I'd Do Anything For You

5.4K 872 131
                                    

"Ha! Jadi kamu dan Signe tidur bersama itu karena khilaf? Khilaf kok bertahun-tahun."

"Aku pacaran dengan Signe hanya setahun. Jangan dilebih-lebihkan."

"Setelah ini kita balik teleponan ajalah. Nggak usah ketemuan di sini. Demi nama baikku." Liliana terlihat semakin merana.

Internet adalah penemuan paling berpengaruh terhadap dunia, setidaknya di dunia mereka. Sebab memfasilitasi hubungan Mikkel dan Liliana selama empat tahun terakhir. Apa jadinya dunia ini tanpa internet? Berapa banyak pasangan yang merana menunggu surat datang selama dua minggu hanya untuk menunggu kabar dari kekasihnya? Jangankan menghubungkan Indonesia dan Swedia, menghubungkan bumi dengan luar angkasa internet juga bisa. Astronot NASA yang tinggal selama tiga bulan di stasiun ruang angkasa bisa video call dengan istrinya. Dari mana Liliana tahu? Tentu saja dari Mikkel yang terobsesi pada teknologi komunikasi.

Liliana bersyukur Mikkel bukan seorang astronot yang sedang menjalankan misi membentuk koloni baru di Mars. Long distance relationship dengan orang di bumi saja susah, bagaimana dengan di planet lain?

"Kalau terjadi apa-apa paling Mama langsung menyuruh kita menikah...."

"Mikkel." Liliana melotot, tidak ingin mambayangkan itu terjadi. Ayah Liliana pasti menangis di dalam kubur kalau Liliana sampai menikah karena hamil duluan.

"Baiklah, mari kita makan."

Makanan mereka sudah selesai diatur di meja. Untuk makan malam spesial di tepi laut ini ini Liliana memesan risotto sedangkan Mikkel memilih burger supertinggi. Yang membuat spesial memang bukan menunya. Tetapi suasananya. Judulnya memang makan malam, tapi langit masih terang. Matahari masih menemani mereka. Sinar lembutnya membelai kulit. Walaupun angin yang bertiup semakin dingin.

Demi melihat burger yang tinggi menjulang dengan keju meleleh di tengahnya, liur Liliana hampir menetes. Liliana menyesal karena tadi memilih memesan risotto.

"Kita bagi separuh-separuh, ya, Mikkel?" Sambil memberikan senyum terbaiknya, Liliana memasang tatapan penuh harap. Daging dalam burger Mikkel terlihat garing di luar tapi juicy sekali ketika Mikkel membelahnya.

"Aku tidak suka risotto." Mikkel menarik piringnya menjauh dari Liliana. "Kamu pesan burger sendiri kalau mau."

"Aku nggak habis, Mikkel, kalau pesen dua makanan. Nanti yang makan ini siapa?" Liliana menunjuk piringnya. "Kan sayang dibuang-buang. Aku ingin makan risotto dan burger."

Mikkel mengizinkan Liliana menikmati separuh. Tetapi menahan tangan Liliana yang akan mencomot kentang goreng. Sudah mengambil burger, masih mengincar kentang goreng dari piring Mikkel. "Ingat hari ini kalau kamu meragukan cintaku padamu, Lil."

Kalau Liliana tidak menganggap ini—merelakan makanan favorit untuk dibagi berdua ketika Mikkel sedang lapar sekali—sebagai tanda cinta, Mikkel tidak tahu bagaimana lagi harus membuktikan cintanya.

Liliana tidak menjawab, sibuk menikmati burger tanda cinta dari Mikkel. Siang tadi mereka naik Øresundstag* selama dua puluh menit menuju Helsingborg, sebuah kota kecil yang indah. Karena sekarang musim panas, sepanjang jalan bunga-bunga berwarna merah, ungu dan putih bermekaran. Cantik sekali.

Saat mereka naik ke Tower of Kärnan, bangunan tertinggi di Helsingborg, Mikkel menunjuk kota di daratan lain tepat di seberang mereka. "Itu kota Helsingor di Denmark. Kamu mau ke sana?" Helsingborg dan Helsingor. Dua kota yang saling berhadapan, dipisahkan oleh lautan. Jodoh sekali.

Setelah Liliana mengangguk, Mikkel membeli tiket ferry untuk menuju ke sana.

"Doubt thou that the stars are fire. Doubt that the sun doth move. Doubt truth to be a liar. But never doubt I love." Mikkel menirukan salah satu kalimat Shakespeare dalam naskah Hamlet ketika mereka berdiri di depan istana Kronborg di kota Helsingor. Elsinor, begitu Mikkel melafalkan nama kota tersebut dalam bahasa Denmark tadi.

"Istana Kronborg menginspirasi Shakespeare saat menulis naskah Hamlet. Apa kamu pernah dengar, Lil? Cerita Hamlet? Kisah seorang pangeran Denmark yang mencari keadilan karena ayahnya dibunuh. Oleh adik kandung sang ayah. Sialnya lagi, ibu si Hamlet dinikahi secara paksa paksa oleh pembunuh itu," jelas Mikkel saat mereka berfoto di istana Kronborg.

Tentu saja Liliana tidak pernah dengar ceritaitu. Ragam bacaan Liliana berbeda dengan Mikkel. Mikkel senang membaca karya-karya klasik milik Shakespeare, Leonardo Da Vinci, Rene Descartes, dan lain-lain, yang membuat Liliana menahan kuap karena melihat judulnya saja. Alasan Mikkel menyukai buku-buku klasik sederhana, karena bisa dibaca gratis dengan legal. Hampir setiap perpustakaan memiliki koleksi buku yang ketenarannya tak akan lekang oleh zaman seperti itu.

Sayang sekali tadi mereka hanya jalan-jalan sebentar di Helsingor. Sehingga tidak sempat menonton pementasan Hamlet di sana. Karena tidak berlama-lama di isntana Kornborg, mereka sempat mampir di museum yang terdapat di pelabuhan, sebelum kembali ke Helsingborg. Setiba di Helsingborg, Mikkel mengajak Liliana kembali berkeliling. Melihat-lihat kebun tanaman obat dan tropikariet** di Frederiksdals kemudian duduk menikmati semla*** di konditori**** cantik berdinding cokelat.

Kejutan terbesar—sekaligus penutup hari—untuk Liliana makan malam romantis di bibir pantai ini. Pantai Barfota. Seumur hidup, Liliana tidak pernah bermimpi akan duduk di pantai memandangi matahari bergerak turun dari cakrawala bersama dengan laki-laki yang paling dia cintai. Seandainya masa depan mereka seindah ini.

"Lil, gimana menurutmu?" Mikkel menyentuh lengan Liliana.

"Kamu ngomong apa tadi?" Karena sibuk dengan pikirannya sendiri, Liliana tidak begitu memperhatikan Mikkel.

"Aku tadi bilang I love you."

Liliana tertawa. "I love you too."

Setiap kali Liliana tidak mendengarkan apa yang dikatakan Mikkel, karena melamun atau apa, dan meminta Mikkel mengulang kalimat atau pertanyaannya, Mikkel selalu mengatakan dia tadi mengucapkan I love you.

"Terima kasih," kata Mikkel.

"Kurasa kamu nggak perlu berterima kasih hanya karena aku mencintaimu."

"Memangnya aku berterima kasih padamu?"

"Huh?" Liliana tak mengerti. Bukankah sejak tadi Mikkel hanya bicara dengannya?

"Aku berterima kasih pada Tuhan, yang sudah mengirimkan wanita yang sangat luar biasa untukku." Mikkel meraih telapak tangan Liliana dan mendekatkan ke bibirnya.

Luar biasa dari mana? Liliana menggelengkan kepala, curiga Mikkel delusional.

"Mikkel, apa kamu bisa bikin alat untuk menghentikan waktu?" Demi momen ini agar tidak cepat berlalu, Liliana tidak keberatan membiayai riset Mikkel untuk menciptakan alat baru.

"Hmmm... aku belum pernah dengar ada benda seperti itu. But, you know I'd do anything for you. Kalau kamu yang meminta, aku akan meluangkan waktu untuk mencoba membuatnya." Mikkel menjawab dengan serius, meski tahu Liliana hanya bercanda. Menyenangkan kekasih sendiri tidak ada salahnya, kan? Walau hanya di mulut saja.

Liliana terbahak dan mencium pipi Mikkel dan Mikkel, seperti biasa, tidak menyia-nyiakan inisiatif Liliana. Tangannya menahan tengkuk Liliana, mengunci posisi dan mencium bibir Liliana. Dalam dan lama. Sore ini Liliana cantik sekali, tersenyum bahagia, wajahnya berkilau ditimpa bias keemasan cahaya matahari yang hampir terbenam.

####

*Kereta yang menghubungkan Denmark dengan Provinsi Scania, Swedia.

**Kebun binatang.

***Roti bulat yang bentuknya menyerupai roti burger diisi dengan krim dan dimakan bersama kopi.

****Kedai kopi tradisional Swedia.


Seven Days of SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang