DUA : Cerita

26 4 0
                                    

"Rey, ada Lana!"

Rey yang tadi membaca majalah di kasur tanpa atasan langsung menelusuri kamarnya yang bercat kelabu begitu mendengar suara Ibunya. Kelabakan ia mencari kaosnya yang ternyata digantung di belakang pintu.

Bergegas ia menuju tangga rumah dan mengatur nafas sebelum menuruninya dengan santai. Hey, ayolah. Ini cuma Alana, lho. Kenapa harus dag-dig-dug-ser begini, Rey?!

"Lama amat!" Protes Lana.

"Apaan sih? Hari libur mau ganggu gue juga?" Tanya Rey sarkas.

"Rey, mulutnya!" Celetuk Rena, Ibu Rey, dengan wajah garang.

"Tau, tuh!" Sahut Lana ikut-ikutan.

"Iya, iya!" Rey memutar bola matanya malas.

"Bunda bikin sarapan dulu. Kalian jangan berantem, ya!" Pamit Rena pada dua anak muda itu.

"Iya, Bun."
"Siap, Tante!"

Begitu Rena menuju dapur, Alana dan Rey duduk di karpet berbulu dengan bersandar ke sofa, karena keduanya lebih suka duduk di lantai dan meluruskan kaki dibanding menekuk kaki di sofa.

"Ngapain?" Tanya Rey sambil menekan tombol remot televisi.

"Main" Jawab Alana seraya membuka tutup stoples kue kering dan mulai menghabiskan isinya.

"Dasar jomblo"

"Ngoacoahm!" (Baca: Ngaca!) Protesnya tidak terima dengan mulut penuh.

"Habisin dulu"

"Hm"

Hening. Keduanya terdiam, melihat kearah televisi yang sebenarnya tidak ditonton.

"Rey"

Rey menoleh ke sumber suara yang terdengar bergetar. Melihat Alana yang sudah berkaca-kaca. Dan tanpa diminta, ia menarik kepala gadis itu untuk disenderkan pada bahu kanannya. Mengusap rambut cokelat itu pelan.

"Cerita" titahnya tegas.

"G-gue kehabisan tiket konser oppa" Alana menjawab dengan mata yang menjauhi pandangan Rey.

"Cerita sama gue, Lan." Lana menghela nafas, susah sekali membohongi Rey yang sudah hafal kebiasaannya.

Tanpa permisi, butiran bening itu turun mengaliri pipi mulus Alana.

"Dia nyuruh gue masuk hukum lagi," Aku Alana. Teringat pada seseorang yang memaksanya masuk jurusan hukum. Alana benar-benar benci. Ia tidak suka terkekang dengan peraturan dan hukum. Ia suka bergelung dengan aksara dan angka. Dua hal itu, yang menurutnya tidak punya batas.

Rahang Rey mengeras. Ia tahu, siapa orang itu. Dan ia tidak suka, ketika Alana mengeluarkan suara sendu macam itu. Rasanya tiap nada tangis Alana akan menyayat hati Rey menjadi beberapa bagian.

"Gue nginep ya? Semalem doang, please?" Pinta Alana yang hanya dibalas helaan nafas Rey yang sudah dipastikan jawabannya.

"Apa yang nggak buat lo, princess?"

RecitaziONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang