5

1.9K 264 36
                                    

June menarik selimut hingga menutupi tubuh Rose sebatas dada. Diperhatikannya wajah menawan tanpa cela itu. Kemudian tersenyum kecil, menyibak rambut yang menutupi dahi Rose.

Tidur yang nyenyak, Rose.

Tidur yang nyenyak, Rose

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat ya, June. Kamu berhasil dapetin gelar dokter."

June tersenyum malu saat sang Ayah memujinya. Saat ini mereka, Ia, Ayah dan Ibunya, serta Rose, makan malam bersama di restoran mewah dalam rangka merayakan kelulusan June sebagai S1 jurusan kedokteran.

"Tinggal nunggu Rose yang lagi nyiapin wisudanya." lanjut Sang Ayah.

"Makan malam kali ini bukan makan malam biasa." ujar Sang Ayah membuat dahi June berkerut.

"Maksudnya, Pa?" tanya June. June melirik Rose yang santai-santai saja memakan makan malamnya.

"Papa rasa ini saat yang tepat untuk ngomongin ini sama kamu."

June berhenti memakan makan malamnya dan memfokuskan diri menatap Sang Ayah.

"Bukan tanpa alasan Papa sama Mama mengadopsi Roseanne."

Rose yang mendengar namanya disebut kini melirik kedua orangtua angkatnya dan June secara bergantian.

"Rose mungkin sudah tau, kalau Papa sama Mama dan mendiang orangtua Rose punya satu janji dimana kami akan menikahkan anak kami."

"Hah? Maksudnya apa sih, Pa? June gak paham."

"Kamu dan Rose, kalian akan menikah."

"Apa?" kaget June. June tertawa canggung, "Papa pasti becanda. Pa, sekarang jaman apa? Bukan jamannya lagi jodoh-jodohan kayak gini."

"Kamu tau, Jun? Kalau bukan karena Papa, mungkin orangtua Rose masih hidup sampai sekarang."

June melirik Rose yang menunduk sambil menggenggam erat garpu dan pisau daging di masing-masing tangannya.

"Gak lucu, Pa. Aku nikah sama Rose? Yang bener aja? Rose saudara aku, Pa!" ujar June meninggikan nada bicaranya.

"Kamu gak bisa nolak pernikahan ini, Jun. Gelar dokter kamu sekarang, fasilitas mewah kamu selama ini, kalau bukan karena orangtua Rose, mungkin Papa udah mati dan perusahaan Papa bakal bangkrut. Kamu gak akan bisa ngerasain hidup yang seperti sekarang."

"Aku nolak dengan keras, Pa! Apapun alasannya, aku gak bisa terima pernikahan ini!"

"Aku nolak dengan keras, Pa! Apapun alasannya, aku gak bisa terima pernikahan ini!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

June terbangun saat telinganya dengan samar mendengar gumaman seseorang. Perlahan June membuka matanya dan menoleh ke asal suara.

Suara itu berasal dari sampingnya, gumaman itu berasal dari mulut Rose. Rose tengah mengigau dengan keringat yang membanjiri wajahnya.

Sontak June langsung bangkit terduduk dan mengecek suhu tubuh Rose.

"Rose? Rose? Kamu denger aku?" tanya June sambil mengelap keringat Rose dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menelusup ke dalam selimut, menggenggam tangan Rose.

Rose perlahan membuka matanya, dengan napas memburu, Rose menggumam rendah, "Ju-ne... Di-ngin..."

"Kamu demam karena luka di lengan kamu. Tunggu sebentar, ya." ujar June tak terlalu panik.

June mengambil tas kerjanya dan mengeluarkan alat-alat kedokteran miliknya. Mengecek detak jantung Rose yang normal menggunakan stetoskop, kemudian mengeluarkan termometer dan meletakkan termometer itu ke ketiak Rose.

"Sebentar aku ngambil kompres." ujar June.

June berjalan ke dapur dan mengambil baskom stainless dan mengisinya dengan air serta es batu. Kemudian meraih handuk kecil bersih di dalam lemari yang tergantung di atas pantry. Tak lupa ia membawa segelas air.

June kembali ke kamar, mengecek suhu tubuh Rose yang mencapai angka 39°C. June lalu mencelupkan handuk ke dalam air dingin dan memerasnya. Kemudian meletakkan handuk itu dengan rapi di dahi Rose.

June mengambil paracetamol dan menyuruh Rose meminumnya.

"Sekarang tidur lagi, ya." ujar June. Rose mengangguk dan memejamkan matanya.

June melirik jam dinding yang menunjukkan angka lima lebih duapuluh. Lelaki itu menguap lebar dan meraih ponselnya.

Percuma melanjutkan tidur. Pikirnya.

June harus menyiapkan bubur untuk Rose. Namun, menggoreng telur dadar saja gosong, apalagi memasak bubur?

Maka dari itu, June menghubungi Mina. Satu-satunya orang yang bisa diandalkannya.

"Halo?"

Terdengar suara serak khas bangun tidur Mina di seberang sana.

"Yugi, minggir dulu sana."

June mengernyit saat Mina bergumam pada seseorang. Sedang bersama siapa kekasihnya itu pagi buta begini?

"Mina? Kamu ngomong sama siapa?" tanya June.

"June!?"

June sedikit menjauhkan ponselnya saat Mina berseru. Terdengar kaget saat tahu June yang menelepon.

"Iya ini aku. Kamu lagi sama siapa pagi-pagi gini?"

"Itu, kucing aku. Iya, kucing aku si Yugi. Hobi banget tidur di atas perutku."

June hanya ber-oh, kemudian kembali pada tujuan awalnya.

"Bisa kesini sekarang gak?"

"Sekarang?" ulang Mina. June menggangguk meski Mina tak mungkin melihat.

"Iya, tolong masakin bubur." jelas June.

"Buat siapa? Kamu sakit? Kan ada Rose."

"Rose yang sakit."

"Males ah... Aku masih ngantuk."

"Mina..."

"Iya, iya. Setengah jam lagi aku kesana."

June menghela napas lelah dan memutuskan sambungan telepon. Kemudian melirik Rose yang sudah tertidur.

June kembali menghubungi seseorang.

"Dokter June hari ini izin gak masuk, ya."

"..."

"Istri saya lagi sakit."

"..."

"Oke, makasih."

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continued...












Kangen?
Jangan kangen, berat. Kata dilan.

|JunRose| ClichéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang