NICO memincingkan matanya, begitu melihat keadaan di taman bermain dari kejauhan. Tidak ada yang mengayun di ayunan, meluncur di perosotan terowongan, atau bermain pasir bersama semut atau cacing yang ... hii, menjijikan itu.
Kosong. Taman bermain di komplek rumah yang biasanya menjadi rebutan para bocah komplek, tidak ada di sana. Tidak ada keberadaan sepeda, tidak ada Abang Tukang Es Krim, atau siapapun di sana.
“Hiih! Sebal! Gara-gara Ibu nih, minta aku keluar segala,” omel Nico seorang diri.
Dirinya sama sekali tidak antusias dengan keberadaan taman bermain—yang biasa disebut Nirvana—oleh anak-anak seusianya. Hal ini dikarenakan dia masih ingin bermesraan dengan gadget di rumahnya, pemberian papanya. Nico lebih suka di rumah, tanpa ada keberadaan ibunya.
Nico tentu saja ingat apa kata ibunya sebelum dia keluar dari rumahnya.
“Anak sehat itu main di luar! Kena matahari! Nico mau jadi vampir di rumah? Dan Nico belum punya teman kan, sejak kita pindah kemari beberapa hari yang lalu? Ayo cari teman.”
Dan sekarang Nico bagaikan anak terbuang yang dilepaskan ke alam liar.
Pada akhirnya, Nico duduk di salah satu ayunan, mengayunkan sedikit agar bergerak. Diperhatikannya kumpulan semut yang berbaris menuju rumah mereka. Sedikit iri juga, rasanya. Dia merasa diusir, padahal ibunya hanya memintanya bermain di luar.
“Kau sedang apa di sana, Dik?”
Nico berhenti menunduk. Dia langsung melihat seorang wanita yang mengapit payung merah di depannya. Wanita itu memperhatikannya kiri dan kanan dengan gelisah, lalu dihampirinya Nico dengan sedikit tergesa-gesa.“Main,” jawab Nico, malas.
“Mengapa main? Kan sudah mau hujan,” ucap wanita itu sambil mendongak menatap langit, “dan tidak ada yang bermain di sini. Kau tidak mau pulang saja?”
“Ibu maunya Nico main,” jawab Nico lagi, “padahal, Nico lebih suka di rumah.”
“Eh? Benarkah? Padahal gadis-gadis kecilku lebih suka bermain di luar.”
Diperhatikannya seekor bekicot yang diam di besi tiang ayunan yang telah berkarat, tak bergerak.
“Jadi siput enak, ya. Rumah mereka mengikuti mereka kemanapun. Mereka bisa pulang kapan saja.”
“Itu bekicot, Nico.” Wanita itu tertawa, “lagipula, kau tidak tahu, kan? Siapa tahu sebenarnya mereka sangat ingin berpisah dengan rumah mereka?”
Nico memiringkan kepalanya, tidak mengerti.
“Ibumu pasti tidak tahu kalau belakangan ini komplek ini tidak aman. Katanya ada yang suka menculik anak-anak,” ucap wanita itu sambil mengulurkan tangan, “alamatmu di mana? Biar Tante antarkan.”
“Di blok F, Tante.”
“Blok F? Padahal aku juga tinggal di sana, tapi tidak pernah melihatmu.”
Itu pasti karena Nico jarang bermain di luar. Oh dan tentu saja, karena dia baru pindah.
Setelah Tante itu mengantarkan Nico kembali ke rumahnya dengan payung merahnya, Wanita itu menunjuk sudut persimpangan di dekat rumah Nico.
“Itu rumah Tante. Kapan-kapan, main ya.”
Setelah Wanita itu pergi, Nico buru-buru masuk ke dalam rumahnya, tak mengindahkan ucapan ibunya yang mempertanyakan sosok wanita yang menjemputnya.
Suara jeritan anak-anak perempuan yang berasal dari rumah itu, tetap tidak dapat teredam oleh guyuran air hujan.
***
Duel NPC, tema bekicot genre Mystery.
Katanya sih ini lebih ke thriller daripada mystery. Wkwkw.
- Cindyana
KAMU SEDANG MEMBACA
Full Of Fools
Short StoryJangan dibuka, HAHAHA. Semua yang ada di dalam sini semuanya adalah cerita yang pernah saya buat, dan TANPA Perencanaan plot, jadi kalau gamau mata sakit, jangan dibuka, HAHAHA. Semua ini diambil dari note Facebook saya dulu. Ceritanya dipastikan A...