SATU : Mereka

38 5 1
                                    

Tap.. tap.. tap..

Langkah langkah pasti menuju panggung besar itu dilakoninya, wajahnya berseri-seri dan senyumnya tak kunjung pudar.

Tap.

Langkah terakhir menutup perjalanan pendeknya. Seorang lelaki pembawa acara menyambutnya.

"Ya! Inilah dia pemenang olimpiade sains nasional kita tahun ini! Ucapkan selamat dan tepuk tangan yang meriah untuk saudari kita! Alana Malika!" Sambut MC spektakuler. Gadis tadi kembali melangkahkan kakinya menaiki panggung disertai tepukkan meriah dan sorak sorai gembira.

"Jadi, ada gak, yang ingin kamu sampaikan setelah mencapai prestasi setinggi ini?" Tanya sang MC dan gadis itu mengangguk. Diambilnya microphone dan mulai bicara.

"Ekhem! Pertama-tama yang pasti aku mau ucapin syukur ke Tuhan yang Maha Esa udah ngasih aku kesempatan buat berdiri disini. Dan juga terima kasih buat semua dukungan dari sahabatku. Tapi satu hal yang pasti.." Potongnya. Gadis itu pun menunjuk ke barisan audiens.

"...Rey! Gue dah bawa pialanya! Balikkin semua merchendise Oppa gueee!!"

Seketika, audiens pun melongo.

(***)

Alana menelusuri koridor sekolah bercat oranye. Air mukanya menujukkan suasana hati yang tak sebaik biasanya.

Ia menghentakkan kakinya dengan kesal.

"Ugh! Rey sialan! Brengsek! Gak tepat janji! Buaya!" Makinya bertubi-tubi.

"Oy-oy. Gue dibelakang lo, tauk!" Sahut lelaki yang lebih tinggi tiga jengkal darinya.

Alana berbalik, wajahnya makin menekuk.

"Bodo amat! Emang gue peduli! Lagian, lo tuh ya, itu barang-barang tuh original! Mahal! Bisa-bisanya lo jual lightstick gue di tokopedia! Hati nurani lo dimana, sih? Nggak berprikeoppaan!" Bentak Alana sambil menunjuk-nujuk wajah Rey.

Rey memberenggut tak suka. "Salah lo! Siapa suruh cuekkin gue gara-gara cowok cantik macam itu!"

"Mereka itu ganteng, Rey! Keindahan yang hakiki! Apalagi roti sobeknya, bikin gue gak tahan..." Sindrom fangirl Alana keluar lagi. Senyum-senyum mupeng membayangkan abs oppa pun tercetak diwajahnya.

Rey menunduk kearah perutnya kemudian mengusapnya. "Kan gue juga punya.." lirihnya pelan.

Tanpa terasa, merekapun sampai di depan kelas XI IPA 1, kelas akselerasi. Sekolah mereka memang tidak memisahkan kelas akselerasi dengan kelas biasa. Justru para siswa lah yang mencapnya sebagai kelas berbeda.

"Laa!"

"Alanaaa!"

"Nah, dateng!"

"Pagii!"

Sambutan bertubi-tubi datang dari para penghuni kelas. Tujuan merekapun satu, memuji prestasi Alana kemarin...

"Lan, Selamat ya, udah juara nasional! Lo keren banget, deh!"

...dan yang satu lagi adalah...

"Boleh dong, makan siang gratis di warungnya Teh Euis?!"

...meminta traktiran.

"NGGAK!"

"Boleh, kok!"

Sahut Rey dan Alana bersamaan.

"Heh, kita gak nanya lo, Rey!" Protes Digo, teman karib Rey. Sahut-sahut persetujuanpun bermunculan.

Rey dan Alana bersitatap. Mencoba mengalahkan satu sama lain.

"Inikan duit gue, Rey!"

"Lo gak kasian Mama lo, Lan?"

Dan ini, kisah mereka berdua.

---------

Author note

Hai kalian! Makasih yaa udah sempetin waktu buat baca ceritaku. Ini cerita iseng-iseng aja sebenernya buat ngelatih skill nulis aku. Semoga bisa diselesaikan yaa.

Jangan lupa klik tombol bintang ya!

Btw perasaan aja, atau emang endingnya kaya kembar botak?!

RecitaziONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang