Dua Puluh Satu

29.9K 849 74
                                    

"Al.. Aluna?"

Mulut Leon terbuka lebar, seluruh wajah yang ada di luar ruangan memucat. Disana, Aluna berdiri dengan tatapan yang tak bisa di artikan.

Aluna sebenarnya tadi ingin mencari Leon, menanyakannya dimana letak kotak susu si kembar. Namun ia tak sengaja mendengar percakapan antara abangnya dan sahabat-sahabatnya.

Sakit. Itulah sekiranya yang di rasakan Aluna. Aluna sendiri tidak mengerti mengapa perasaannya menjadi kacau mendengar ucapan Leon. Itu yang dinamakan cemburu? Aluna tidak tau. Perasaan yang di rasakannya saat ini persis seperti saat ayahnya meninggal. Aluna merasa kehilangan, kali ini juga begitu, ia merasa kehilangan Alka.

"Aluna, kamu.. Nggak apa-apa?" pertanyaan goblok. Leon menepuk bibirnya pelan, jelas saja Aluna kenapa-napa, wajah adiknya itu terlihat memucat.

"Eh?" Aluna berjongkok, ia memunguti pecahan gelas yang tak sengaja di jatuhkannya dengan sebelah tangannya, karena sebelahnya lagi terpasangi infus. Aldan segera menghampiri Aluna dan membantunya.

"Biar abang yang bereskan" ucap Aldan menyingkirkan tangan Aluna, Aluna menggeleng.

"Abang gak mau tangan adik abang terluka" tegas Aldan, membuat Aluna terdiam.

"Maksud bang Leon itu Rima! Bukan lo Luna! Aduh, tau sendiri kan bibirnya bang Leon suka kepleset! Kan istrinya Alka itu Rima!" sambar Kia cepat dan sedikit gugup. Leon segera menganggukan kepalanya berulang kali.

Aluna terdiam. Semuanya masih saja percaya, ia kehilangan ingatannya padahal tidak. Karena rahasia Alka sudah ia ketahui, tidak ada alasan lagi bagi Aluna berpura-pura.

"Abang, Luna sama sekali tidak kehilangan ingatan" ucap Aluna jujur.

"Hah?"

"Luna bohong, agar mengetahui apa yang disembunyikan Alka. Dan sekarang Aluna sudah mengetahuinya" ucap Aluna menatap Aldan.

Semua hanya bisa bergeming, menonton, mereka semua bingung harus merespon apa. Terlebih lagi reaksi Aluna di luar dugaan, mereka mengira Aluna akan menangis langsung di hadapan mereka saat ini.

Aldan membuang pecahan kaca ke dalam bak sampah, setelah itu ia menarik tangan Aluna agar berdiri.

"Luna," panggil Aldan pelan.

"Hm?"

"Putuskan sendiri apa yang akan kamu lakukan terhadap Alka"

Aluna mendongak, menatap wajah Aldan. Aldan tersenyum kecil, ia menopang wajah adiknya dengan kedua tangan tangan.

"Jika kamu ingin menceraikannya, itu terserah kamu. Abang akan dukung apapun keputusanmu"

Walaupun Aluna tidak menangis saat ini, Aldan tau perasaan adiknya tersebut kacau. Ia seolah dapat merasakannya. Begitu pula dengan Leon dan lainnya, diamnya Aluna semakin menambah keprihatinan mereka.

Umur pernikahan mereka baru seumuran bawang, apapun keputusan Aluna, menceraikan ataupun tidak, akan menimbulkan banyak masalah di kedepannya.

"Pikirkan baik-baik, Luna. Jangan memikirkan ego dan perasaan kamu saja, pikirkan juga tentang anak kamu. Apa yang akan menjadi keputusanmu saat ini, itu juga yang akan menentukan masa depan si kembar" nasehat Aldan, tangannya berpindah kepada kepala Aluna dan mengusap pucuk kepalanya itu pelan.

"Jika kamu ingin mempertahankan Alka, pertahankan. Itu terserah kamu, kamu istrinya" ucap Aldan lagi.

Aluna tidak tahu, apakah ia sudah menaruh hati kepada suaminya itu. Aluna sendiri tidak mengetahui apa penyebab dirinya menjadi lemah dan rapuh seperti ini mendengar kabar Alka bermain dengan wanita lain. Yang jelas, Aluna merasa tersakiti. Sudah itu saja.

Love me? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang