Victoria POV
Sikap Samuel yang berbeda saat hanya bersamaku dan saat di kantor membuatku bingung. Bila di rumah, dia sangat romantis dan perhatian, tapi bila di kantor, aku merasa dia seperti orang asing bagiku.
Hari demi hari, hubungan kami di rumah layaknya suami istri pada umumnya. Meskipun dia tidak pernah mengatakan bahwa dia mencintaiku, aku nyaris percaya kalau dia benar mencintaiku sampai pada suatu hari...
"Vi.. tolong berikan dokumen ini kepada Samuel, aku sudah menandatanganinya, sepertinya dia masih ada di ruang meeting di lantainya." Kata Ian sambil memberiku map berwarna orange.
"Biasanya Karen yang mengambil tanda tanganmu?" tanyaku sedikit bingung.
"Tadi aku di toilet, sepertinya pencernaanku sedang tidak baik. Dia meninggalkan ini disini.."
"Perlu aku belikan obat untukmu?"
"Nehhhh. Tidak perlu. Kamu berikan map itu saja padanya."
Aku memencet lift turun, melewati meja-meja teman kantor dimana aku pernah bekerja bersama mereka beberapa bulan, aku tersenyum pada Cloe yang dulu duduk di dekat mejaku. Cloe menarikku ke mejanya.
"Gosip tentangmu menyebar..." aku mengerutkan kening.
"Gosip? Gosip apa?" tanyaku sedikit penasaran.
"Karen menyebarkan bahwa kau dan Samuel berpacaran, bahkan menikah diam-diam. Aku tidak mempercayainya. Karena aku tahu Samuel selalu mengencani model-model cantik. Ini aku kasih buktinya. Siapa tahu kau mau lihat. Dengar vi, aku kasih tau padamu, sebaiknya kau hati-hati dengannya." Kata Cloe berbisik di telingaku. Secara refleks aku mengelus jari manisku. Sejak menikah, untuk menghindari gosip, aku menyimpan cincin nikahku, dan tidak pernah memakainya.
"Terima kasih Cloe sudah memberitahuku." Kekhawatiranku ternyata benar terjadi, aku tidak menyangka kalau dia akan menyebarkan gosip tentangku pada akhirnya.
"Jujur aku merasa kasihan padamu karena kau di pindahkan ke lantai atas, jika bukan karena Karen kita pasti masih duduk berdekatan." Aku tersenyum lirih.
"Aku harus bersyukur untuk yang itu, karena aku lebih menyukai bekerja untuk Ian di banding Samuel." Aku tertawa kecil meledeknya.
"Syukurlah kalau kau memang lebih senang."
"Dimana?" tanyaku sambil menunjuk ruang Samuel yang kosong tanpa penghuni.
"Tadi lagi meeting, dia belum kembali."
"Aku harus menyerahkan ini, nanti kita sambung lagi. Terima kasih informasinya."
"Oya Vi, besok kan jumat, kami akan pergi ke club. Kau mau ikut tidak?"
"Sepertinya tidak." Aku menolak sambil menggelengkan kepalaku.
"Hampir semuanya ikut, ayolah kau ikut, kau harus berbaur dengan semuanya. Pasti akan seru." Cloe memandangku dengan memelas sambil menggenggam tanganku. "Please..."
"Hmmm baiklah, hanya saja aku tidak bisa pulang malam."
"Yeayy. Tentu. Sampai nanti. Ya sudah sana, cepat, nanti di cariin map nya."
Aku segera berlari kecil menuju ruang meeting, karena aku sudah cukup lama berbincang dengan Cloe. Aku mengintip dari pintu yang kubuka sedikit, karena takut kehadiranku bisa mengganggu jalannya meeting bila masih berlangsung, dan aku sangat terkejut melihat mereka.
Dia sedang berdiri, baru saja memasukan lengan kemejanya, aku bisa melihat dadanya yang sudah tidak asing bagiku. Luka bekas tembakan sudah jauh lebih baik. Tapi bukan itu yang membuatku kaget, melainkan Karen disana sedang mengelus luka Samuel. Bahkan aku merasa mereka berdiri sangat dekat sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bali I'm In Love (Versi Indonesia) #wattys2017
Roman d'amour"Topeng". Itulah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penampilan dari Samuel Schneider selama ini. Saat dia memakai 'Topeng', dunia melihatnya sebagai pria sempurna. Wajah tampan, otak pintar, tubuh atletis, harta melimpah. Tidak ada wanita y...