Gue nggak tahu harus mulai darimana.
Gue sayang banget sama dia, tapi dia nggak ada rasa sama sekali. Gue bingung harus apa. Dia terlalu Istimewa untuk dilepaskan. Terlalu indah, cantik, baik, manis, menyenangkan.. .. dia begitu istimewa. Sungguh. Dia sangat istimewa.Papa pernah bilang kalau cinta harus di perjuangkan. Cinta perlu paksaan. Cinta perlu ambisi yang kuat.
Dulu papa pernah mengalami kegagalan cinta, bukan hanya gagal, tapi papa juga pernah kalah telak dalam kisah percintaan.
Kata papa, itu karena papa terlalu lemah, jadi papa selalu menegaskan satu hal padaku. 'Mengalahkan atau dikalahkan?'
Kalau kamu mau dikalahkan, jalani apa adanya tapi kalau kamu ingin mengalahkan perbesar ambisi juga tekat mu.
Dari kecil, gue emang udah diajarkan bagaimana cara mendapatkan sesuatu dengan taktik. Catat dengan 'taktik' bukan dengan kelembutan.
Jadi bukan salah gue kalau sampai gue segede ini gue selalu mendapatkan apapun yang gue mau dengan taktik bukan ketulusan ataupun kelembutan.
Kata papa, kelembutan akan kalah sama taktik.
Bukan tanpa alasan papa bilang seperti itu.
Dulu, papa sangat nenjunjung tinggi kelembutan juga ketulusan, tapi papa kalah dengan rekannya yang merebut mama dengan segala taktik liciknya.
Hubungan mama dan papa semakin rengang. Mama sering keluar malam dengan rekan papa, tapi papa diam saja. Berharap semoga mama cepat sadar akan kekhilafannya. Tapi semakin lama mama semakin tak terkontrol.
Mama lebih sering menghabiskan weekend nya dengan rekan papa. Mama lebih memilih menemani rekan papa bermain golf dibanding menemani papa yang sedang sakit.
Keterlaluan memang.
Papa sudah muak dengan semua itu. Papa merasa gagal dalam menjaga keharmonisan keluarganya. Sampai pada akhirnya papa lebih memilih berpisah dengan mama.
Waktu itu, umur gue masih sekitaran 4 tahun.
Dan kalian pasti tahu, anak seusia 4 tahun itu sangat rentan dengan hasutan dan bujuk rayu.
Papa bawa gue pergi dari rumah dengan iming-iming dibeliin robot-robotan dinosaurus yang baru dan diajak berenang serta jalan-jalan keluar kota.
Waktu itu, seinget gue, kembaran gue nanya ke papa 'kok papa nggak ajak Aya juga? Emangnya papa nggak sayang sama Aya?' dan papa jawab gini, 'Aya di rumah aja, jagain mama. Papa sama Kakak ada urusan, anak cewek nggak boleh tahu.'
Dan dengan polosnya kembaran gue ngangguk paham.
Papa bawa gue pergi jauh.
Ditempat itu juga papa ngrintis usahanya dari nol.
Papa pejuang yang hebat buat gue.
Bertahun-tahun berlalu. Gue mulai lupa akan sosok kembaran juga mama gue. Bagi gue, gue cuma punya papa.Papa orang yang kejam. Beliau tidak segan melayangkan sabuk ataupun pedangnya pada siapapun termasuk ke gue. Anaknya sendiri.
Tapi dari kekejaman beliau, gue belajar arti keseriusan dalam berambisi.
Ambisi papa waktu itu cuma buat gue sekuat baja dan nggak akan terkalahkan oleh apapun. Termasuk cinta.
Tapi sayang, semenjak gue kenal dia si wanita manis sejuta pesona itu gue merasa kalah. Kalah akan apapun. Gue cinta sama dia pada pandang pertama. Tapi sayang dia udah jadi milik sepupu gue.Bertahun-tahun gue menyembunyikan rasa. Sampai gue rela ngelakuin segala hal cuma buat ngelihat dia.
Senyumnya yang manis. Matanya yang penuh binar.
Pipiny yng chuby.
Wajah dengan pahatan paling sempurna.
Semuanya indah.
Semuanya menarik.
Jari lentiknya juga terlihat pas untuk digenggam.
Posturnya yang semampai.
Kulit putihnya yang halus.
Bukan cuma paras tapi sepertinya dia sosok yang sangat menyenangkan.Duh. .gusti. . Mendeskripsikannya saja mampu ngebut gue senyum-senyum nggak jelas.
Skip. . Gue pindah kota, dan ternyata dia juga pindah ke kota yang sama dengan gue.
Tapi ini beda cerita.
Disini dia justru menjadi tunangan sahabat gue sendiri.
Gue geram. Gue marah. Gue...
Argghhh!!!!Tiba suatu hari gue ngajak dia ngobrol berdua.
Gue utarin rasa gue ke dia. Tapi dia bilang kalau dia cuma nganggeo gue sebagai kakaknya aja, nggak lebih. Gue kecewa. Kecewa banget. Rasanya ingin menyerah. Menunggu bertahun-tahun tapi di tolak itu menyakitkan.
Asal kalian tahu.
Sakitnya menunggu hal yang tidak pasti itu lebih sakit daripada sakitnya merindu.Tapi sedetik kemudian gue ingat kata-kata papa. 'Raih apapun sampai kau mendapatkannya. Jika perlu musnahkan penghalangnya.'
Disitu gue mulai bangkit lagi. Gue bakal dapetin dia yang gue mau. Apapun caranya.
Sudah berbulan-bulan gue ngredam ambisi gue buat ngedapatin dia. Bukan malah meredup tapi makin lama ambisi gue buat ngedapatin dia jadi lebih besar.
Gue udah nggak bisa nahan ambisi gue.
Gue udah mulai terang-terangan merhatiin dia.
Sampai akhirnya, dia kecelakaan karena kebodohan gue. Gue salah sabotase.
Gue pikir bukan dia orangnya. Tapi nyatanya . . .
Arghhhh!!! Mengingat kejadian itu jadi bikin gue strees mendadak.Dan karena kejadian itu pula dia jadi semakin dekat sama tunangannya. Gue nggak terima. Gue ngasih dia zat yang berguna untuk membuat orang tertidur dalam jangka waktu yang lama. Tujuan gue sih supaya dia nggak bisa berinteraksi sama tunangannya. Tapi gue salah, zat tersebut malah merusak bagian hatinya.
Gue semakin beringas. Gue bawa dia pergi dari rumah sakit.
Tapi sayang, tindakan gue malah bunuh dia.
Gue nyesel.
Gue bodoh.
Gue. . .
GUE PEMBUNUH!!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
OSENDARA
Genç KurguMasih ingat dengan [Aldan Arshaka]? ... ?... jika masih. [mari] kita intip perjalannan sendunya setelah di tinggal Keira. O S E N D A R A danzdav ©