Si Pengkhayal

3.1K 198 10
                                    

[Beam]

Cuaca hari ini sangat dingin, perkiraan yang disiarkan oleh televisi saat ini, bagian timur daerah Thailand mendung.

Aku sudah tidak bekerja selama 3 hari, aku kena demam. Sebenarnya aku bisa datang ke kantor di hari ketiga hanya saja rasa malasku ini datang.

Aku adalah Beam Barammee seorang pria mungil, banyak juga yang bilang aku ini berwajah cantik. Aku ini pendiam, hanya saja aku malas mengatakan semuanya dengan verbal.

Aku hanya mempunyai teman satu dikantorku, itu juga karena dia duduk disampingku. Namanya Al.

Aku suka berimajinasi, aku suka berfikir sesuatu yang bodoh tapi itu kegemaranku, jadi jangan salahkan aku, jika kalian akan pusing dibuatnya.

*Khayalan

Sekarang aku menggambar satu tokoh teman khayalanku, pria kecil berbadan besar, mempunyai jenggot putih seperti sinterklas. Bisa dibilang dia seoranh elf, yang berpakaian berwarna serba hijau, dengan sepatu lancipnya, diujung sepatu itu ada lonceng, jadi apa bila dikamarku tiba-tiba terdengar ada suara lonceng, si elf sedang muncul.

Aku duduk di sofa apartemenku yang sederhana, dengan kedua lutus yang aku lipat, daguku menyandar disana,

*Suara lonceng

Elf datang, terlihat dari topi kuncup keatas berwarna merah hijau muncul di sela-sela tv yang berada di depanku, tepatnya disebrangku, dimana ditengah kami meja bundar biasa aku menaruh kopi ku disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elf datang, terlihat dari topi kuncup keatas berwarna merah hijau muncul di sela-sela tv yang berada di depanku, tepatnya disebrangku, dimana ditengah kami meja bundar biasa aku menaruh kopi ku disana.

"Beam, apa kau takut." kata elf itu bicara.

"Aku hanya malas." jawabku, sambil mengerucutkan mulutku.

"Apakah ada banyak musuhmu disana. Membangun benteng besar-besar untuk menghadangmu masuk ke gedung istana pancaroba itu?" kata elf.

Tunggu. Sekarang jalan pikiranku mulai berimajinasi, mengkhayal seperti biasa,

Musuh bebuyutanku, si pria gendut, dengan pipi yang besar, perutnya pun tidak kalah besar mempunyai double chin di dagunya, dan beberapa lipatan di lehernya. Dia selalu saja mengangguku, selalu melakukan sesuatu untuk menghalangiku, begitu sih yang ada di pikiranku.

Aku sekarang berada didepan gedung kantorku yang ku gambarkan seperti bentuk bangunan istana besar, dengan garis-garis batu bata ada dua bendera berwarna biru merah di samping kanan dan kirinya, bila masuk kedalam sana harus melewati sungai didepannya, karena perlu jembatan yang dapat dilipat ke atas dan kebawah oleh prajurit istana yang menjaga gerbang didepannya.

Musuhku, si Pria Tua, ksatria mungil, itu nama panggilan yang aku berikan untuknya, dia dengan kedua tanduknya, berpakaian seperti prajurit di film-film kolosal, membawa senjata menghadang didepan istana, jenggotnya yang tebal, memasang ancang-ancang dengan serangkaian strategi perangnya.

Ksatria

Ksatria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TelepathyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang