Part 21

6.7K 338 3
                                    


****

Sebagai seorang publik figur, bukankah kita harus profesional? Yap! Aku harus tetap terlihat seprofesional mungkin dan tidak membawa masalah pribadi dalam lingkungan kerjaku. Berbicara tentang ucapan Maxime barusan, aku tak ingin menanggapinya dengan serius. Karena aku sangat yakin bahwa takdir cintaku dengan Prilly tidak akan di pisahkan oleh siapa pun, terutama Maxime.

"Oke, kita break dulu" ucap sang fotografer.

Ku lirik jam arloji yang ada di tanganku yang menunjukkan jam 11 malam. Apa Prilly sudah tertidur? Entahlah. Lebih baik aku segera menghubungi Mamah untuk menanyakan keadaan istriku. Yap! Aku sangat merindukannya walaupun baru saja beberapa jam tidak bertemu.

"Hallo, mah" ucapku memulai panggilan dengan Mamah.

"Hallo, ada apa li?"

"Prilly ada, mah?" Tanyaku.

"Ada, lagi makan sate sama kaia" balas mamah.

Astaga! Tidak seperti biasanya Prilly memakan makanan berat pada jam hampir tengah malam ini. Setahuku, Prilly akan menolak makan malam yang berat-berat seperti sate. Apa ini salah satu faktor kehamilan?

"Ali mau bicara sama Prilly, mah" ucapku.

Senyum sumringah ku pancarkan di wajahku manakala diriku mendengar suara lembut nan manja Prilly yang menyapaku di seberang sambungan telepon.

"Kamu kok belum tidur?" Tanyaku lembut.

"Kau tahu, sayang? Anakmu meronta di perutku untuk makan sate 40 tusuk" balasnya antusias.

Mataku membulat sempurna. Bagaimana tidak, malam-malam seperti ini Prilly menghabiskan 40 tusuk sate. Ya Tuhan! Prilly itu ngidam atau rakus?

"Sayang, jangan banyak-banyak makan satenya. Nanti perut kamu keram bagaimana? Terus habis ini kamu langsung tidur? Itu sangat gak baik buat kesehatan kamu, sayang" nasihatku.

Aku sangat khawatir dengan keadaan Prilly bila ia memakan sate sebanyak itu pada waktu malam hari. Apa Prilly tidak memikirkan kesehatannya?

"Kamu nyebelin" balasnya sambil terisak.

Ya Tuhan! Kenapa Prilly menangis? Apa ada yang salah dengan ucapanku? Sepertinya tidak. Ku usap wajahku kasar.

"Bukan begitu, sayang" ucapku yang mencoba menghentikan isakan tangisnya.

Namun panggilan teleponku tiba-tiba di tutup oleh Prilly secara sepihak. Ah, bagaimana ini? Kalau sudah seperti ini sangat sulit untuk mengembalikan moodnya. Ku usap wajahku kasar.

**skip

Ali bergegas pergi menuju rumah Mamah Eci setelah melakukan pemotretan bersama Maxime yang cukup memakan waktu itu. Rasa rindu yang tidak bisa ia bendung kepada Prilly membuat ia ingin segera cepat-cepat tiba di rumah sang Mamah.

Sesampainya di rumah sang Mamah, pandangan Ali langsung di sambut dengan Prilly yang tengah bersenda gurau dengan keponakannya yang bernama Darco ini. Yap! Darco adalah keponakan Ali dari sepupunya. Darco yang berusia 3 tahun ini memang sangat menggemaskan membuat Prilly ingin sekali bersama Darco.

Dengan langkah perlahan Ali menghampiri Prilly dan Darco dengan wajah sumringahnya.

"Good morning, bie" sapa Ali.

Prilly menoleh ke arah Ali yang tak jauh darinya. Kemudian ia berhambur memeluk tubuh suaminya, bahkan ia melupakan rasa kesalnya terhadap Ali.

"Aku merindukanmu"ucap Prilly yang masih berada di pelukan Ali.

Hanya Padamu (Aliando Prilly Story) -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang