"Mana?" Begitu membuka pintu kamar mandi, Liliana bertanya.
Mikkel sedang tertawa-tawa, bicara dengan akrab melalui ponselnya.
"Kenapa pakai bahasa alien begitu?" Protes Liliana. Apa Signe tidak bisa berbahasa Inggris? Kalau seperti ini, bagaimana dia bisa bicara dengan Signe? Liliana berdiri berkacak pinggang di samping tempat tidur.
Mikkel mengabaikan Liliana dan terus bicara. Lima menit kemudian, yang terasa seperti lima bulan bagi Liliana, Mikkel mengakhiri percakapan.
"Dia cuma mengingatkan supaya aku tidak lupa RSVP." Jari Mikkel bergerak di atas ponsel. "Done. Aku lupa dia mengundangku untuk datang ke resepsi pernikahannya—
"Pernikahan?" Liliana memastikan. Mantan pacar Mikkel menikah?
"Iya. Aku bilang kalau akan datang bersamamu. Dia ingin ketemu sama kamu juga. Penasaran mau tahu seperti apa wanita hebat yang membuatku jatuh cinta. Nanti hari Sabtu pagi kita bisa berangkat. Lalu kita hadir di evening party. Kita menginap semalam di Copenhagen dan besoknya kamu ke bandara untuk pulang ke Indonesia."
"Mikkel, apa kamu pernah tidur sama dia?" Liliana ingin tahu masalah ini.
"Pernah. Aku juga tidur sama kamu—
"Bukan itu maksudku! Tidur! Getting laid!" tukas Liliana dengan kesal. Mikkel ini pura-pura bodoh atau bagaimana?
"Aku lupa kalau tidur punya arti selain memejamkan mata, mengistirahatkan otak dan—"
"Jangan berbelit!" Liliana semakin tidak sabar.
"Iya, pernah. Itu sudah terlanjur terjadi dan aku tidak bisa membatalkan." Dengan santai Mikkel merebahkan diri ke tempat tidur.
"Pintar sekali kamu ngumpet di balik kalimat sakti masa lalu tidak bisa diubah." Liliana menggerutu, berdiri berkacak pinggang.
"Listen, Sweets, kita sudah berapa lama bersama? Empat tahun? Lima tahun? Aku tidak pernah meminta ... atau mencoba melakukan itu denganmu ... karena lebih baik aku menunggu selama beberapa tahun, tapi nanti menikmatinya selama puluhan tahun setelah kita menikah." Mikkel menarik tangan Liliana, membuat Liliana terduduk di kasur. "Daripada memaksakan keinginan dan membuatmu membenciku, aku memilih untuk menghormati prinsipmu." Yang tidak akan melakukannya dengan siapa pun sebelum menikah. Mikkel menatap mata Liliana dalam-dalam. "Karena aku mencintaimu. Aku mencintaimu dan akan selalu menghormatimu."
"Aku nggak mau memberikannya karena ... bukan karena aku nggak mencintaimu. Tapi ... aku takut ... aku nggak yakin apakah pernikahan kita akan terjadi setelahnya...." Suara Liliana menggantung di tengah keheningan pagi di antara mereka. Berpisah saja akan menyakitkan, apalagi ditambah dengan kehilangan miliknya yang paling berharga?
***
Ini adalah musim panas paling sempurna dalam hidup Mikkel. Karena Mikkel tidak harus pergi bekerja. Juga bebas menikmati sinar matahari sejak pagi hingga senja. Ditambah, ada Liliana di sini bersamanya. Apalagi yang perlu dikeluhkan? Pagi ini, mereka, lagi-lagi, menyelesaikan urusan kamar mandi dengan ribut terlebih dahulu. Sehingga mereka baru bisa keluar rumah jam delapan pagi untuk menuju pasar di Mårtenstorget. Hari ini semua yang mereka lakukan bersama serba spontan. Tidak secara khusus direncanakan. Yang diinginkan Mikkel, Liliana mencoba hidup seperti orang sini, bukan pelancong.
Mereka mengelilingi deretan stand di bawah parasol berwarna biru laut dan hijau untuk belanja sayur dan buah. Kantong belanjaan Mikkel penuh dengan sayuran ketika mereka berhenti di depan penjual bunga, laki-laki paruh baya dengan rambut bagian depan mulai menipis. Mikkel ingin membeli satu floral wreath untuk Liliana.
"Dia cantik sekali. Apa dia pacarmu?" tanya laki-laki berkaus merah itu.
Mikkel tersenyum memperhatikan Liliana yang sedang menyentuh tulip putih. "The love of my life. Dia baru pertama kali datang ke Lund setelah kami bersama selama empat tahun. Dia datang dari Indonesia. Indonesia ... yang ada Balinya."
"Bali? Kakakku pernah ke sana." Laki-laki itu menimpali. "Oh, karena kalian sudah menghangatkan pagiku dengan cerita yang indah, aku memberi potongan harga untuk Nona cantik ini. Kurasa warna kuning cocok untuk rambut hitamnya yang indah. Juga sesuai dengan senyum Asia yang hangat dan lembut."
"Dia memang hangat dan lembut." Mikkel memilih untuk setuju dengan laki-laki paruh baya itu, meskipun agak konyol. Senyum Asia apa? Yang penting dapat diskon.
"Terima kasih," kata Mikkel saat menerima wreath dari laki-laki tersebut. "Lil."
Liliana berjalan mendekat dan Mikkel menyerahkan wreath cantik itu kepada Liliana.
"Thank you." Wajah Liliana cerah sekali saat menerima rangkaian bungan tersebut dan Mikkel membantu memasang di rambut indahnya. Sambil tersenyum lebar, Liliana mengambil ponsel dan mengecek sendiri bagaimana penampilannya.
"Cantik banget. Dia yang bikin? Eh, aku ada hadiah untuknya." Dengan semangat Liliana mengambil dompet dan memberi uang kertas rupiah pecahan lima ribu untuk laki-laki yang merangkai bunga seindah ini. Sebagai kenang-kenangan.
"Banyak sekali?" Gustaf, begitu tadi penjual bunga memperkenalkan diri kepada Mikkel, memandangi uang di tangannya.
"Tidak banyak. Itu hanya satu krona mungkin." Mikkel meyakinkan.
Liliana menunggu Mikkel menyelesaikan transaksi sambil berfoto.
"Sweets." Mikkel menyentuh bahu Liliana dan Liliana berbalik.
"Oh?" Liliana terkejut melihat seikat mawar di depan wajahnya.
"Untukmu," kata Mikkel.
Liliana mencium pipi Mikkel lalu mencium bunga di pelukannya. Seumur hidup, baru kali ini Liliana mendapat bunga dari kekasihnya. Apa lagi yang harus dipermasalahkan kalau Liliana bahagia bersama laki-laki yang bisa membuat kehadirannya di dunia terasa sangat berharga? Urusan lain jadi tidak berarti lagi.
"Kenapa ada yang berwarna putih, Mikkel?" Satu bunga berbeda tersebut terletak tepat di tengah-tengah gerombolan mawar merah.
"Because in every bunch, there's one that stands out. In my eyes, you are that one." Mikkel menyentuh pipi Liliana. Ibu jarinya bergerak pelan di pipi kanan Liliana. Dalam hati Mikkel menyelamati diri sendiri ketika sukses membuat wajah Liliana menampilkan berbagai macam gradasi warna merah muda.
"Ah, this is very sweet." Liliana menengadah dan mencium dagu Mikkel, lalu kembali mendekap bunganya. Kalau benda ini tidak bisa layu, dia ingin membawanya pulang ke Indonesia dan menyimpan bunga beserta kenangan indah ini selamanya. "I love you."
"I love you more." Mikkel menunduk dan mencium bibir Liliana. Semua bunga di sini kalah indah dengan senyum bahagia di wajah Liliana.
"Apa aku boleh memotret kalian? Aku sedang promosi di Instagram dan Facebook. Kalau kalian tidak keberatan." Si penjual bunga menginterupsi, membuat Mikkel mengumpat dalam hati. Seperti tidak ada waktu lain saja untuk promosi.
Karena suasana hatinya sedang bagus, Liliana menyuruh Mikkel berpose. Liliana mencium pipi Mikkel, yang merangkul pinggangnya dari samping. Buket bunga masih didekap erat-erat di dada. Senyum Liliana lebar dari telinga ke telinga. Pagi ini seluruh jagad raya harus tahu bahwa dia adalah wanita paling bahagia di dunia.
Mungkin seperti ini rasanya berjalan di atas awan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tidak mengenai jarak. Tidak mengenai masa depan yang belum pasti. Mereka hanya perlu memikirkan akan makan apa siang nanti.
####
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Days of Summer
RomanceDari Penulis Pemenang The Wattys 2021 Kategori Romance: Lund. Adalah satu-satunya kota yang berhasil diadopsi oleh Mikkel Moller. Bukan Copenhagen, kota kelahiran ayahnya. Juga bukan Jakarta, kota kelahirannya. Lebih dari sepuluh tahun Mikkel memban...