✖ 14. Lean On Me

458 63 43
                                    

Queenta mengeluarkan pakaian dari mesin cuci ke keranjang pakaian dan membawanya ke luar ruangan untuk dijemur. Ia berharap hari ini cuaca cerah agar pakaian ini kering dan dapat disetrika nanti malam.

Queenta menghela napasnya dalam-dalam. Ia menengok ke arah keranjang pakaian kotor yang masih tersisa dua hingga tiga kali putaran mesin cuci untuk menyelesaikan tugasnya. Padahal ia sudah bangun pukul empat pagi tapi pekerjaannya tak kunjung selesai. Jika tidak beres juga, ia akan melanjutkannya nanti setelah pulang sekolah.

Jari-jari Queenta cekatan menjepitkan jepitan jemuran di tali tambang yang ia ikatkan diantara dua pohon. Beranda kamarnya pun sudah penuh oleh pakaian basah. Terpaksa ia harus meminjam jemuran aluminium ibu kos. Kebetulan jemuran itu menganggur di halaman belakang. Biasanya anak kos lain berebutan untuk menggunakan jemuran itu.

Mungkin, hari ini hari keberuntungannya.
Mungkin..

Queenta membuka dua kotak kacamata yang kemarin diberikan Reyes. Bukan diberikan cuma-cuma tentu saja..
Ia sempat shock kala menerima dua kacamata dengan warna dan bentuk yang berbeda. Pikirannya langsung tertuju pada jumlah hutangnya yang menjadi double.

Ternyata tidak..

Toko Reyes sedang mengadakan promo buy one get one. Tapi, tetap saja. Ia harus membayar full kacamata satunya lagi. Rasanya ia tidak kuat hidup dibayang-bayangi hutang. Ini kali pertama dirinya berhutang pada orang lain. Dalam prinsipnya, ia lebih baik hidup seadanya daripada hidup sok mewah tapi ternyata hasil berhutang.

Ia harus bekerja lebih giat lagi agar dapat melunasi hutang secepatnya. Biasanya, hasil jasa usaha laundri setrikanya dipergunakan untuk membantu keperluan anak panti asuhan di mana ia tinggal dulu. Walaupun ia mempunyai ibu angkat, ia tidak mau terlalu bergantung pada orang lain. Apalagi, hingga membebani ibu angkatnya untuk membayarkan hutangnya.

Tidak, ia tidak mau menyusahkan orang lain untuk memenuhi kepentingan hidupnya.

Queenta berangkat sekolah dengan menggunakan sepeda untuk sedikit berhemat, semoga saja minggu depan ia dapat mencicil hutangnya. Agak sulit berkendara di jam sibuk seperti sekarang. Ia harus bersaing dengan motor dan mobil yang menghabiskan badan jalan karena parkir sembarangan atau macet.

Queenta memasuki gerbang sekolah yang masih agak sepi. Ia melewati taman depan sekolah yang sedang disiram otomatis melalui pancuran air yang berada di balik semak. Hal itu membuat sepatunya sedikit basah terkena cipratan air yang berputar-putar.

Queenta menepi dan mengunci sepedanya di tempat penitipan sepeda. Hanya sepeda miliknyalah yang terparkir di sana. Wajar saja, sepeda bukanlah kendaraan yang lumrah untuk warga Xavier School. Mereka terbiasa datang dengan mobil atau diantar jemput supir.

Queenta menempelkan jarinya di alat finger print scanner lalu melangkahkan kaki menuju kelas barunya. Ia sempat menoleh sekilas ke kelas lamanya, jika diperbolehkan ia ingin kembali sebangku dengan Vina. Cewek banyak bicara dan serba tahu itu membuatnya rindu. Sifat yang sangat jauh berbeda dengan Reyes. Cowok itu selalu menutup rapat mulutnya sepanjang waktu.

Bila mengingat ucapan Vina mengenai tiga Rey yang tidak suka didekati perempuan. Ia sedih memikirkan nasib dirinya yang satu meja dengan Reyes. Sangat tidak masuk akal jika Reyes membencinya hanya karena dirinya perempuan.

Haruskah ia mengubah jenis kelamin agar bisa berbicara dengan cowok itu?

Hufff, bukan ide cemerlang. Yang menjadi masalah di sini adalah sikap Reyes yang tidak bersahabat. Bukan dirinya yang harus mengorbankan diri berganti jenis kelamin! Lagipula, Reyes tidak bisa memukul rata semua perempuan memiliki tabiat buruk. Cowok itu saja yang terlalu menutup diri dari lingkungan sekitar.

THREE REYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang