Rindu

11 2 0
                                    

Namaku Koichi Eri. Kau tahu? Semenjak aku bertemu dengannya saat dibandara entah kenapa secercah cahaya pun datang pada diriku.

Aku ingat sekali saat-saat itu,rambutnya yang ditiup oleh angin,wajahnya yang penuh misteri,matanya yang indah,dan bibirnya yang manis itu membuat kata-katanya yang indah.

Tak sadar tubuhku mencoba untuk mendekatinya dan......

Disanalah aku berbicara pada dirinya,seorang perempuan yang sedang membawa koper sambil melihat hujan deras dibandara.

Saat aku berbicara dengannya,dia merasa kebingungan. Kebetulan dia orang Indonesia,sebenarnya aku memang orang Indonesia tetapi semenjak aku sudah tinggal di Jepang 6 tahun sedikit demi sedikit kata-kata khas yang dulu ku ucapkan disana sudah hampir memudar dan aku pun mengingat-ngingat kata-kata itu. Dan aku pun bisa mengucapkan kata-kata sulit yang dulu ku ucapkan.

"Oh kau tak bisa bahasa jepang toh. Maafkan saya nona."ucap Eri dengan menunduk untuk permintaan maafnya.

"Oh ya tak apa-apa hehehe,sudahlah jangan dibahas lagi. Ngomong-ngomong namamu siapa?"

"Koichi Eri. Dan kau?"

"Mia Akane. Salam kenal Koichi san."

"Oh Akane. Salam kenal juga Akane san."

"Btw mau dibantu?"

"Oh ya boleh."

"Baiklah kalau begitu apa?"

"Bisakah kau mengantarku ke alamat ini?"sambil menunjukkan kertas yang berisi alamat.

"Oh ini ya. Ini sih dekat sekali dengan rumahku."

"Benarkah???"

"Iya"

"Bisakah kau mengantarku?"

"Tentu saja."

"Arigatou ne Koichi san."

"Iya sama-sama."

Melihat dia senang dan melompat-lompat kegirangan membuat pipiku memerah,dengan itu aku mengantar sang putri ke rumahnya dengan sebuah payung.

Kita berdua pun terdiam sesaat dan memulai pembicaraan disaat hujan mengguyuri kota Tokyo,hanya di sebuah payung kita pun berdekatan satu sama lain,karena aku tak mau tubuhku ini terbasahi oleh rintikan air hujan dan kau juga. Tubuhku terasa kaku,hatiku berdegup kencang,rasanya ingin sekali aku menguburi diriku ke dalam tanah sedalam-dalamnya agar kau tak tahu kalau hatiku berdegup amat keras saat dekat denganmu.

Kita pun sampai dirumah mungil yang saat ini tinggali sang putri dan bertepatan disebelahnya ada rumahku juga.

Disaat itulah kita pun berpisah.

Aku rindu sekali saat-saat itu....

Aku ingat kalau kita pernah bermain polisi perampok ditaman. Aku melihat sosok putri berlari menghampiriku,dia begitu mengagumkan sekali sampai-sampai hatiku ingin meledak. Tak disangka sang putri pun tertangkap dan dia pun diseret ke lingkaran yang aku duduki saat ini.

Kita pun terdiam dan dia pun mulai berbicara,aku pun senang saat dia berkata ingin menyelamatkanku.

Kita mulai terdiam lagi. Dan aku pun membalas pembicaraan dan berkata...

"Hmm Akane. Arigatou,sebenarnya aku sudah senang kau sudah menyelamatkanku tapi meski ujung-ujungnya kita berdua duduk disini dan aku ingin berkata tadi tuh kamu keren banget saat lari."

"Ah benarkah? Padahal lariku lelet banget hehehe. Tapi terima kasih Eri."

"Oh ya sama-sama."

Pipiku mulai memerah saat kata akhir itu dan aku pun langsung menunduk.

Coba saja momen itu diulang kembali.

Aku minta maaf Mia kalau aku tiba-tiba menghilang,karena aku harus merawat nenekku di Kyoto.

Maaf. Kalau aku tidak sempat mengucapkan selamat tinggal pada dirimu,mungkin saat ini kau sangat benci sekali,karena aku tiba-tiba saja menghilang darimu.

Maafkan aku kalau aku harus menghapus kontakmu tiba-tiba,mematikan hpku yaitu agar kau tidak mencari diriku saat kau sudah lulus wahai sang putri,lebih baik kita seperti ini tidak saling bertemu selama-lamanya karena diriku bukan lelaki baik untuk dirimu wahai sang putri.

Aku pun berpamitan dengan keluarga Akane,saat berpamitan keluarga Akane menyuruh agar putrinya mengetahui saat-saat ini tetapi aku mencegahnya,aku rasa dia tak perlu tahu dan aku pun minta tolong pada ibu dan ayahku agar Akane tidak tahu kita akan tinggal dimana.

Malam hari....

Hari ini begitu sangat dingin di kota Kyoto,aku pergi ke toko kue untuk membeli pencuci mulut saat makan malam nanti. Disaat itu aku melihat alunan melodi yang indah sekali,ternyata suara itu dari para pemain instrumen aku pun melihat hanya sebentar.

Saat melihat instrumen itu entah kenapa seseorang di sebelah kananku ini sangat tak asing bagiku,tapi aku menghiraukannya.

Aku melirik dia sekali lagi,wajahnya sangat tak asing bagiku,"kenapa hatiku ini berdegup saat melihat wanita ini?" "Apakah dia sang putriku?" Dengan cepat aku pun memberi koin dan meninggalkan para instrumen itu.

Saat aku meninggalkan para instrumen itu hatiku ini semakin kencang saja. "Ah kenapa kau harus  datang?"

Tiba-tiba saja air mataku menetes seketika "Apakah ini yang disebut rindu? Kenapa! Kenapa! Air mataku tak bisa berhenti?"sambil mengusap ngusap matanya.

Maafkan aku Akane. Coba saja kau tahu kalau aku sangat mencintaimu.

Aku tak mau kehilangan dirimu.

Sekali lagi maafkan aku yang terlalu egois pada dirimu.







HANABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang