Lupakan surat dalam botol, karena Rey sudah lelah menunggu balasan.
Semua suratnya memiliki isi yang sama.
Kira-kira begini;
“Hai, namaku Rey dan aku berumur 15 tahun. Aku tinggal di Pulau Timur. Setiap aku menonton televisi, aku selalu mendengar kabar tentang bencana di luar sana. Aku sudah membantu, tapi merasa belum cukup. Maukah kau berteman denganku? Ini alamat rumahku di Pulau Timur....”
Karena sudah mengirimkan surat dalam botol di lautan lepas hampir selama 4 bulan dan tak kunjung mendapat balasan, Rey memikirkan cara lain.
Dengan sebuah balon.
“Rey masih belum menyerah?” tanya Essy sambil menopang dagu.
“Belum, sampai ada yang membalas,” jawab Rey sambil terus menulis. “Bukankah akan sangat lucu kalau aku bisa menjalin hubungan dengan seseorang yang tak kukenal lewat surat?”
“Akan lebih lucu lagi kalau yang mendapatkan suratmu itu laki-laki.”
Rey tertawa. “Aku hanya bercanda. Aku benar-benar ingin berteman.”
Tentu saja dia hanya bercanda. Dia sudah punya seseorang yang spesial di hatinya.
Essy menatapnya sambil mengangkat alis. “Punya aku tidak cukup?”
Jantungnya berdesir selama beberapa saat.
“Cukup, kok, cukup. Tapi kata ibuku, sebaiknya aku mencari teman selain di sekolah.” Rey mengalihkan topik dan tetap menulis. “Sebaiknya kulepaskan saat pagi, siang, sore, atau malam?”
Essy mengendikkan bahu, lalu beranjak dari duduknya. “Ya sudah, aku pulang dulu, ya.”
“Eh, bukannya kau bilang kau ingin mengatakan sesuatu padaku?” tanya Rey.
Essy tersenyum. “Tidak jadi, lain kali saja.”
Rey berpikir, Essy mungkin ingin membicarakan sesuatu soal ayahnya yang terbaring sakit di Pulau Barat.
Keesokan harinya, saat Rey pulang dari sekolah, dia tak lagi menemukan rumah Essy. Rumahnya sudah dihancurkan. Tiba-tiba. Itu cukup mengejutkan Rey, mengingat bahwa rumah yang nyaris rubuh itu memiliki kenangan tersendiri untuknya.
“Essy mana?” tanya Rey pada ibunya dengan cemas.
“Mereka sekeluarga pindah ke Pulau Barat. Ayahnya Essy meninggal kemarin malam,” jawab ibunya, mencoba menenangkan putranya.
“Penyakitnya tidak bisa sembuh?” tanya Rey.
Ibunya hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.
Hari itu, Rey tidak tahu harus menyesal atau meratapi semuanya.
Terlambat. Jelas. Dia jelas terlambat. Essy tidak pernah tahu dan dia tidak pernah memberitahukannya pada Essy.
Dan dia tidak pernah melepaskan balon yang telah disiapkannya.
*
“Rey, ada pesan untukmu.”
Rey buru-buru keluar dari kamarnya dan hampir terjatuh kala menuruni tangga. Diterimanya sepucuk surat lusuh dengan hati-hati. “Dari Pulau Barat?”
“Baca saja,” ucap ibunya sambil tersenyum.
“Halo, Rey. Ini aku, Essy. Kupikir akan ada keajaiban saat aku pindah ke Pulau Barat dan menemukan botol suratmu. Kurasa itu adalah pemikiran paling bodoh yang pernah kulakukan. Kau sudah melepaskan balonmu? Kalau kau mendapatkan teman, aku harap kau mau mengenalkanku padanya. Terlebih kalau dia adalah laki-laki, hehehe.
Di sini tak seburuk yang kita dengar di televisi, tak seburuk yang pernah kau katakan. Aku baik-baik saja di sini. Semoga kita bisa bertemu lagi!
Salam sayang, Essy.”
Rey bersandar di dinding sambil tersenyum lega. “Salam sayang balik juga,” ucapnya seorang diri.
***
Favor - Kebaikan, Surat.
Duel NPC, tema Romance.
470 words
- Cindyana
KAMU SEDANG MEMBACA
Full Of Fools
Short StoryJangan dibuka, HAHAHA. Semua yang ada di dalam sini semuanya adalah cerita yang pernah saya buat, dan TANPA Perencanaan plot, jadi kalau gamau mata sakit, jangan dibuka, HAHAHA. Semua ini diambil dari note Facebook saya dulu. Ceritanya dipastikan A...