"Jadi mana, nih, si Mas Arya yang kamu bicarain dari berminggu-minggu lalu?"
Seketika aku tertawa mendengar pertanyaan Reina setibanya kami di dekat panggung festival.
Untungnya di depan panggung masih banyak beberapa bangku kosong yang disediakan untuk orang-orang yang mungkin memang datang untuk menikmati live music.
"Tau nih, Ren. Mas Arya belum balas Line-ku dari sore tadi.."
Jadi, siapa Arya itu yang kenapa sampai membuatku bersesak-sesakkan ke acara ini?
Arya adalah salah seorang seniorku sekaligus temanku saat magang di salah satu lembaga Bahasa di Malang dulu.
Ya bisa dibilang juga kami dulu sempat dekat. Karena arah kos kami yang searah dan kebetulan aku sering tidak dapat angkot untuk pulang, jadilah Mas Arya ini yang mengantarku pulang.
Sekali dua kali boleh, lah. Tetapi lama-lama pesona Mas Arya membuatku luluh juga.
Sikapnya yang cenderung cuek dan dingin dan sangat merupakan tipeku ternyata membuat kami cepat akrab.
Aku ini sebenarnya punya kecenderungan sifat manja, tapiiiii hanya pada sosok-sosok tertentu.
Contoh gampangnya, Mas Faris, suami Mbak Aya yang merupakan kakak iparku.
Sampai kadang bahkan Mbak Aya pura-pura ngambek karena cemburu melihat aku lebih sering meminta bantuan apa-apa ke suaminya.Sebenarnya lebih karena aku suka karena punya kakak laki-laki makanya kenapa aku jadinya memilih lebih manja kepada Mas Faris daripada Mbak Aya.
Lalu Donie, sahabatku semasa SMA dulu. Satu-satunya laki-laki di luar keluarga yang kehadirannya bisa kuterima dengan gampang, tapi dia sudah menikah dan menetap di Kalimantan sekarang.
Dan barulah sosok Mas Arya ini yang membuatku merasa sama sekali jauh dari sungkan untuk terlihat manja.
Lalu kenapa aku tidak menunjukkan sikap dan sifat itu pada Sagara?
Entahlah, mungkin karena aku selama ini melihat Sagara selalu memandangku seolah lemah, sehingga aku harus mati-matian menujukkan kepadanya bahwa aku ini tidak selemah itu.Sikap yang sempat aku tahu menjadi salah satu sikap yang tidak disukai Sagara dariku.
------
HP yang sedari tadi kugenggam tiba-tiba bergetar dan menunjukkan satu pesan dari sosok yang sedari tadi kutunggu.
"Fotoin mejamu, Jeng. Aku check sound alat sebentar."
Senyumku mendadak terkembang.
Mas Arya masih saja memanggilku, Jeng.
Yang merupakan kependekan dari Diajeng.
Sebuah panggilan yang membuatku menjadi merasa lebih "wanita".Panggilan yang entah bagaimana awalnya itu nyatanya masih membuatku merasakan kupu-kupu di perut.
"Baguuuusss ya, dapat Line langsung senyam-senyum sendirian. Sekalian aja, Re, abis ini suruh aku pindah meja, ya.."
"Dih gitu aja ngambek. Nggak dikabarin sama si Koko?"
Aku mengabaikan guyonan Reina dan kembali mengingatkannya pada pacarnya yang sebenarnya juga nasabah kami sendiri itu.
"Bodo amat ama si Koko. Dia mah kalo udah di Surabaya pasti lebih seneng liatin cece-cece TP lah.."
Aku terbahak, seolah baru menyadari kalau sahabatku yang satu ini pasti sedang rewel karena ditinggal dinas.
Padahal aku paham betul, Ko Hendra yang lebih lurus dari tiang listrik itu jelas tidak mungkin mengabaikan Reina yang super gampang rewel ini.
Apalagi lebih memilih cece-cece TP.
Jelas bukan Ko Hendra sekali.Beda dengan Sagara yang macam Don Juan itu.
Duh, kenapa ingatanku yang seharusnya sedang penuh-penuhnya dengan kenangan atas Mas Arya harus terdistraksi modelan si Saga begini, sih..
KAMU SEDANG MEMBACA
Segara Renjana (hapus sebagian karena proses penerbitan)
ChickLitHai hai maaf untuk Sagara Renjana harus sudah dihapus sebagian karena proses penerbitan. Untuk yang sudah baca terima kasih, ya. Untuk info PO akan aku cantumkan di part akhir ya. Terima kasih 🙂🙂🙂