✱ 17. Dealing With Her

222 50 41
                                    

"Oh, my head.."

Reyes memegangi kepalanya yang masih terasa berat. Ia susah payah bangun dan merangkak dari kasurnya. Dua Rey lainnya masih terlelap dengan posisi berantakan. Reyhan tidur telentang di sebelahnya, sementara Reymond tidur di bawah. Setelah menghisap obat Reyhan, mereka kacau. Tidak terhitung jumlahnya berapa kali mereka bolak-balik ke toilet untuk muntah. Perutnya terasa mual disertai kepala pening. Dunia seakan jungkir balik. Semuanya terlihat ganda saat masih dalam reaksi obat. Benar-benar kacau.

Reyes mendengarkan audio yang direkam Reyhan. Tidak ada yang aneh. Walau berbicara dengan topik yang berbeda, mereka sama sekali tidak membahas Queenta. Baguslah, dengan begitu kini ia mengetahui tidak ada Queenta dalam benak mereka. Walaupun ia harus menderita seperti sekarang, hal itu sepadan dengan jawaban memuaskan yang ia dapat. Ia lelah menerka-nerka seperti kemarin.

Reyes melihat jam yang tergantung di dinding kamarnya. Jam enam lewat tiga puluh lima menit. Reyes menghela napasnya, shubuh sudah terlewat jauh. Begitu juga shalat kemarin, ashar, maghrib, isya, semua ia tinggalkan karena tidak kuasa untuk mengangkat tubuhnya sendiri dari pengaruh obat yang memporak-porandakan kerja syarafnya. Begitu dahsyatnya efek dari obat itu masih saja ada manusia yang mengkonsumsinya. 

"Rey? Kok lo nggak bangunin gue sih?" Reyhan protes kala melihat Reyes sedang sarapan di ruang makan. Reymond yang berada di sebelah Reyhan menguap dan sesekali memegangi kepalanya. Keadaan mereka berdua tak jauh berbeda dengan dirinya, sama-sama masih terlihat teler.

"Gue jadi ketinggalan solat shubuh. Apalagi kemarin gue nggak solat dari ashar. Kalo begini terus kita bisa masuk neraka, Rey." Reyhan berujar ringan seakan tidak berkaca bahwa dialah penyebab semua kekacauan ini. Cowok itu dengan santai mencolek selai stroberi dari toples yang belum ditutup dan mulai membuat isian roti sendiri dengan selai rasa lain. Reymond bersandar di dinding sambil menggaruk-garuk rambutnya. Ia yakin, cowok itu belum sempat mandi berbeda dengan Reyhan yang sudah segar walau matanya terlihat sayu.

"Gue nggak bakal kesepian masuk neraka. Kan ada lo berdua,"

"No, no. Gue nggak termasuk, kemarin gue shalat posisi berbaring." Reymond membantah.

"Emang lo yakin ibadah lo diterima sementara lo lagi bikin dosa besar, hah?"

"Iya sih." Reymond meringis lalu matanya menatap Reyhan marah. "Ini gara-gara elo Re! Lo harus tanggung jawab!" Reymond berjalan lurus menuju tempat di mana Reyhan duduk dan merebut roti yang sudah selesai diolesi selai oleh Reyhan secara paksa.

"Ih, roti gue." Reyhan menunjuk rotinya yang sudah berpindah tangan. Beberapa detik ia melongo seperti orang tolol lalu tersadar sendiri dari keterperangahannya. "Bikin sendiri dong, bison!" Reyhan mengepret wajah Reymond dengan serbet kala cowok itu duduk di sebelahnya. Reymond tidak membalas, dia malah sangat menikmati roti curiannya dengan memasukkan seluruhnya ke dalam mulut.

Reyes tersenyum melihat dua Rey yang sering bertengkar tidak jelas itu. Sangat kekanakkan. Ia mengira Reymond akan meminta pertanggung jawaban apa dengan Reyhan, ternyata cowok itu hanya menginginkan roti buatan Reyhan. Kalau mau ditelaah lagi, persahabatan mereka yang baru berusia dua tahun sudah membuat mereka dekat satu sama lain layaknya seperti saudara. Ia memang sudah menganggap mereka saudara, karena tidak ada lagi kerabatnya selain Thomas.

                                  ✱✱✱



"Apaan nih?"

Reyes mengamati benda di tangannya. Benda sejenis kantung serut berbahan beludru berwarna pink yang berukuran agak besar itu diberikan Queenta pagi-pagi sekali. Ia terkejut kala cewek itu mengetuk kaca pintu mobilnya. Ia mengira hantu atau malaikat pencabut nyawa mendatanginya. Sebelumnya ia tidak melihat seorang pun berada di tempat parkir. Lalu, kenapa dia bisa tiba-tiba muncul? Sungguh aneh.

THREE REYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang