajam hidung Victoria, aroma yang maskulin dari kopi membuat Victoria menarik nafas panjang seakan ingin merasakan kehangatan dari aromanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bali I'm In Love (Versi Indonesia) #wattys2017
Romance"Topeng". Itulah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penampilan dari Samuel Schneider selama ini. Saat dia memakai 'Topeng', dunia melihatnya sebagai pria sempurna. Wajah tampan, otak pintar, tubuh atletis, harta melimpah. Tidak ada wanita y...