[Tulus]

3.9K 281 51
                                    

"Selamat pagi, sayang," sapa seorang laki-laki berkaos oblong yang dibalut jas almamater hijau tua, kebanggaan kampusnya.

"Pagi juga, sayang. Tumben jam segini udah nangkring aja di kampus. Ada matkul pagi atau mau ngecengin maba?"

"Dih apaan sih sayang. Soudzon banget sama pacarnya. Yakali aku mau ngecengin maba,"

"Terus mau apa?" selidik pasangan laki-laki tersebut.

"Hari ini BEM ada rapat pagi, jadi ya aku dateng pagi. Biasalah, pacarmu yang paling ganteng ini kan orang penting,"

"Dihhh. . . Iyain deh ting, penting."

Kanaya terkekeh.
"Kalian itu sweet banget sih, aku jadi ngiri liatnya,"

"Sweet mata lo lima,"

"Yadong, Nay. Gue sama Vera emang sweet banget lagi. Couple terhitz pakek z di tahun 2017 nih," jawab laki-laki tersebut.

"Idihhhhh. . . Sekarang aja bilang gitu. Lah dulu, tiap hari kerjaannya berantem mulu," celetuk seorang laki-laki yang baru datang.

"Sirik aja lo, Ren!" jawabnya ketus.

"Emang iya kan? Gue kasih tau nih, Nay. Dulu itu ya, si Vera sama si Vino ini musuh bebuyutan tau. . ."

Kanaya mengernyitkan pangkal hidungnya dan bertanya, "Musuh?"

Darren menganggukkan kepalanya.
"Iya musuh. Tiap kali ketemu pasti kitabnya keluar semua. Vino selalu ngatain Vera itu tong tronton lah apa lah, sedangkan Vera selalu ngatain Vino itu tusuk konde,"

Kanaya menoleh menatap Vera dan berkata, "Vera langsing gitu di bilang tong tronton?"
Tatapan Kanaya beralih menatap Vino, "Mata kamu nggak minus kan, Vin?"

"Dulu, si Vera itu gendatz banget tau, Nay. Kek emaknya gajah. Super gede. . ."

Mata Vera menatap Darren tajam.

"Lah emang iyakan?" tanya Darren saat menyadari apa arti tatapan Vera.

Vera memutar matanya malas.

"Jadi, Vino mau pacaran sama Vera karena Vera sekarang udah jadi langsing+cantik dong?" ceplos Kanaya yang langsung di hadiahi pelototan dari Vino.

"Nggak gitu, nggak gitu. Aku nggak mandang kamu langsing atau nggaknya kok, Ver. Akutu sayang sama kamu tulus. Mau sekarang kamu gendut lagi pun aku tetep sayang kok," kata Vino.

"Tauah. Bodoamat!" jawab Vera seraya bangkit dari duduknya dan melangkah pergi.

Vino berdecak kesal dan berkata, "Ihhh.... gara-gara lo nih, Nay!"
Setelah mengucapkan itu, Vino bangkit dan segera mengejar Vera.

"Lah!? Emang aku salah ngomong ya, Ren?"

Darren terkekeh.
"Nggak juga sih, Vera nya aja yang sensian,"

Kanaya menganggukkan kepalanya paham.

"Kamu nggak ada matkul?"

"Nggak ada kak, hari ini dosen yang ngajar di kelas aku lagi berhalangan masuk," jawab Kanaya.

"Oh,"

"Kalau kamu?"

"Ada. Tapi nanti jam 11 an,"

Kanaya menganggukkan kepalanya yang kemudian membuka buku tebalnya.

"Nay?"

"Ya?" jawab Kanaya seraya mendongakkan kepalanya.

"Kamu nggak capek?"

Kanaya mengerutkan pangkal hidungnya dan bertanya, "Capek kenapa?"

"Capek ngejar-ngejar, Aldan."

Kanaya tersenyum manis dan kemudian berkata. "Sebenernya sih capek. Tapi ya gimana, aku udah terlanjur ngasih semua hati aku buat Aldan,"

"Semua?"

Kanaya mengangguk.
Darren menatap Kanaya dalam.

"Lo pernah tau ada satu kalimat yang nyuruh lo buat nggak ngasih hati lo ke seseorang secara penuh nggak sih?"

Kanaya tersenyum manis seraya menganggukkan kepalanya.
"Aku tau,"
"Jangan pernah memenuhi hati untuk satu rasa, sisakan cela untuk rasa sakit yang tak menentu,"

"Lah! Itu lo tau. Tapi kenapa masih dikasih semuanya?"

Kanaya tersenyum.
"Ya karena aku sayang sama dia,"

"Sayang?"

"Iya. Aku sayang sama dia,"

"Apa sih yang lo liat dari dia?"

"Entah,"

"Gimana sih lo? Masa iya lo sayang sama dia tapi nggak punya alasan?"

Pandangan Kanaya menerawang jauh ke depan. "Bagi aku, sayang yang tulus itu nggak butuh alasan. Yang pakai alasan itu namanya pamrih atau malah obsesi."
"Dan aku nggak terobsesi sama, Aldan. Aku sayang dia tulus dari hati," sambung Kanaya.

Darren menatap Kanaya kagum.

Tatapan matanya menyiratkan satu kalimat tanya,
'Masih ada ya wanita setulus ini?'

"Emm. . . Ren?" panggil Kanaya, memecah keheningan.

"Ya?"

"Aku laper nih, mau ke kantin, Kamu mau ikut?" tanya Kanaya lembut.

Darren menggelengkan kepalanya dan berkata, "Maunya sih ikut, tapi gue harus ke ruangan kaprodi dulu nih. Mau ngambil jadwal baru,"

"Oh. Oke. Yaudah kalau gitu aku ke kantin dulu ya, Ren. See you." kata Kanaya seraya bangkit dan melangkahkan kakinya menjauh.

Darren menatap kepergian Kanaya dengan tatapan yang sulit di artikan.

🍂

Sesampainya di kantin, mata Kanaya dimanjakan dengan sebuah pemandangan indah yang mampu membuat Kanaya lupa caranya berkedip.

Matanya terus memandang ke arah pojok kantin.

Disana terlihat, Aldan yang sedang menikmati secangkir kopi.
Telinganya di sumpal dengan headset.
Sedang pandangannya terfokus pada beberapa lembaran yang di pegangnya.

'Ciptaan Tuhan mana lagi yang Kau dustakan.' batin Kanaya.

Tidak puas hanya dengan memandang dari jauh.
Kanaya segera melangkahkan kakinya untuk mendekat ke tempat Aldan.

"Hai?" sapa Kanaya yang di sertai senyuman manisnya.

Aldan diam tak merespon.

"Cuma minum kopi aja?"

Aldan tetap acuh.

Kanaya menghembuskan napasnya pasrah. Tapi, sedetik kemudian senyuman manisnya mengembang begitu saja.

Tangannya meraih bulpoin beserta kertas kosong yang ada di hadapan Aldan dan mulai menuliskan sesuatu diatasnya.

Setelah selesai menulis, Kanaya menaruh kertas tersebut di bawah ponsel Aldan yang tergeletak di atas meja.

"Aku pergi dulu ya, See you, Al." ucap Kanaya seraya pergi dari hadapan Aldan.

Aldan melirik sekilas atas kepergian Kanaya, setelahnya pandangannya fokus pada kertas yang ada di bawah ponselnya.

'Jangan cuma minum kopi aja. Nggak baik buat lambung kamu, I LOVE YOU :*'

Ah. . .
Gadis itu,

.

"Setidaknya dia masih mau baca tulisan aku." lirih Kanaya.

OSENDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang