[Makam]

1.9K 159 27
                                    

Kanaya menatap Aldan dengan tatapan nanar.
Jiwanya ingin sekali mendekat, tapi apalah daya jika raga tetap memaku pada pijakan.
Sebenarnya, kesalahan yang kanaya buat tidak begitu fatal.
Iya, tidak begitu fatal bagi Kanaya.

Tapi bagi Aldan yang mendengarnya?
Entahlah.

Kanaya resah.
Dadanya sesak tak karuan.

Matanya terus menatap Aldan yang sedang duduk sambil membaca buku-buku tebalnya.

"Maaf, Al." lirih Kanaya.

"Maaf, Kei." lirih Kanaya yang mulai terisak.

Hati Kanaya rasanya sakit, dadanya semakin sesak, matanya perih karena air matanya.

Selang beberapa saat Kemudian, Kanaya menghembuskan napasnya pasrah dan mengusap air matanya.
Kanaya bangkit dari duduknya dan melenggang pergi.

🍂

Aldan.
Dia terlihat sedang membaca buku-buku tebal miliknya. Tapi siapa sangka kalau ternyata dia hanya beralibi saja.
Iya sih, matanya terfokus pada rentetan tinta berbaris.
Tapi pikirannya melayang jauh. Memikirkan tentang Keira.

Iya, Keira.
Gadis cantik nan imut yang berhasil menjungkir balikkan dunia seorang Aldan Arshaka.

Ahhh. . .
Mengingat namanya saja sudah mampu membuat Aldan gudah  tak menentu.

"Gue kangen banget sama lo, Kei." lirih Aldan.

Sedetik kemudian, Aldan membereskan buku-buku tebalnya dan memasukkannya kedalam tas. Kemudian, Aldan bangkit dari duduknya dan berlalu.

🍂

Kanaya.
Gadis itu menangis tersedu-sedu di makam Keira.
Kanaya menyesali ucapannya waktu itu.

Entahlah.
Kenapa Kanaya bisa sebangsat itu.

Apa jiwa Gaga perlahan merasuk pada jiwanya.
Ah.
Semoga tidak.

"Maafin aku, Kei. Maafin aku." lirih Kanaya di sela isakannya.

"Sumpah aku nggak ada maksud buat jelek-jelekin kamu, aku juga nggak tahu kenapa aku bisa ngomong gitu, aku nggak tahu, Kei. Aku nggak tahu."

Kanaya semakin terisak.

.

Saat ini Aldan sedang dalam perjalanan menuju makam Keira.

Seperskian waktu kemudian, Aldan tiba di makam Keira.

Rasa sesak di hatinya berubah menjadi rasa amarah yang menggebu.

"Ngapain lo disini?" tanya Aldan dengan nada super dingin dan tatapan super tajam.

Yang ditanya langsung mendongakkan kepalanya karena kaget.

Aldan.

"Pergi lo dari sini!" titah Aldan.

Kanaya menundukkan kepalanya takut.
Tatapan mata Aldan sungguh sangat tajam.
Saking tajamnya, tatapan itu mampu menembus hati Kanaya, dan menyiksakan rasa perih disana.

"PERGI!" titah Aldan lagi.

Kanaya terisak.

Segitu bencinya kamu sama aku, Al.

"GUE BILANG PERGI YA PERGI!" teriak Aldan tepat di depan wajah Kanaya.

Kanaya kaget. Tangisnya semakin menjadi.

Dan dengan perlahan dia membalikkan tubuhnya, kemudian melangkahkan kakinya untuk keluar dari area pemakaman Keira.

Lebih baik Kanaya pergi sekarang daripada membuat amarah Aldan semakin menjadi dan membuat Aldan semakin membenci Kanaya.

.

"Hai, sayang." sapa Aldan sembari mengusap nisan Keira.

"Apa kabar?"

Mata Aldan sudah mulai berkaca-kaca.
Dadanya terasa sesak.

"Aku juga baik kok." kata Aldan seolah menjawab pertanyaan dari seseorang.

"Iya sayang, aku juga kangen banget sama kamu."

Aldan terkekeh. "Kamu ya selalu aja gitu. Sok-sokan jual mahal, padahal kan kamu sayang sama aku."

"Gitu aja malu. Biasanya juga malu-maluin yang."

"Ah lebay deh kamu, yang."

"Yang? Aku udah capek jadi abu-abu. Aku pengen jadi kuning yang selalu nemenin senja."

"Tapi aku nggak tahu caranya ngerubah abu-abu jadi kuning. Ajarin dong yang."

"Oke. Janji ya kamu bakalan ngajarin aku biat jadi kuning?"

"Dih, gitu aja minta imbalan. Pamrih banget sih."

"Iya-iya. Gampang itu mah. Apapun untuk kamu deh, yang. Udahan dong ngambeknya."

Aldan terus saja berceloteh seolah-olah dia sedang berdialog dengan kekasihnya.

"Yaudah. Aku pergi dulu ya, mau ke rumah pohon. Kamu ntar nyusul kesana ya, see you sayang."

Aldan mengecup nisan Keira penuh dengan kelembutan.

"Love you."

OSENDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang