Part 10

3.6K 339 5
                                    

Gila.

Gue sendiri nggak paham apa yang membuat gue masih enggan menemui Renjana.

Gue enggan sekaligus kangen.

Jangan tanya alasan kenapa gue masih juga belum mau menemui Renjana. Karena gue sendiri nggak tahu, sekaligus nggak memahami pikiran gue sendiri.

Menurut gue, Renjana pasti masih marah terhadap gue. Bukannya gue sombong, tapi gue tahu, Renjana punya perasaan lebih dari sekadar teman terhadap gue.

Tapi anehnya, perempuan yang satu ini tidak pernah sekalipun menanggapi godaan maupun lemparan kode gue.

Bukan sekali atau dua kali gue memberi kesan bahwa gue punya perasaan lebih terhadap dia.
Yah, walaupun sebenarnya bukan lebih dalam artian gue sayang ya sama dia, gue cuma merasa baik-baik saja kalau bersama Renjana.

Renjana ini tipe perempuan yang anti tergantung pada laki-laki, satu hal yang gue catat sepanjang pertemanan gue dengan dia semasa kuliah dulu.

Sebenarnya bukan hanya laki-laki, tapi lebih tepatnya Renjana ini anti tergantung pada orang lain.

Pernah satu momen, dimana gue paham betul dia sedang butuh bantuan.
Waktu itu motornya sedang masuk bengkel, sementara dia butuh untuk segera pergi ke kampus untuk minta tandatangan Pak Bambang yang merupakan dosen pembimbing skripsinya.
Sementara di kos-nya yang cuma berisi beberapa orang, kebetulan sedang sepi penghuni yang artinya tidak ada motor yang bisa dia pakai sebentar.

Tunggu, gimana gue bisa tahu?

Informan gue itu banyak.

Dan dengan posisi gue sebagai satu-satunya sahabat laki-laki yang Renjana punya, dan seharusnya dia jadikan tujuan permintaan bantuan, gue sama sekali tidak mendapatkan permintaan itu.

Renjana memilih naik angkot, sodara-sodaraku sekalian.

"Kenapa sih, Re, tadi nggak sms atau BBM aku buat jemput?"

Aku mulai menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan.

"Gak lah, Ga. Kosmu kan nggak searah.."

Jawaban yang bagus, memang.

Tapi ya mbok tolong Renjana, gue rasanya ingin menjedotkan kepala gue sendiri ke tembok demi mendengar jawaban tadi.

Perempuan itu benar-benar buta terhadap pertanyaan gue yang seharusnya bermakna, 'kalo butuh apa-apa itu hubungi Sagara Wahyu yang tampan ini aja Renjana, jangan sungkan karena Sagara yang tampan ini tidak mungkin menolak karena dia suka sama kamu.'

Ya kurang lebih begitu lah artinya.

Tapi nyatanya Renjana masih juga menjadi perempuan yang enggan merepotkan gue, bahkan meski atas sebuah permintaan sesederhana mengambilkan makan ketika gue sama dia makan bareng.

Sebut gue ini pengamat sejati.

Tapi memang begitu adanya. Saking penasarannya gue dengan Renjana yang tidak pernah mau merepotkan itu, gue pernah mengamati gerakannya ketika kami makan bersama.

Mulai dari dia turun dari boncengan motor gue. Dimana biasanya, cewek manja macam Adelia akan langsung pura-pura kesulitan membuka pengait helm, yang biasanya akan disusul dengan gerakan gue yang membantu melepas pengaitnya, dibarengi ucapan terimakasih berbasis manja-manja, sedangkan Renjana, gue tahu dia agak kesulitan, tetapi ketika gue mengulurkan tangan untuk melancarkan jurus andalan gue tadi, justru

"Apaan sih, Ga. Udah itu parkirin motornya dulu aja.."

lengkap dengan muka judes dan mimik minus ekspresi yang gue dapat.
Satu poin.

Kedua, gue sengaja berjalan di belakang Renjana, gue cuma ingin tahu apakah nanti dia akan melambatkan langkahnya demi gue bukakan pintu cafe atau tidak.

Dan ternyata, justru dia yang membuka pintu dan agak menahannya demi gue.
Dua poin.
Dan jujur agak merusak ego gue sabagai laki-laki, tapi ya mau gimana lagi, demi riset gue ini.

Berlanjut ke hal sepele, yang beruntungnya memihakkan gue pada riset ngasal gue tadi.

Waitress yang mengantar pesanan, salah meletakkan posisi makanan gue di hadapan Renjana, dan sebaliknya. Dimana gue sebenarnya sangat berharap Renjana meminta bantuan gue untuk men-split posisi makanan itu dan kenyataan yang terjadi ialah Renjana sendiri yang melakukannya.

Maka dari riset super kecil sekaligus super ngasal itu gue semakin yakin dan semakin tahu bahwa Renjana sama sekali bukan tipe perempuan yang selama ini gue harapkan.

Poor me.

Baru kali ini gue kena jebakan friendzone yang gue siapkan sendiri.

Segara Renjana (hapus sebagian karena proses penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang