Mark baru saja terlelap dan aku memilih untuk berendam. Aku harus membersihkan peluh yang tadi disemburkan Mark ke sekujur tubuhku, plus mencoba menghilangkan sedikit penat di kepalaku akibat tequila yang terlalu banyak.
Sore tadi Mark pulang kerja dengan mood yang buruk. Semua orang di mansion kebagian amukannya, termasuk tukang masak dan para penjaga, kecuali aku, tentu saja.
Tapi selepas makan malam, Mark mendekatiku dan berbisik, "Aku butuh hiburan."
Dengan sigap aku mengusulkan agar kami pergi ke club. Aku pikir pergi ke club akan membuatnya terhibur dan membuatku bisa melarikan diri dari kurungan ini. Tapi ideku ditolaknya mentah-mentah.
"Aku tidak butuh club, aku punya kamu yang bisa menghibur dan memuaskanku," ucapnya.
Aku menghela napas keras-keras, menunjukan keenggananku. Tapi dia memohon dan terus memohon hingga aku tak mampu lagi menolaknya.
Seperti biasa, Mark mengusir semua orang dari mansion agar dia bisa leluasa menikmatiku. Liburan semalam untuk para pekerjanya adalah hadiah yang disambut suka cita. Hanya aku yang tersisa dan terkurung dalam sangkar emas ini.
Setelah memastikan semua orang pergi Mark memilihkan lingerie untuk kugunakan, kemudian dia meninggalkanku untuk bersiap di dalam kamar.
Suara stereo dari ruang tengah terdengar berdentum, Mark mematikan banyak lampu sehingga mansion terlihat remang-remang seperti keadaan di dalam club. Bedanya Mark tidak punya tata lampu warna-warni, dan hanya aku yang bertugas memuaskan hasratnya.
Saat aku keluar dari kamar Mark sedang duduk di sofa. Celananya masih terpasang, tapi seluruh kancing bajunya sudah terlepas memamerkan otot perutnya yang tak bisa aku cela. Mark menggenggam gelas sloki, sedangkan sebotol tequilla, beberapa potong jeruk nipis dan secawan garam telah siap di atas meja. Mark memberi kode agar aku mendekat.
Show time!
Aku menggoyangkan pinggulku seirama musik. Dengan sengaja aku menggodanya dengan meliukan pinggangku dan mendorong bokongku ke arahnya. Tangan terampil Mark memukul bokongku sebelum dia menangkapku dan membuka lingerie tipis yang membalut tubuhku.
Lidah Mark menjilati leher dan dadaku saat tangannya sibuk meremas bokongku.
Aku melepaskan diri dan berjalan menjauhinya. Mark mengerang protes, tapi kemudian dia menambahkan minuman ke dalam gelas sloki dan menenggaknya.
Aku menari ditemani irama musik hanya dengan balutan G-String hitam. Mata Mark mengawasiku sambil sesekali menambah minumannya.
"Ke sini!" perintahnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Berhenti menari dan temani aku minum."
Aku menuruti kata-kata Mark. Kuhempaskan bokongku yang hampir telanjang itu ke sofa di sisi Mark dan pria itu memberikan gelas tequilla untukku.
Aku tak suka tequilla sebenarntya, tapi karena tak ada pilihan minuman lain yang ditawarkan Mark, jadi aku tetap menerimanya.
Setelah beberapa gelas yang kami bagi, Mark terlihat mulai mabuk. Dia menjadikan payudaraku sebagai alas bagi jeruk dan garam yang disesapnya setelah menenggak tiap sloki tequilla, hingga akhirnya tequilla di botol habis.
Tapi permainan belum selesai. Tak puas menjadikan aku sebagai alas jeruk dan garam, Mark membuka celananya dengan cepat dan meminta perhatian lebih. Dia menyelipkan kejantanannya di tengah payudaraku yang berukuran cukup besar.
Lenguhan mulai berdatangan, bertukar dengan erangan yang sesekali meluncur dari bibir pria itu. Tapi bukan Mark namanya jika puas hanya dengan payudaraku saja.
Mark menarikku ke atasnya dan tak mau repot untuk membuka G-String yang masih menempel pada diriku. Dia menghujam kejantanannya ke inti diriku dan membuatku berdansa di tengah nikmat yang kian menderu.
Desahan dan jeritanku berlomba dengan erangan Mark. Aku tahu Mark sangat menyukai perempuan yang berisik saat sedang bermain. Dan karena itu pula aku tak pernah menahan diri saat sedang bersamanya. Aku dengan bahagia meneriakan namanya saat kejantannya mengenai g-spotku, dan kemudian jeritanku menggema di antara dentuman musik saat Mark membuatku mencapai ujung kenikmatan yang diberikannya padaku.
Aku yang lemah setelah mencapai puncak tak serta merta menyurutkan permainan Mark.
Pria itu menggendongku ke kamar dan menghempaskan tubuhku ke atas kasur. Kemudian dia kembali menjilati sekujur tubuhku, seperti anak kecil yang mendapatkan es krim pertamanya. Mark menjelajah ke intiku untuk beberapa waktu, kemudian ia kembali mengangkat kepala untuk melumat bibirku. Mark menyatukan dirinya denganku dalam sekali hentakan yang membuatku sedikit terlonjak. Dan kemudian dia memaju mundurkan pinggulnya, merengkuh nikmat yang dia cari sejak tadi dalam penerimaanku yang pasrah.
Mark mengerang penuh nikmat saat pelepasan menghampirinya, sedetik lebih lambat dari puncakku yang kedua. Dia membanjiri rahimku tanpa khawatir, seolah membuahiku adalah tujuan utamanya.
Mark ambruk di atasku dan segera terlelap. Sedangkan aku yang masih sadar terpaksa menggeliat sekuat tenaga untuk keluar dari bawahny agar bisa membersihkan diri.
Ya, Mark adalah pecinta yang hebat! Tapi bukan berarti aku ingin dimiliki olehnya dengan cara ini. Justru caranya menggurungku di mansion, membuatku merasa seperti gundik. Yah, walau memang mungkin itu lah gelar yang cocok untukku.
Lagi pula mana mungkin Mark jatuh cinta padaku, atau bahkan mengangkat derajatku dengan menikahiku. Mimpi! Dia bahkan kadang tak menyadari keberadaanku.
Mark hanya mengingatku saat butuh hiburan dan kepuasan. Jadi itu lah yang aku berikan padanya.
Tidak kurang ataupun lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Call Me a Hoe
General Fiction--- CERITA DEWASA --- Namaku Indah Puspita, tapi Mami bilang nama itu kampungan, jadi dia mengganti namaku menjadi Jennifer. Selain aku, ada pula Angel, Loreta, Kelly dan Haidy yang tinggal di rumah Mami. Tadinya aku datang ke Jakarta untuk menjadi...