EMPAT : Tercyduk.

25 4 0
                                    

"ASTAGA! REY, LANA!" Panik Rena begitu membuka pintu kamar Rey.

Sedangkan yang diteriaki, masih mendengkur halus dan saling merangkul.

Buru-buru Rena menghampiri keduanya kemudian memutar telinga Rey dalam satu hitungan. Lana yang merasa guling hidupnya diambil pun ikut terbangun.

"AW! AMPUN BUN, AMPUN! NGGAK LAGI DEH BUN! AMPUN BUN! SAKIITT!"

Lana yang melihat Rey kesakitan hanya terbahak. Kemudian pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan berganti pakaian.

"Lana, cepetan sarapan!" Panggil Rena dari lantai bawah.

"Wait, Tan! Bentar lagi kok, Tan!"

Setelah memakai seragam sekolahnya ia segera menuju ruang makan.

Alana melahap nasi goreng buatan Rena dengan semangat. Tak meninggalkan sisa bahkan gelas teh hangatnya pun telah tandas.

"Dasar Gorilla" cibir Rey.

"Diem, tiang!"

"Udah, udah. Kalian ini gak bisa ya, sehariii aja gak ribut?"

"Orang dia yang salah!" Kilah Rey.

"Ih, apaan, lo yang mulai!" Protes Lana.

"KALIAAANN!!" Rena mulai mengarahkan pisau ke keduanya.

"AMPUN BUN!"

"MAAP TAN!"

(***)

Rey mengeluarkan motor besarnya yang berwarna hitam dari garasi rumah. Menunggu Alana yang menutup pintu garasi.

Rey melepas jaket birunya. "Sini"

Alana mendekat pada Rey dengan malas. "Apaan lagi, sih?"

Rey menarik pinggang Alana mendekat. Kemudian mulai mengikatnya menutupi paha mulus gadis itu.

"Jangan sok pamer deh. Kayak mulus aja." Cibir Rey.

"Bawel lo, kayak kotak-kotak aja."

Rey memutar bola mata malas. Menahan motor ketika Alana naik ke boncengan.

"Udah cepetan jalan."

(***)

Sampai di sekolah, seluruh mata siswa siswi memandang dua insan yang menyegarkan mata tersebut.

"Anjir, mereka cocok banget ya!"

"Cowoknya mantep tuh, kakak kelas, ya?"

"Lumayan gak sih ceweknya? Buat dirumah boleh lah."

"Sok centil banget sih tuh cewek? Dasar pelakor! Dipikir kalo menang OSN Matematika itu pinter apa?"

Pujian, makian, dan celoteh kurang ajar sudah biasa mereka dapatkan. Bagi mereka, itu semua hanya angin lalu dan pijakkan untuk mencapai puncak.

Semanis apapun cokelat pasti yang tidak suka juga ada, kan? Pikir Lana tiap hal ini terjadi.

"Lan, gue ke kantin dulu. Lo duluan aja ke kelasnya." Titah Rey yang dijawab anggukan patuh Lana.

"Jangan lama-lama," Pinta Lana dengan suara kecil. Rey tersenyum.

"Iya,"

Mereka berpisah di parkiran. Lana menuju kelasnya yang berada diujung koridor dengan tergesa-gesa.

"Heh, tunggu!" Nah, kan. Memang selalu ada lalat di makanan yang terbuka.

Lana menghentikan jalannya. Menoleh kearah wanita yang memanggilnya. Kemudian menaikkan sebelah alisnya.

"Mentang-mentang ada Rey jadi lo sok berkuasa, hah? Lo pikir lo istimewa buat Rey?" Wanita itu berdecih. Dua orang gadis lain dibelakangnya ikut tersenyum.

Yah, ini sih, bakal lama. Lana menghembuskan nafas pelan.

"Kayaknya gue lebih dari istimewa, tuh?"
Balasnya songong.

RecitaziONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang