TUJUH : Nightmare

19 4 1
                                        


"Rey, Alana, cepat mainnya! Kalian lupa nanti malam ada acara apa?" Seru Rena mengingatkan Alana yang sebenarnya tidak diizinkan bermain.

"Ulang tahun Daddy!" Jawab Alana kecil semangat kemudian cepat-cepat membenahi mainannya karena berjanji akan pulang cepat.

"Padahal kamu gak ngerayain ulang tahun aku kemarin" gerutu Rey kecil yang disambut senyum gemas orangtuanya.

"Sayang, Alana bukannya tidak mau merayakan ulang tahunmu. Tapi kemarin Ibunda Alana sakit jadi ia harus bersama Ibunya. Ya kan Alana?" Alana mengangguk menanggapi ucapan Hardi, papa Rey.

Yah, orang tua mereka -lebih tepatnya Om Hardi dan Ayahanda Alana- bersahabat. Jadi, tidak heran jika Rena dan Hardi mengetahui seluk beluk orangtua Alana.

"Kalau begitu, Alana kami antar ya?" Pinta Rena pada bocah kecil itu.

"Iya!" Jawabnya penuh semangat anak-anak. Rey yang melihatnya jadi ikut tersenyum.

....

Malam itu seharusnya indah.

Malam itu, seharusnya ia meniup lilin dengan Daddy dan Mommynya.

Malam itu, seharusnya Alana tidak mendengar sirene polisi di gerbang depan rumahnya yang besar.

Malam itu, seharusnya Alana tidak melihat tubuh Ibunya yang pucat hampir membiru dimasukkan ke ambulan.

Malam itu, seharusnya Alana tidak melihat Ayahnya yang dibawa polisi.

Malam itu, Alana membenci dirinya. Dirinya yang gagal melindungi Ibunya.

Kalau saja, Alana tidak memaksa pergi bermain hari itu.

Kalau saja, Alana pulang lebih awal.

Maka dengan begitu, mungkin Ibunya masih terselamatkan, bukan?

Dan malam itu, Rey bertekad melindungi Alana dari apapun.

RecitaziONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang